Puisi: Langgar Kulur (Karya Mahatmanto)

Puisi "Langgar Kulur" karya Mahatmanto menggambarkan kehampaan dan kesendirian yang melanda sebuah surau yang ditinggalkan oleh para santri.
Langgar Kulur

Jarum jam 'lah diam
Tiada bergerak berdetak lagi.
Surau sunyi ditinggalkan santri
pergi tiada kembali
Tembok gigis,
atap tiris.
Kolam kering. Lantai berdebu
Tiada sapu.
Dingin lembab, gelap,
tiada berlampu.
Aku berbisik, berat, perlahan
dalam sembahyang memuja Tuhan.
Angin bertiup, masuk, merayap,
seperti hantu.

Berdesir daun kelapa menyinggung atap,
jatuh genting berdering
pecah, sepuing-puing.
Terkejut, tertegun puja samadi.
Ampun, Tuhanku

Surau sunyi ditinggalkan santri
kemana mereka pergi?
Entah tiada atau kembali lagi
selama itu aku seorang diri

Sumber: Panca Raya (15 Maret 1947)

Analisis Puisi:

Puisi "Langgar Kulur" karya Mahatmanto menggambarkan kehampaan dan kesendirian yang melanda sebuah surau yang ditinggalkan oleh para santri.
  • Tema Kesunyian dan Kehampaan: Puisi ini secara jelas mengangkat tema tentang kesunyian dan kehampaan yang terasa di surau yang sepi dan ditinggalkan. Gambaran tentang jarum jam yang diam, surau yang sunyi tanpa santri, dan lingkungan yang terbengkalai menunjukkan perasaan kesendirian yang mendalam.
  • Gambaran Visual dan Atmosfir: Mahatmanto menggunakan gambaran-gambaran seperti "tembok gigis, atap tiris, kolam kering, lantai berdebu" untuk menciptakan atmosfir yang suram dan terbengkalai. Penggambaran ini tidak hanya menggambarkan kondisi fisik surau, tetapi juga mencerminkan keadaan emosional tokoh yang merenung sendiri di dalamnya.
  • Penggunaan Bahasa dan Gaya: Bahasa dalam puisi ini sederhana namun penuh dengan makna yang dalam. Pengulangan kata "sunyi", "berdering", dan "seperti hantu" menciptakan ritme yang menambah intensitas kesendirian dan kesepian yang dirasakan tokoh.
  • Refleksi Spiritual dan Keagamaan: Puisi ini juga mengandung elemen refleksi spiritual dalam kehidupan sehari-hari, terutama dalam konteks sembahyang dan memuja Tuhan. Penggambaran angin yang masuk seperti hantu menambah dimensi mistis dan spiritual dalam pengalaman tokoh di surau yang sunyi.
  • Pertanyaan Eksistensial: Puisi ini diakhiri dengan pertanyaan eksistensial tentang kepergian para santri dan kehidupan tokoh yang terus sendiri di surau yang sunyi. Ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang arti kehadiran dan kepergian dalam kehidupan manusia serta peran spiritualitas dalam menghadapi kesepian.
Melalui puisi "Langgar Kulur", Mahatmanto menggambarkan sebuah potret yang mengharukan tentang kekosongan spiritual dan kesendirian manusia di tengah-tengah tempat ibadah yang sepi. Puisi ini tidak hanya mengeksplorasi tema-tema universal seperti kesunyian dan kehampaan, tetapi juga mengundang pembaca untuk mempertanyakan makna keberadaan dan spiritualitas dalam konteks kehidupan sehari-hari.

Puisi: Langgar Kulur
Puisi: Langgar Kulur
Karya: Mahatmanto

Biodata Mahatmanto:
  • Mahatmanto (nama sebenarnya adalah R. Suradal Abdul Manan) lahir di Kulur, Adikarta, Yogyakarta, pada tanggal 13 Agustus 1924.
  • Dalam dunia sastra, Mahatmanto menggunakan cukup banyak nama samaran, beberapa di antaranya adalah Abu Chalis, Murbaningrt, Murbaningsih, Murbaningrad, Moerbaningsih, SA Murbaningrad, Suradal, Sang Agung, dan Sri Armajati Murbaningsih.
© Sepenuhnya. All rights reserved.