Sumber: Zenith (Juni, 1951)
Analisis Puisi:
Puisi "Lagu Cinta Tiada Langsung" karya Harijadi S. Hartowardojo mengungkapkan kompleksitas cinta yang datang dan pergi tanpa jejak yang jelas. Dengan gaya bahasa yang metaforis dan penuh nuansa, penyair menyampaikan bagaimana cinta bisa menjadi pengalaman yang memukau namun juga membingungkan dan ephemeral (sementara).
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah cinta yang bersifat sementara dan tak berbentuk. Penyair menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang datang dan pergi tanpa meninggalkan bekas yang nyata. Ini mencerminkan pandangan bahwa cinta, meskipun kuat dan berpengaruh, sering kali tidak memiliki manifestasi fisik atau tanda-tanda yang jelas.
Gaya Bahasa
- Metafora: Penggunaan metafora seperti "bulan sudah lama diam terbenam" dan "kereta berangkat jauh terlambat" menggambarkan perjalanan cinta yang tidak pasti dan penuh penantian. "Roda berciut sedit menuju ke ujung" memberikan gambaran visual perjalanan yang mendekati akhirnya, seperti halnya cinta yang menuju ke ketidakpastian.
- Repetisi: Repetisi pada baris "Pagi telah tiba" menegaskan perubahan waktu dan pergeseran dari malam yang penuh misteri menuju pagi yang membawa kejelasan. Ini mencerminkan bagaimana cinta juga berubah seiring waktu.
- Personifikasi: Menyematkan sifat manusia pada konsep cinta, seperti "cintaku yang datang, cintaku yang hilang", memberikan kesan bahwa cinta adalah entitas yang hidup dan bergerak.
- Paralelisme: Struktur puisi yang berulang dengan pola-pola tertentu menciptakan ritme yang menggambarkan ketidakpastian dan transisi yang konstan dalam pengalaman cinta.
Makna
Puisi ini menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang sulit dipahami dan dipegang. Cinta datang dan pergi tanpa tanda-tanda yang jelas, seperti bulan yang berlayar di mega atau kereta yang berangkat terlambat. Hal ini menunjukkan bahwa cinta adalah pengalaman yang sementara dan sering kali meninggalkan kita dengan perasaan kebingungan dan ketidakpastian.
Bagian "Cinta yang datang, cinta yang hilang / Tidak punya rupa / Tidak punya tanda / Luka juga tiada, hanya lupa" menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang tidak memiliki bentuk atau bekas yang nyata. Luka mungkin tidak ada, tetapi yang tersisa hanyalah kenangan yang perlahan memudar. Ini mencerminkan bagaimana cinta bisa menjadi pengalaman yang intens namun juga bisa hilang begitu saja tanpa meninggalkan bekas fisik.
Baris "Engkau ada aku ada / Hilang dalam keadaan tiada" menunjukkan bahwa meskipun kita mungkin merasa cinta itu nyata dan hadir, ia bisa hilang tanpa jejak, meninggalkan kita dalam keadaan ketidakpastian.
Puisi "Lagu Cinta Tiada Langsung" karya Harijadi S. Hartowardojo adalah puisi yang menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang sementara dan tak berbentuk. Melalui penggunaan metafora, repetisi, dan personifikasi, penyair berhasil menyampaikan perasaan ketidakpastian dan kebingungan yang sering kali menyertai pengalaman cinta. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan sifat ephemeral (sementara) cinta dan bagaimana ia bisa datang dan pergi tanpa meninggalkan bekas yang jelas. Cinta dalam puisi ini adalah entitas yang hidup dan bergerak, selalu berubah dan sulit dipahami, mencerminkan kompleksitas dan misteri yang melekat pada pengalaman manusia tentang cinta.
Puisi: Lagu Cinta Tiada Langsung
Karya: Harijadi S. Hartowardojo
Biodata Harijadi S. Hartowardojo:
- Harijadi S. Hartowardojo (nama lengkap: Harjadi Sulaiman Hartowardojo / EyD: Hariyadi Sulaiman Hartowardoyo) lahir pada tanggal 18 Maret 1930 di Desa Ngankruk Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia.
- Harijadi S. Hartowardojo meninggal dunia pada tanggal 9 April 1984 di Jakarta, Indonesia (dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia).
- Harijadi S. Hartowardojo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 1950-an.