Puisi: Kupandang Malioboro dari Puncak Bukit (Karya Edhy Lyrisacra)

Puisi "Kupandang Malioboro dari Puncak Bukit" menyajikan kritik terhadap ketidakadilan, dan mendesak untuk perubahan dalam pola pikir dan perilaku ...
Kupandang Malioboro dari Puncak Bukit

(1)

Orang-orang berduyun bagai rayap
Yang lapar, menggerogoti dinding pertokoan
Dimana burung-burung dipenjarakan, dukaku
Dikobarkan, dikunyah-kunyah kesenyapan
Rumah-rumah bersusun bagai keranda
Bau bangkai perempuan dan bacinnya syahwat
Ada kulihat bintang kemukus di bukit kota
Mengucurkan darah petani dan buruh jalanan
Meneteskan peluh gelandangan yang menjelma nanah
Mengaliri kali Code dan Gajahwong muntah nafsu
Sementara tangis-tangis bayi membakar tungku – botol
Dan dipancarkan laser disk ke neraka-Mu Tuhan
Kau lihat sendiri, jiwaku yang bengkak di cakrawala
Menyemburkan hawa panas dan berjuta galah baja
Karena zaman kehilangan hatinya
Kesombongan menjadi mode, kemewahan menjadi berhala

(2)

Kupandang Malioboro dari puncak bukit
Dan kesunyian mencakar jiwaku yang celaka
Orang-orang lalu-lalang bagai kutu loncat
Matanya harimau, berkejaran dimabuk lencana dan harta
Nafsunya berdesing menyatu pabrik milik penguasa
Tawanya menghiasi padang subur aparatur negara
Sementara darah petani digiling menjadi plaza
Apa yang musti kukabarkan pada-Mu
Jika orang-orang kian garang membunuh sesamanya
Jika setiap sorot mata menyemburkan bencana
Tuhan, bunuhlah aku dengan sepi-Mu
Untuk merusak dunia yang tak pernah damai

Yogya, larut malam 1995

Sumber: Astana Kastawa (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Kupandang Malioboro dari Puncak Bukit" karya Edhy Lyrisacra adalah karya yang penuh emosi dan penegasan, menggambarkan kenyataan kehidupan di Malioboro, sebuah jalan terkenal di Yogyakarta yang diisi dengan kehidupan sehari-hari masyarakat, serta menggambarkan kompleksitas manusia dan keadaan sosial-politik.

Deskripsi Kehidupan di Malioboro: Puisi ini membawa pembaca ke Malioboro, yang diibaratkan sebagai tempat yang penuh dengan kesibukan. Menggambarkan kehidupan sehari-hari di sana yang penuh gejolak, kegelisahan, dan tekanan.

Gambaran Keramaian dan Penderitaan Manusia: Penyair melukiskan kerumunan orang seperti rayap yang kelaparan, menggerogoti dinding pertokoan, dan menggambarkan betapa penderitaan masyarakat termakan oleh zaman yang kehilangan hatinya. Menghadirkan pemandangan yang tragis tentang bagaimana kekayaan dan kemewahan beberapa orang dibangun di atas penderitaan orang-orang yang lain.

Sikap Kehidupan Sosial-Politik: Puisi mengkritik keadaan sosial-politik yang tercermin dari tingkah laku masyarakat dan keadaan lingkungan. Ada gambaran pemerintah, aparat, dan kekayaan yang diperoleh dengan cara-cara yang tak manusiawi.

Hubungan dengan Tuhan: Penyair menyoroti kekerasan, keserakahan, dan ketidakadilan, mempertanyakan keberadaan Tuhan dalam kekacauan dunia ini. Permohonan dalam bait kedua puisi menuju Tuhan mencerminkan keinginan untuk diberi pemahaman atas kekacauan ini, sekaligus harapan akan damai dan keadilan.

Puisi ini adalah penggambaran yang kuat tentang kehidupan sehari-hari di Malioboro dan kritik terhadap kondisi sosial-politik yang tidak adil. Melalui metafora dan gambaran yang kuat, penyair mengekspresikan kegelisahan, kekecewaan, dan kerinduan akan perubahan dan keadilan dalam masyarakat. Dengan kekuatan kata-kata, puisi ini menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia, menyajikan kritik terhadap ketidakadilan, dan mendesak untuk perubahan dalam pola pikir dan perilaku sosial.

Puisi Edhy Lyrisacra
Puisi: Kupandang Malioboro dari Puncak Bukit
Karya: Edhy Lyrisacra

Biodata Edhy Lyrisacra:
  • Edhy Lyrisacra lahir pada tanggal 28 Oktober 1958 di Yogyakarta.
  • Edhy Lyrisacra meninggal dunia pada tanggal 27 Juli 2014.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.