Sumber: Luka Bayang (1964)
Analisis Puisi:
Puisi "Khudi" karya Harijadi S. Hartowardojo adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan refleksi spiritual yang mendalam. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi tema-tema utama serta gambaran-gambaran yang digunakan oleh penyair untuk mengungkapkan pesan filosofis dan eksistensial.
Simbolisme Agama dan Spiritualitas
Puisi ini secara langsung menghadirkan simbol-simbol dari berbagai tradisi agama, yang menciptakan lapisan-lapisan makna yang kompleks:
"Aku Alpha dan Omega
Kini Yang lampau Dan akan jadi"
Penyair memulai dengan mengutip frasa dari Alkitab Kristen yang merujuk pada keberadaan Allah sebagai "Alpha dan Omega," yang berarti Yang Awal dan Yang Akhir, mencakup segala waktu dan keberadaan. Hal ini menunjukkan bahwa subjek puisi mengidentifikasi dirinya dengan keberadaan yang abadi dan universal.
Persilangan Simbol Pedang dan Salib
"Dalamku terpentang salib
Dengan darah telah kering membeku Dalamku tersilang pedang Muhammad Dengan darah telah kering membeku Dengan mata guram hitam – Ya, aku Alpha dan Omega. Yang lampau Kini Dan akan jadi"
Simbolisme dari agama-agama besar seperti Kristen dan Islam terlihat dalam penggambaran salib dan pedang. Salib melambangkan pengorbanan dan penderitaan Kristus, sementara pedang Muhammad mewakili keberanian dan kejujuran dalam melawan ketidakadilan. Kedua simbol ini digambarkan terpasang dalam subjek puisi, menunjukkan kesatuan dalam perjuangan spiritual dan perlawanan terhadap kezaliman.
Refleksi tentang Eksistensi dan Penyerahan
"Napasku mendesah lepas
Aku hilang terbenam Aum mani padme hum! Aku hilang terbenam"
Penyair mengeksplorasi tema-tema eksistensial dan penyerahan diri dalam bait-bait ini. "Aum mani padme hum" merupakan mantra Buddha yang terkenal, sering kali diinterpretasikan sebagai doa untuk mencapai pencerahan. Penyair menggunakan mantra ini untuk mengekspresikan momen pencerahan atau penghilangan diri yang mendalam dalam pencarian makna eksistensi.
Penutup yang Penuh Makna
"Kemudian laksana seorang pengecut
Aku serahkan kembali diriku kepadamu Aku bayang-bayangmu sejak matahari setinggi tegak jatuh di bawah telapak kaki Tapi aku bumimu tempatmu tegak terban aku terban juga dikau Menyerahlah, dalam penyerahan tercekam juga kemenangan dalam penyerahan kecambah menjadi hijau Amin!"
Puisi ini ditutup dengan tema penyerahan diri yang penuh makna. Penyair menggambarkan proses penyerahan diri kepada yang Ilahi atau yang lebih besar dari diri sendiri sebagai sebuah kemenangan sejati. Analogi tentang "terban" atau pengorbanan yang sama antara subjek puisi dan yang Ilahi menunjukkan persatuan yang mendalam antara manusia dan penciptanya.
Kesimpulan: Pesan Filosofis dan Spiritual
Puisi "Khudi" tidak hanya menggambarkan perjalanan spiritual individu, tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan tentang eksistensi, pengorbanan, dan penyerahan diri. Dengan menggunakan simbol-simbol dari berbagai tradisi agama, penyair berhasil menciptakan sebuah karya yang universal dalam tema-tema spiritualitas manusia.
Melalui bait-bait yang penuh dengan makna dan imajinasi, Harijadi S. Hartowardojo menggambarkan perjalanan spiritual yang menginspirasi dan memprovokasi pemikiran tentang arti sejati dari keberadaan manusia dalam hubungannya dengan yang Ilahi.
Puisi: Khudi
Karya: Harijadi S. Hartowardojo
Biodata Harijadi S. Hartowardojo:
- Harijadi S. Hartowardojo (nama lengkap: Harjadi Sulaiman Hartowardojo / EyD: Hariyadi Sulaiman Hartowardoyo) lahir pada tanggal 18 Maret 1930 di Desa Ngankruk Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia.
- Harijadi S. Hartowardojo meninggal dunia pada tanggal 9 April 1984 di Jakarta, Indonesia (dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia).
- Harijadi S. Hartowardojo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 1950-an.