Puisi: Kafetaria Tanjungkarang (Karya Fitri Yani)

Puisi "Kafetaria Tanjungkarang" menghadirkan keindahan dalam rutinitas keseharian, mengeksplorasi kehilangan, nostalgia, dan kebersamaan melalui ....
Kafetaria Tanjungkarang

di sebuah musim yang mungkin biasa saja
kau akan tiba pada gigil peristiwa di mana
orang-orang dengan dada ringkih tak lagi
merasa lengkap

saat itu, pintu rumah akan lebih sering terkunci
orang-orang akan membanting kursi, membakar
bantal guling sambil sesekali mengintip bulan
dari balik tirai jendela yang setengah terbuka

kau atau pun aku, mungkin akan kehilangan
suara asli karena tenggorokan kita begitu sesak
dengan kata-kata yang tak sempat terlantun
sebagai sebait pantun

lalu perlahan kau akan memasuki tiap pintu
yang kubiarkan terbuka, akan kutandai semua
harta pusaka di tubuhku hingga kita akan merasa
telah saling mencintai sekaligus melupakan

akan menjadi silamlah seluruh sajak leluhur
yang sempat kaubaca di bandar kota ini

sementara ada pintu lain di tubuhku
yang masih terkunci, tak bisa kaumasuki

aku akan berlari menembus hujan
singgah di sebuah kafe,
memesan secangkir teh hangat
sambil mengirimimu sederet pesan;

tafsirlah sendiri yang berharga dari senda gurau
karena sesekali, aku ingin berjalan tanpa kamu
menapaki jalanan selepas hujan
menepuk bahu setiap orang di selasar pasar
mencari alamat yang tak pernah pasti
serta memaknai yang tak terkatakan dalam puisi

di meja yang telah disinggahi ratusan remaja
akan kubacakan kilasan peristiwa yang biasa

hingga setiap yang datang akan memesan menu masa silam
dengan sedikit rayuan cengeng dan cerita adat yang pucat

kepada pelayan kafe aku akan bercerita tentang kamu
tenunan tapis, aroma bunga kopi dan lantunan sagata
mungkin pelayan itu akan menuangkan air mata di gelasku
lalu berujar, maafkan anak saya, dia memang seorang penyair

barangkali pelayan itu adalah leluhurmu, Tanjungkarang.


Bandar Lampung, Maret 2009

Sumber: Dermaga Tak Bernama (2010)

Catatan:
Sagata: adalah salah satu jenis puisi/pantun tradisi Lampung yang lazim di kalangan etnik Lampung digunakan dalam acara-acara yang sifatnya bersukaria.

Analisis Puisi:
Puisi "Kafetaria Tanjungkarang" karya Fitri Yani mengeksplorasi kehidupan sehari-hari dalam sebuah kafetaria di Tanjungkarang dengan cermat. Puisi ini menghadirkan atmosfer keseharian yang diwarnai oleh kebiasaan, kehilangan, dan nostalgia.

Latar Tempat dan Waktu: Puisi ini memperkenalkan latar waktu dan tempat yang spesifik, yaitu Tanjungkarang, menciptakan suasana lokal dan meresapnya aroma kehidupan sehari-hari di sana.

Atmosfer Keseharian yang Biasa: Puisi menggambarkan suasana yang mungkin biasa dalam musim tertentu. Penyair menghadirkan gambaran seputar keseharian, seperti orang-orang yang membanting kursi dan membakar bantal guling, menciptakan kesan kehilangan dan kekosongan.

Kehilangan dan Lupa: Ada tema kehilangan dan lupa dalam puisi ini. Orang-orang menjadi kurang lengkap, dan tenggorokan sesak dengan kata-kata yang tak terlantun sebagai metafora dari kehilangan dan ketidaklengkapan.

Simbolisme Pintu: Pintu-pintu yang dibuka dan ditandai di tubuh penyair mungkin melambangkan perasaan terbuka terhadap hubungan dan pengalaman hidup. Namun, ada pintu yang masih terkunci, menciptakan gambaran misteri atau ketidakpastian.

Kafe sebagai Ruang Nostalgia: Kafe menjadi tempat untuk mengenang dan memaknai kisah-kisah masa silam. Ada sentuhan nostalgia dan kenangan yang menyatu dengan pemandangan sehari-hari di kafe tersebut.

Puisi sebagai Sarana Komunikasi: Pesan-pesan yang dikirim oleh penyair melalui pesan kepada orang yang dicintai menunjukkan bahwa puisi menjadi sarana komunikasi yang penuh rasa dan makna, meskipun dalam keadaan terpisah.

Perpaduan Tradisi dan Modernitas: Puisi menggabungkan unsur tradisional, seperti tenunan tapis dan aroma bunga kopi, dengan realitas keseharian yang lebih modern, seperti kilasan peristiwa biasa yang dijelaskan di kafe.

Peran Pelayan dan Hubungannya dengan Tanjungkarang: Pelayan kafe mungkin diasosiasikan dengan leluhur atau warisan Tanjungkarang, memberikan nuansa spiritual dan kesinambungan budaya dalam keseharian.

Puisi "Kafetaria Tanjungkarang" menghadirkan keindahan dalam rutinitas keseharian, mengeksplorasi kehilangan, nostalgia, dan kebersamaan melalui gambaran yang penuh warna. Fitri Yani sukses menciptakan atmosfer yang kaya akan makna, mengajak pembaca untuk merenung tentang arti kehidupan sehari-hari yang sering terabaikan.

Fitri Yani
Puisi: Kafetaria Tanjungkarang
Karya: Fitri Yani

Biodata Fitri Yani:
  • Fitri Yani lahir pada tanggal 28 Februari 1986 di Liwa, Lampung Barat, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.