Puisi: Jemu (Karya Harijadi S. Hartowardojo)

Puisi "Jemu" karya Harijadi S. Hartowardojo menggambarkan rasa lelah dan kejenuhan yang mendalam terhadap kehidupan yang monoton dan berulang.
Jemu

Kenangan pada awan
tak jadi hujan

Biduk bulat ini
dikayuh berputar-putar
sekitar sumbu.
Pantai mendampar diri
jemu memandang permainan ini
memanggil ombak
juga tidak berdaya
mengajak biduk agak beranjak

Matahari ikut juga
diam tercapak di langit tidak bertepi
tiada kuasa menahan lari
panas yang memancar meninggalkannya

Hanya kerang
yang dilempar ombak ke tepi
masih bisa merindu benam
dan lari kembali masuk ke air untuk
diulang lempar
ke atas pasir selalu haus

Jadi,
baik diakhiri saja begini:
kita terjun ke air asin ini
sedapat bisa mengapung ke pulau itu
mengikuti ombak yang lari dari pantai.

Sumber: Zenith (Juni, 1951)

Analisis Puisi:

Puisi "Jemu" karya Harijadi S. Hartowardojo menggambarkan rasa lelah dan kejenuhan yang mendalam terhadap kehidupan yang monoton dan berulang. Puisi ini menggunakan berbagai simbol alam untuk menyampaikan perasaan stagnasi dan keinginan untuk perubahan atau pelarian.

Tema Utama

  • Kejenuhan dan Stagnasi: Tema utama puisi ini adalah kejenuhan yang dirasakan oleh penyair terhadap rutinitas dan siklus kehidupan yang tidak berubah. Biduk yang berputar-putar di sekitar sumbu dan pantai yang mendampar diri merupakan metafora dari kehidupan yang terus berulang tanpa tujuan yang jelas.
  • Keinginan untuk Pelarian: Terdapat juga tema keinginan untuk melarikan diri dari kejenuhan tersebut, yang digambarkan melalui ajakan untuk "terjun ke air asin" dan "mengikuti ombak yang lari dari pantai". Ini menunjukkan keinginan untuk mencari perubahan atau petualangan baru yang bisa memberikan arti atau gairah dalam hidup.

Struktur dan Gaya Bahasa

  • Simbolisme Alam: Harijadi menggunakan simbolisme alam untuk menyampaikan perasaan dan pikiran penyair. Awan yang tidak menjadi hujan melambangkan harapan atau potensi yang tidak terwujud. Biduk yang berputar-putar dan pantai yang mendampar diri menggambarkan siklus kehidupan yang membosankan. Matahari yang tidak berdaya menahan panas yang meninggalkannya menunjukkan ketidakmampuan untuk mempertahankan semangat atau gairah hidup.
  • Kontras Antara Gerakan dan Kemandekan: Puisi ini juga memperlihatkan kontras antara gerakan dan kemandekan. Ombak yang memanggil biduk namun tidak berdaya mengajak beranjak, serta matahari yang diam tercapak, menunjukkan bahwa meskipun ada elemen yang mencoba menggerakkan kehidupan, mereka tetap tidak mampu melawan kejenuhan yang mendalam.

Interpretasi

Puisi "Jemu" mencerminkan perasaan stagnasi dan ketidakpuasan dengan kehidupan yang terasa tidak berubah dan membosankan. Penyair menggunakan berbagai elemen alam untuk menggambarkan bagaimana harapan dan usaha sering kali tidak membuahkan hasil yang diinginkan, dan bagaimana kejenuhan dapat membuat seseorang merasa terperangkap dalam rutinitas yang tidak berarti.

Puisi "Jemu" karya Harijadi S. Hartowardojo adalah refleksi mendalam tentang kejenuhan dan ketidakpuasan terhadap kehidupan yang monoton. Dengan penggunaan simbolisme alam yang kuat, penyair berhasil menggambarkan perasaan stagnasi dan keinginan untuk perubahan. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang siklus kehidupan yang berulang dan bagaimana kejenuhan dapat mempengaruhi pandangan kita terhadap hidup. Harapan untuk melarikan diri dari kejenuhan tersebut menjadi panggilan untuk mencari makna baru dan petualangan dalam perjalanan hidup.

Harijadi S. Hartowardojo
Puisi: Jemu
Karya: Harijadi S. Hartowardojo

Biodata Harijadi S. Hartowardojo:
  • Harijadi S. Hartowardojo (nama lengkap: Harjadi Sulaiman Hartowardojo / EyD: Hariyadi Sulaiman Hartowardoyo) lahir pada tanggal 18 Maret 1930 di Desa Ngankruk Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia.
  • Harijadi S. Hartowardojo meninggal dunia pada tanggal 9 April 1984 di Jakarta, Indonesia (dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia).
  • Harijadi S. Hartowardojo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 1950-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.