Puisi: Iklan-Iklan Pucat (Karya Frans Nadjira)

Puisi "Iklan-Iklan Pucat" karya Frans Nadjira memberikan pandangan kritis terhadap budaya konsumerisme, ketidakpedulian terhadap lingkungan, dan ...
Iklan-Iklan Pucat


Iklan-iklan pucat menggigil memeluk pohon
Wajah-wajah tak berjiwa melekat di pohon.
Hanya bisa melirik ketika seekor anjing jantan
mengangkat kaki belakangnya 
Kemudian berlari ke seberang jalan.

Tak ada hal penting yang mereka wartakan
Kecuali kata-kata tertekan
Dan wajah-wajah sepucat mayat
Terpanggang sinar terik matahari.

Tak ada hal penting
Tak ada pihak yang pantas dipersalahkan.
Ketika paku menikam jantung pepohonan
Ketika air mata meleleh dari celah tulang rusuk.

Orang tamak tetap pada jalannya
Mereka yakin dapat menggeser gunung batu
Dapat merobah malam menjadi siang
Merobah padam jadi nyala.

Pepohonan dan iklan-iklan pucat
Tercekik haus dan lapar sepanjang tahun.
Seperti ular melata di batu cadas
Melirik rajawali di angkasa berhias awan.


Analisis Puisi:
Puisi "Iklan-Iklan Pucat" karya Frans Nadjira menggambarkan kritik sosial terhadap keadaan masyarakat yang terjebak dalam konsumerisme dan ketidakpedulian terhadap lingkungan.

Metafora dan Simbolisme: Frans Nadjira menggunakan metafora dan simbolisme untuk menyampaikan kritik terhadap iklan-iklan yang dianggap "pucat." Iklan yang seharusnya mencolok dan menarik perhatian, diwakili sebagai wajah-wajah tak berjiwa yang melekat di pohon. Simbol pohon mewakili alam yang terjebak dan terhimpit oleh pengaruh iklan.

Ketidakbermaknaan Iklan: Puisi ini menyoroti kekosongan dan ketidakbermaknaan iklan. Walaupun iklan-iklan tersebut melekat pada pohon, namun mereka tidak memiliki pesan yang substansial atau penting. Bahkan, iklan tersebut hanya dapat melirik ketika terjadi kejadian yang sederhana, seperti anjing mengangkat kaki dan berlari.

Kritik terhadap Konsumerisme: Frans Nadjira secara implisit mengkritik budaya konsumerisme yang terlalu menekankan pada materi dan tampilan visual. Iklan-iklan yang pucat mencerminkan masyarakat yang terlalu terpaku pada citra tanpa mempertimbangkan nilai-nilai yang lebih dalam.

Wajah-Wajah Sepucat Mayat: Deskripsi wajah-wajah sepucat mayat memberikan gambaran kematian dan kehilangan kehidupan pada iklan-iklan tersebut. Ini bisa diartikan sebagai kritik terhadap dehumanisasi dalam dunia periklanan.

Ketidakpedulian terhadap Lingkungan: Puisi menyiratkan ketidakpedulian terhadap lingkungan dengan menggambarkan iklan-iklan yang melekat pada pohon, menyebabkan pepohonan tercekik haus dan lapar sepanjang tahun. Ini bisa dianggap sebagai gambaran dari dampak negatif aktivitas manusia terhadap alam.

Orang Tamak: Frans Nadjira menyoroti sifat tamak dan ambisi manusia yang terus berlanjut, meskipun alam dan lingkungan sekitar mengalami dampak negatif. Orang tamak dianggap yakin dapat mengubah segalanya, tetapi dalam realitasnya, ini hanya menjadi ilusi.

Ritme dan Struktur Puisi: Puisi ini memiliki ritme yang cukup mantap dan struktur yang sederhana, tetapi memadukan kata-kata yang kuat untuk menyampaikan pesan. Gaya bahasa yang digunakan memberikan nada kritis dan menggambarkan suasana sepi dan tanpa harapan.

Keabadian: Pepohonan yang tercekik haus dan lapar sepanjang tahun dapat diartikan sebagai perlambangan keabadian, di mana lingkungan terus menderita tanpa mendapatkan solusi atau pemahaman dari manusia.

Puisi "Iklan-Iklan Pucat" karya Frans Nadjira memberikan pandangan kritis terhadap budaya konsumerisme, ketidakpedulian terhadap lingkungan, dan kebutaan manusia terhadap dampak negatif dari perilaku konsumtifnya. Melalui imaji dan metafora yang kuat, puisi ini membangun naratif yang mengeksplorasi sisi kelam dari kehidupan modern.

Frans Nadjira
Puisi: Iklan-Iklan Pucat
Karya: Frans Nadjira

Biodata Frans Nadjira
  • Frans Nadjira lahir pada tanggal 3 September 1942 di Makassar, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.