Dua Tangisan
ia mendengar tangis seorang anak kecil
dari balik rimbun pohon rambutan
– selemparan batu darinya
ia juga mendengar seseorang menabuh tambur
dari balik tembok tanah lapang itu
suara nyanyian: ”ada manus…ada manus…”
– dua setengah lemparan batu darinya
sebelum ia menutup pintu
menguncinya dua putaran
di kamar tidur
ia dengar kembali tangisan anak kecil itu
– kali ini bercampur tawa
ia mengendus bau kemenyan terbakar
harum tipis air mawar
di dalam tidur ia menangis
dan pelan-pelan meninggalkan kamarnya
menuju pohon rambutan dan bersandar
ia ingin menangis sembari memetik gitar
– atau menabuh tambur
agar tangisan itu menjadi lebih indah
dari nyanyian kematian
ia terbangun
dan tak pernah bisa kembali
hanya bisa memandangi kamarnya
pohon rambutan ini telah meranggas
tapi tangisnya telah dewasa
tak butuh petikan gitar
– atau suara tambur
tapi sebelum tangisnya reda ia melihat
seorang anak kecil menutup pintu
menguncinya dua putaran
dari dalam kamarnya ia mendengar
anak itu bermain pianika
lagu hujan dari masa kanaknya dulu
lagu sepatu dan sepeda
lagu alang-alang
ia merasa kanak dan bahagia
dalam guci abu.
2011
Puisi: Dua Tangisan
Karya: Zen Hae