Puisi: Daun Gugur (Karya Dwiarti Mardjono)

Puisi "Daun Gugur" mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa meskipun hidup penuh dengan perubahan yang tak terduga dan kehilangan, ada keindahan ...
Daun Gugur
(— kepada Suami dan Amerta serta Airlangga anak-anakku)

bergantian sesal dan pasrah datang dan pergi
hampir kami tiada menyadari
adalah karna dungu kami
membiarkannya merayapi
saat-saat istirah kami

konon hikmah bagi sepasang manusia
menerima pahala dan nikmat
yang tiba di haribaan pagi hari
hakekat cita dan cinta
bahagianya kehidupan
buah hati kami
buah cinta kami
tetapi, ah, keberangkatan itu terlampau segera
dan memang tiada akan pernah kita mengerti semua
segalanya telah berlalu
segalanya telah berlaku

kadang masih menyisip ketakutan
bayangan tanah kering
atau gurun yang berpasir semata
tiadalah daya kami.

sampai akhirnya datang kedamaian
yang membelai dan memanjakan
kami terima segalanya
karna kerelaan adalah paling mulia
dan lembaran kami kini
catatan harapan-harapan.

Surabaya, 1961

Sumber: Tonggak 2 (1987)

Analisis Puisi:

Puisi "Daun Gugur" karya Dwiarti Mardjono menggambarkan perjalanan emosional manusia dalam menghadapi kehilangan, ketidakpastian, dan penerimaan. Dalam puisi ini, Dwiarti menggunakan metafora "daun gugur" untuk menyimbolkan perasaan pasrah dan sesal yang datang silih berganti dalam kehidupan manusia.

Kehilangan dan Penyesalan

Puisi ini dimulai dengan gambaran tentang perasaan sesal dan pasrah yang datang dan pergi, "bergantian sesal dan pasrah datang dan pergi". Di sini, Dwiarti menangkap dinamika emosi yang sering dialami manusia ketika menghadapi peristiwa kehilangan atau perubahan yang tidak terduga. Ada perasaan dungu, karena membiarkan situasi merayapi "saat-saat istirah kami." Kata "istirah" mungkin merujuk pada momen-momen damai atau kebahagiaan dalam hidup, yang tiba-tiba dirusak oleh perasaan kehilangan yang tidak disadari.

Cinta dan Kehidupan yang Sementara

Bagian berikutnya dari puisi ini menggambarkan hikmah yang diterima oleh sepasang manusia. "Hikmah bagi sepasang manusia menerima pahala dan nikmat," menyiratkan bahwa kehidupan memberikan banyak berkah, termasuk cinta dan cita-cita, yang merupakan buah dari hati dan cinta mereka. Namun, Dwiarti juga mengingatkan bahwa segala kebahagiaan ini bersifat sementara, "tetapi, ah, keberangkatan itu terlampau segera." Kegembiraan yang mereka rasakan tampaknya singkat, meninggalkan kesan bahwa segala sesuatu telah berlalu, dan bahwa manusia tidak akan pernah sepenuhnya memahami atau mengendalikan semua hal yang terjadi dalam hidup.

Ketakutan dan Ketidakpastian

Dwiarti kemudian memperlihatkan perasaan takut yang masih ada, "kadang masih menyisip ketakutan." Bayangan tanah kering atau gurun yang berpasir mungkin menggambarkan kekosongan atau ketidakpastian dalam hidup, yang sering kali menimbulkan ketakutan. Ini mencerminkan ketidakberdayaan manusia dalam menghadapi masa depan yang tidak pasti.

Penerimaan dan Kedamaian

Namun, puisi ini tidak berakhir dalam kesedihan atau ketakutan. Dwiarti menutup dengan gambaran tentang kedamaian yang akhirnya datang, "datang kedamaian yang membelai dan memanjakan." Penerimaan menjadi kunci bagi pasangan tersebut untuk menemukan kedamaian batin. Mereka menerima segala hal dengan kerelaan, yang dianggap Dwiarti sebagai kebajikan tertinggi, "karna kerelaan adalah paling mulia." Pada akhirnya, lembaran hidup mereka menjadi "catatan harapan-harapan," menunjukkan bahwa melalui penerimaan, mereka menemukan harapan baru dan kedamaian.

Puisi "Daun Gugur" adalah meditasi mendalam tentang siklus kehidupan, perasaan kehilangan, dan pentingnya penerimaan. Dwiarti Mardjono menggunakan simbolisme alam, seperti daun gugur, untuk menggambarkan ketidakpastian dan kefanaan hidup manusia. Meskipun kita tidak bisa mengendalikan apa yang terjadi, melalui penerimaan, kita dapat menemukan kedamaian dan harapan baru.

Dwiarti mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa meskipun hidup penuh dengan perubahan yang tak terduga dan kehilangan, ada keindahan dalam kerelaan dan penerimaan. Hidup, seperti daun yang gugur, mungkin tampak sekejap, tetapi dalam prosesnya, ada hikmah dan kedamaian yang dapat ditemukan jika kita bersedia untuk menerima segalanya dengan hati yang terbuka.

Dwiarti Mardjono
Puisi: Daun Gugur
Karya: Dwiarti Mardjono

Biodata Dwiarti Mardjono:
  • Dwiarti Mardjono lahir pada tanggal 10 Agustus 1935 di Cilacap, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.