Puisi: Burung Hantu (Karya A. Muttaqin)

Puisi "Burung Hantu" karya A. Muttaqin mengajak pembaca untuk merenungkan makna kegelapan, tawa, cinta, dan penerimaan dalam hidup.
Burung Hantu

Aku melihatmu
terbang, melayang, tanpa beban.

Sayap dan bulu bukan bagianmu
tapi kelebatmu lebih ringkih dari buih dan mimpi.

Aku mencintaimu sedalam malam,
seluas insomnia, sebab kau wujud yang
mengajari aku menjauh dari bias cahaya.

Tidak. Tidak. Aku barangkali tidak mencintaimu.

Tapi mencintai sebagian diriku yang terangkut
lubangmu. Yakni, wujud busuk, tawa buruk
juga belatung penguk yang membuat bangkai
dan sampah-sampah di bumi terurai.

Aku bersyukur kita lahir dari kaki dan kotoran.

Agar yang suci terlindung
dan yang bersih terpalung.

Maka, seperti dirimu, diam-diam
kubenamkan bulu-bulu putihku
pada asap gelap, meniru Eyang Sumirang
yang dibuang ke kobaran api.

Tidak. Tidak. Tak berhak kubandingkan diri
dengan Eyang Sumirang yang teguh dan tenang
menggenggam tarkhim Ibrahim yang goyang.

Tarkhim itulah yang terus kulagukan
tak peduli bulan terang atau tak terang.

Aku terus melagu, walau laguku terdengar buruk
dan membusuk di kuping kaum pengkuh.

Aku terus melagu, bahkan ketika kawanku
anjing-anjing pincang dan kucing malang itu digiring
regu berseragam karena meniru laguku kelam.

Tidak. Tidak. Tak ada yang lebih kelam dari tawamu.

Aku mencintaimu dan mencintai tawamu
yang hitam. Aku menepi ke tempat-tempat tinggi
dan sepi, agar bisa terus mencintai tawamu
yang merawat tarkhim yang ditekuk kawanan
serigala berbulu unta. Maka teruslah tertawa.

Datangilah orang-orang malang
dan tak berdaya dengan tawamu.

Boleh kau ajak kolega atau kawan kentalmu,
misalnya gunderuwo, wewe gombel, gendul pringis,
memedi, banaspati, demit, pocong, jenglot,
jerangkong, kemamang, oyot nimang, kubur bajang,
begejil, tuyul, weleg, kuntilanak dan sikil telu.

Bimbing orang-orang susah menertawai dunia.
Ajari mereka meniup lapar dengan
harapan dan nomer-nomer semu.

Ajari mereka menertawai diri
agar tak gampang pura-pura
menjadi suci atas segala tipu-daya busuk itu.

Tidak. Tidak. Tak boleh sekali-kali
mengutuk dan menyebut mereka sebagai busuk
hanya karena tabiat mereka makin bikin geli.

Bukankah yang demikian itu membuat kita
kuat menertawai diri dan mencintai
dengan cara sembunyi?


2014

Analisis Puisi:
Puisi "Burung Hantu" karya A. Muttaqin adalah sebuah karya sastra yang sarat dengan simbolisme dan makna mendalam. Puisi ini membahas tema-tema seperti cinta, kegelapan, kehidupan, dan tawa dalam sebuah gaya yang puitis. Dalam analisis ini, kita akan menjelajahi berbagai aspek kunci dalam puisi ini.

Burung Hantu sebagai Simbolisme: Dalam puisi ini, burung hantu muncul sebagai simbol utama. Burung hantu sering dikaitkan dengan kegelapan, kebijaksanaan, dan keberanian dalam berbagai budaya. Di sini, burung hantu mewakili sesuatu yang misterius dan tidak lazim, yang sering kali diabaikan oleh orang lain.

Makna Tawa dalam Kehidupan: Puisi ini menggambarkan pentingnya tawa dalam kehidupan. Meskipun tawa tampak gelap dan kelam seperti burung hantu, itu merupakan hal yang penting untuk dihargai. Tawa adalah cara untuk mengatasi kegelapan dan kesulitan dalam hidup.

Keberadaan yang Tersembunyi: Penyair mencintai bagian dari dirinya yang "terangkut lubangmu." Ini dapat diartikan sebagai pengakuan akan kelemahan, kerentanan, dan sisi gelap dalam diri manusia. Terkadang, cinta kita untuk orang lain juga mencakup bagian yang paling tersembunyi dan tidak sempurna dalam diri mereka.

Pemaknaan Spiritual: Puisi ini juga mengandung elemen spiritual. Ada referensi kepada "Eyang Sumirang" dan "tarkhim Ibrahim," yang mungkin menggambarkan ketenangan spiritual dan keteguhan dalam iman. Ini menunjukkan bahwa dalam kehidupan yang penuh dengan kegelapan, seseorang dapat mencari cahaya dalam keyakinan spiritual.

Ajakan kepada Orang Lain: Penyair mengajak orang untuk berbagi tawanya, bahkan dengan mereka yang mungkin memiliki kehidupan sulit atau penuh kesulitan. Ini adalah panggilan untuk empati dan solidaritas, untuk bersama-sama menertawai kehidupan yang sulit.

Penerimaan Diri dan Orang Lain: Puisi ini menekankan pentingnya menerima diri sendiri dan orang lain, bahkan dengan segala kekurangan dan sisi gelapnya. Ini adalah pesan yang kuat tentang cinta tanpa syarat dan penerimaan dalam semua keadaan.

Bahasa dan Gaya Puisi: Penyair menggunakan bahasa yang indah dan puitis dalam puisi ini. Ia menciptakan citra-citra yang kuat dan gaya bahasa yang kaya untuk menyampaikan maknanya. Penggunaan kata-kata seperti "hitam" dan "kelam" memberikan nuansa kegelapan dan misteri yang kuat dalam puisi ini.

Puisi "Burung Hantu" karya A. Muttaqin adalah karya sastra yang mendalam dan misterius. Dalam kata-kata dan simbolisme yang digunakan, penyair mengajak pembaca untuk merenungkan makna kegelapan, tawa, cinta, dan penerimaan dalam hidup. Puisi ini mengingatkan kita bahwa bahkan dalam keadaan yang paling gelap, kita dapat menemukan cahaya dan kebijaksanaan jika kita bersedia melihat lebih dalam.

A. Muttaqin
Puisi: Burung Hantu
Karya: A. Muttaqin

Biodata A. Muttaqin:
  • A. Muttaqin lahir pada tanggal 11 Maret 1983 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.