Puisi: Tak Ada Lagi di Kampungku (Karya Syamsu Indra Usman)

Puisi "Tak Ada Lagi di Kampungku" menjadi medium untuk menyuarakan keprihatinan terhadap perubahan budaya yang terjadi di kampung. Dengan merinci ...
Tak Ada Lagi di Kampungku

Di kampungku tak ada lagi
Laki-laki bernama Muslim
Bernama Mukmin ataupun Abdullah
Yang ada bernama Regen bernama Ronaldo
Atau Viktor
Di kampungku tak ada lagi
Perempuan bernama Amina
Yang ada bernama Diana bernama Else
Atau pun Wilhelmina
Akar tradisi adat mereka tinggalkan
Menyongsong modernisasi zaman
Kaset porno tari ngebor ekstasi narkoba
Ganja minuman keras perampokan pemerkosaan
Pembunuhan menjadi berita setiap hari
Langgar dan surau menjadi sarang kelelawar
Harta tahta wanita menjadi dambahan sebagai dewa
Melupakan sanak dan keluarga
Perempuan-perempuan desa memilih urban ke kota
Dan enggan kerja di sawah

Lubuk Puding, 2003

Sumber: Bisikan Malaikat (2012)

Analisis Puisi:
Puisi "Tak Ada Lagi di Kampungku" karya Syamsu Indra Usman menyajikan sebuah refleksi pahit tentang perubahan sosial dan budaya di suatu kampung.

Pergeseran Nama-Nama: Puisi dimulai dengan menyebutkan bahwa di kampungnya tidak ada lagi laki-laki bernama Muslim, Mukmin, atau Abdullah. Ini menggambarkan pergeseran dari nama-nama yang memiliki makna agama dan tradisional ke nama-nama modern dan mungkin terinspirasi oleh budaya Barat seperti Regen, Ronaldo, atau Viktor. Hal ini mencerminkan transformasi nilai-nilai lokal.

Perubahan Tradisi dan Modernisasi: "Akar tradisi adat mereka tinggalkan" menyiratkan bahwa generasi baru di kampung meninggalkan nilai-nilai dan tradisi adat yang telah ada selama bertahun-tahun. Modernisasi dan perubahan budaya menjadi katalisator perubahan ini.

Dampak Negatif Modernisasi: Puisi menyuarakan keprihatinan terhadap dampak negatif modernisasi dengan merinci sejumlah masalah seperti kaset porno, narkoba, ganja, minuman keras, perampokan, pemerkosaan, dan pembunuhan yang menjadi berita sehari-hari. Ini menunjukkan bahwa perubahan ini membawa konsekuensi serius dan merusak bagi masyarakat kampung.

Kehilangan Nilai-Nilai Tradisional: Penyebutan bahwa langgar dan surau menjadi sarang kelelawar menandakan kehilangan tempat ibadah dan nilai-nilai agama. Puisi menciptakan gambaran bahwa budaya dan moralitas yang dulu dijunjung tinggi kini terpinggirkan.

Migrasi dari Desa ke Kota: Puisi menyebutkan bahwa perempuan-perempuan desa memilih untuk pindah ke kota dan enggan bekerja di sawah. Ini mencerminkan migrasi penduduk dari daerah pedesaan ke perkotaan karena dorongan modernisasi dan perubahan ekonomi.

Pemisahan dari Sanak dan Keluarga: Baris "Melupakan sanak dan keluarga" mengindikasikan terjadinya pemisahan sosial dan keluarga akibat perubahan budaya dan prioritas hidup yang berubah.

Kritik terhadap Materialisme: Puisi menciptakan citra bahwa "Harta tahta wanita menjadi dambahan sebagai dewa," menyoroti penekanan pada materi dan kemewahan yang mungkin menggantikan nilai-nilai tradisional dan spiritual.

Kritik terhadap Pilihan Perempuan: Pemilihan perempuan untuk meninggalkan tradisi dan bergerak ke arah urbanisasi dianggap sebagai pilihan yang mengecewakan dan tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya lokal.

Puisi "Tak Ada Lagi di Kampungku" menjadi medium untuk menyuarakan keprihatinan terhadap perubahan budaya yang terjadi di kampung. Dengan merinci pergeseran nama-nama, hilangnya nilai-nilai tradisional, dan dampak negatif modernisasi, Syamsu Indra Usman menghadirkan gambaran yang menggugah kesadaran tentang tantangan yang dihadapi oleh masyarakat desa dalam menghadapi arus perubahan zaman.

Puisi
Puisi: Tak Ada Lagi di Kampungku
Karya: Syamsu Indra Usman

Biodata Syamsu Indra Usman:
  • Syamsu Indra Usman lahir pada tanggal 12 Oktober 1956 di Lahat, Sumatera Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.