Puisi: Mantra (Karya Mahdi Idris)

Puisi "Mantra" karya Mahdi Idris menciptakan suasana magis dan mistis, mengundang pembaca untuk merenungkan tentang kekuatan kata-kata, kenangan, ....
Mantra


Bacalah mantra
aku rindu semangkuk kenangan
berenang dalam aksara keramat
kau namai mantra

Menjelang riuh subuh kau tikam
melumatku jadi kera
atau kunang-kunang,
biar aku beku di bukit salju.

Lalu bacalah
mantra di ubunku
wajah, sampai ke ujung kaki.

Ulangi lagi mantra kau bacai dulu:
O, pawang hitam pemilik jahannam
datanglah bersama kuda
bawanya ke awang, menaiki bukit durja
murkamu dia jadi benci
cintamu dia jadi gila,
cintanya mabuk kepayang.
Asap dupa mengepul
menjelma kegelapan
luluh diriku
mabuk aku jadi gila.

Mantra, kau bacai lagi mantra
aku hilang, remuk
luruh dalam amuk angin, lenyap luka
kembali pada muasalku paling purba.


Analisis Puisi:
Puisi "Mantra" karya Mahdi Idris menciptakan suasana magis dan mistis, mengundang pembaca untuk merenungkan tentang kekuatan kata-kata, kenangan, dan transendensi. Dengan menggambarkan ritual mantra dan keterhubungannya dengan pengalaman manusia, puisi ini menyelami dimensi spiritual dan emosional.

Penggunaan Mantra sebagai Medium Transendensi: Puisi ini dibuka dengan perintah "Bacalah mantra," yang langsung menciptakan atmosfer ritual dan spiritual. Mantra di sini digunakan sebagai medium untuk mencapai tingkat transendensi atau perjalanan ke dunia yang lebih tinggi, menunjukkan bahwa puisi ini bukan hanya sekadar rangkaian kata, tetapi juga upaya untuk merangkul dimensi spiritual.

Keinginan akan Kenangan: "Aku rindu semangkuk kenangan" mengeksplorasi tema keinginan dan kerinduan akan masa lalu. Kenangan dianggap sebagai semangkuk yang bisa dinikmati dan dicerna, seakan-akan memiliki rasa dan substansi tertentu yang dapat memberikan kepuasan batin.

Transformasi melalui Mantra: Baris "Menjelang riuh subuh kau tikam / melumatku jadi kera" menciptakan gambaran transformasi atau perubahan bentuk melalui mantra. Puisi ini menggambarkan potensi mantra untuk membawa perubahan dramatis, seperti menjadi kera atau kunang-kunang, yang mungkin mencerminkan perjalanan roh atau perubahan esensi diri.

Kekuatan Magis dalam Kata-Kata: Puisi ini merujuk pada kekuatan magis dalam kata-kata dengan menciptakan mantra yang mencakup permintaan atau doa kepada pawang hitam. Deskripsi kekuatan magis ini terwujud dalam kata-kata yang mampu mengubah perasaan, pikiran, dan tindakan seseorang.

Hubungan dengan Alam dan Alam Ghaib: Gambaran "bawanya ke awang, menaiki bukit durja" dan "asap dupa mengepul" memberikan nuansa keterhubungan antara manusia, alam, dan alam ghaib. Puisi ini menghadirkan gambaran upacara atau ritual yang dilakukan di tengah alam untuk mencapai transformasi atau pencarian makna.

Keberadaan Kontras: Penggunaan kontras dalam kata-kata seperti "murkamu dia jadi benci, cintamu dia jadi gila" menciptakan ketegangan dan dinamika dalam hubungan manusia dengan kekuatan magis atau spiritual. Kontras ini juga menyoroti sifat dualistik dari pengalaman manusia.

Pencarian Identitas dan Kembali pada Asal-Usul: Puisi berakhir dengan citra "aku hilang, remuk / luruh dalam amuk angin, lenyap luka / kembali pada muasalku paling purba." Ini menyoroti tema pencarian identitas dan perjalanan roh yang membawa kembali ke akar atau muasal yang mendasari eksistensi manusia.

Puisi "Mantra" karya Mahdi Idris adalah perjalanan melalui kata-kata dan ritual, menciptakan lanskap spiritual yang memikat dan mengundang pembaca untuk menjelajahi makna di balik kata-kata puitis. Puisi ini menggabungkan elemen mistis, keinginan akan kenangan, dan kekuatan transformasi dalam suatu karya yang sarat dengan makna dan simbolisme.

Puisi
Puisi: Mantra
Karya: Mahdi Idris

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.