Kau Terhenti di Pusaran Gelombang
Kau turun dari gunung nestapa. Lalu menelusuri jejak
kelam lembah, menyeberangi sungai, dan menuju
muara terdalam. Di situ kau temukan cangkang tiram
yang mejanjikan mutiara. Cahayanya menyilaukan mata.
Kau melautkan diri dalam seretan ombak musim barat.
Tubuhmu terlempar sauh jauh dari dermaga. Kau berenang
ke tepian, menyucikan tubuh dari balutan pasir.
Kau berdiri di atas geladak sebuah kapal. Lalu meneriaki
diri sebagai pelayar, mengarungi samudera luas. Waktu
mendekapmu, membawa benang-benang kusut yang siap
kaupintal kembali. Tak ada angin laut yang menghadang,
tapi kapal terobek layar dan terhenti di pusaran gelombang.
Di laut itu, kau khitbah buih yang berserak
di atas geladak, menyimpannya dalam sekantung air mata,
lantas kau bawa ke dermaga. Meneriakkan siul angin
yang menampar wajahmu dalam gelimang ragu.
Kau kembali ke laut, terhenti di pusaran gelombang.
Menatap langit muram, namun hujan tak pernah turun
selama pelayaran. Nakhoda komat-kamit membacakan doa.
Siapa yang salah, kau atau badai yang datang tiba-tiba
membawa isyarat baru bagi pelayaran.
Pondok Kates, 24 Maret 2018
Puisi: Kau Terhenti di Pusaran Gelombang
Karya: Mahdi Idris