Puisi: Angka-Angka Benci yang Datang dari Kegelapan (Karya Mahdi Idris)

Puisi: Angka-angka Benci yang Datang dari Kegelapan Karya: Mahdi Idris
Angka-Angka Benci
Yang Datang dari Kegelapan


Aku tahu ini bukan lirik sebuah lagu yang kau simpan. Tapi nostalgia yang mengingatkanmu pada hari-hari di musim hujan, ada tetes air yang mengental lalu terjatuh di bibirmu yang ragu mengecap lebih dalam sampai ke kerongkongan. Bisa saja saat itu kau melupakannya, seperti malam yang kerap benci pada kegelapan. Atau kau pergi entah kemana yang sulit ditelesuri jalan kepulangan.

Lima satu delapan satu; empat angka nomor telepon yang selalu berdengung dalam kepalamu. Kau benci, justru ia datang berkali-kali. Akhirnya kau putuskan berdiri di halaman dalam kegelapan; berteriak, memanggil anjing liar agar merobek tubuhmu lalu dibagikan pada angin malam, sampai ia mengabari bahwa kau mati dalam kegelapan.

Kini kau ingat-ingat lagi angka yang kau benci, menjadi nostalgia juga luka yang sesekali beriak dalam kepalamu. Semakin kau ingat ia justru menjauh, semakin kau melupakannya justru datang dari yang entah. Tiba-tiba muncul, menghardik, dan mengingatkanmu pada nostalgia.


Puisi: Angka-angka Benci yang Datang dari Kegelapan
Puisi: Angka-Angka Benci yang Datang dari Kegelapan
Karya: Mahdi Idris

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Kenduri Kematian Ada yang kau relakan menemuimu di bilik senja merapal segala doa membimbingmu ke surga Bagai suara lebah doa-doa itu berdenging melesat bersama…
  • Perihal Mimpi Mimpi pertama yang muncul pada usia menjelang remaja; beberapa buah manggis berjatuhan dari pohonnya dikutuk angin pagi. Lalu satu-persatu mimpiku bermunculan bag…
  • Pemimpi Sebelum kau menukasku, “Apakah kau ingin menjadi pemimpi?” Aku lebih dulu menafsirkan mimpiku padamu. Bagaimana mimpi memiliki sayap dan terbang dalam tidur.…
  • Pada Musim Itu Pada musim itu, telah gugur bunga-bunga gemetar pepohonan, angin kencang menyapu jalanan. Tapi kau masih duduk menunggu di peristirahatan, melafal ma…
  • Kampung Petani Perlahan kubuka tingkap menatap hamparan sawah ladang tempat keringat mengucur di tubuh lusuh demi harapan anak cucu Pandanganku menembus pekat kab…
  • Pertunjukan Sampai kapan kau jual karcis murahan pada kami sedang waktu datang begitu saja mengetuk dada dan kepala menjelma api yang berkobar di pintu-pintu rumah. …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.