Puisi: Adakah yang Tersisa (Karya Mahdi Idris)

Puisi "Adakah yang Tersisa" karya Mahdi Idris membangun nuansa kelembutan, introspeksi spiritual, dan penerimaan terhadap takdir. Melalui gambaran ...
Adakah yang Tersisa


Kubawa wewangi seulanga di malam tidurku
Kulayangkan 1000 mimpi agar kau terjaga
Mengingatku masih dalam gerah waktu
Menjelang pagi benderang.

Pada malam-malam lain
Aku mesti bertasbih mengirimkan
Doa-doa keselamatan untukmu
Sambil menukil zikir-zikir panjang
Dari ruang kalbu.

Adakah yang tersisa bait doa dan mimpi?
Aku sengaja membiarkannya menuju
Satu-satu ke ruang tunggu, dimana engkau
Menemuiku terakhir kali di duniamu.

Selalu yang kupinta dari-Nya
Bertahun-tahun lamanya dalam bara api
Agar kita menautkan mimpi
Dalam pertemuan kalbu.

Adakah yang tersisa dari ingatan ini?
Selain cinta dan kebencian sirna,
Aku menjengukmu dalam istirah panjang
Menjelang ajalku hanyut di arus pusara.

Pondok Kates, 3/2/2015

Analisis Puisi:

Puisi "Adakah yang Tersisa" karya Mahdi Idris menggambarkan perasaan kehilangan, harapan, dan refleksi akan makna hidup.

Wewangi Seulanga di Malam Tidurku: Penyair memulai puisi dengan menciptakan gambaran melalui kata-kata yang indah dan wangi, seperti "wewangi seulanga di malam tidurku." Ini memberikan nuansa kelembutan dan kesejukan, menciptakan suasana yang tenang.

Mimpi dan Penjagaan: Puisi menciptakan gambaran tentang penjagaan melalui mimpi. Penyair menggambarkan upaya untuk menjaga sesuatu (mungkin hubungan atau kenangan) melalui seribu mimpi. Hal ini menciptakan rasa harapan dan keberlanjutan.

Bertasbih dan Doa-doa Keselamatan: Penyair menyampaikan bahwa pada malam-malam lain, dia terlibat dalam aktivitas rohani seperti bertasbih dan mengirimkan doa-doa keselamatan. Ini menciptakan nuansa spiritualitas dan kekhusyukan dalam menjalani kehidupan sehari-hari.

Zikir-Zikir Panjang dari Ruang Kalbu: Puisi menciptakan gambaran keintiman spiritual dengan menyebutkan zikir-zikir panjang dari ruang kalbu. Ini mencerminkan upaya untuk menjaga dan memelihara hubungan batin dengan sesuatu yang lebih tinggi.

Bait Doa dan Mimpi yang Tersisa: Penyair merenung apakah ada yang tersisa dari bait doa dan mimpi yang pernah diupayakan. Pertanyaan ini menciptakan atmosfer introspeksi dan keraguan terhadap nilai atau hasil dari usaha yang telah dilakukan.

Ruangan Tunggu dan Pertemuan Terakhir: Penyair menggambarkan bahwa doa dan mimpi itu diserahkan ke ruang tunggu, tempat di mana pertemuan terakhir dengan kekasih atau sesuatu yang berharga diharapkan. Ini menciptakan nuansa pengorbanan dan penerimaan takdir.

Pinta dari-Nya Bertahun-tahun Lamanya: Puisi menyentuh tema kesabaran dan kepercayaan pada takdir. Penyair memohon kepada sesuatu yang lebih tinggi selama bertahun-tahun, menciptakan gambaran pengabdian dan keyakinan akan pertemuan dalam dunia roh.

Ingatan yang Sirna: Cinta dan Kebencian: Penyair merenungkan apakah yang tersisa dari ingatan ini, dan menjelaskan bahwa hanya cinta dan kebencian yang sirna. Ini menciptakan pemahaman akan ketidakkekalan dunia dan perasaan.

Jenguk dalam Istirah Panjang Menjelang Ajalku: Puisi ditutup dengan gambaran tentang kunjungan dalam istirah yang panjang, menunjukkan kesiapan menghadapi ajal. Ini menciptakan atmosfer kesadaran akan kehidupan dan kematian.

Puisi "Adakah yang Tersisa" karya Mahdi Idris adalah puisi yang membangun nuansa kelembutan, introspeksi spiritual, dan penerimaan terhadap takdir. Melalui gambaran-gambaran indah, penyair menciptakan kisah perjalanan jiwa yang dipenuhi dengan doa, mimpi, dan keinginan untuk bersatu dalam ruang abadi. Puisi ini memunculkan refleksi mendalam mengenai hubungan batin, ketakpastian hidup, dan akhirnya, keberanian menghadapi takdir.

Puisi
Puisi: Adakah yang Tersisa
Karya: Mahdi Idris

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Di Depan Cermin Di depan cermin ia kehilangan diri terpaksa ia kuburkan tubuh di tanah tak bertuan, di atas sisa harapan yang retak oleh waktu. Serupa banyak hal d…
  • Takdir Bukit Lihatlah bukit yang mengeja senja terbenam dedaun rumbia dibalut cahaya sebilah bulan tenggelam menangisi kehilangan malam Lihatlah bukit menghilang …
  • Darah Darah.  Senantiasa pertanda luka menyakitkan. Esok atau lusa, darah yang telah mengering, tetap darah. Takkan ubah air. Darah kami adalah darah luka maha…
  • Sang Gila Di stasiun itu aku temukan kau dalam kardus senja matamu menelanjang kubangan mimpi yang dulu kau pasrahkan orang-orang menyebutmu sang gila tak tahu diri.…
  • Samudera Pasai Barangkali, kemegahannya telah disapu badai tapi nama Meurah Silu terukir indah dalam prasasti tua. Ibnu Batutah masih menyimpan sejarah kemakmura…
  • Ajal Ruh-ruh yang diam semayam diri melepas satu-satu jerat panjang melesat tinggi ke awang-awang, tinggalkan pertapaan fana. Rayeuk Kuta, 2010 Puisi:&…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.