Puisi: Sajak 4 Seuntai (Karya Gunawan Maryanto)

Puisi "Sajak 4 Seuntai" membawa pembaca ke dalam suasana dan perasaan yang berbeda, menciptakan sebuah mozaik emosional yang kaya dan kompleks.
Sajak 4 Seuntai

(1)
kau yang menyelinap diam-diam
seluruh lampu sudah kupadamkan
kita telah memesan malam
dan merumahkan percakapan

(2)
dulu pernah kutanam sebatang cemara
di dadamu yang tenang dan damai
lalu tahun menumbangkan segalanya
tak ada yang tersisa dan sempat sampai

(3)
puisiku bertualang
tak tahu kapan pulang
mereka pergi
mencarimu di setiap sepi

(4)
kau menari di dadaku yang lengang
dengan payung mengembang
air menggenang di sela kakimu
aku mengenang setiap hela nafasmu

(5)
kesedihan tak bisa sembunyi lama-lama
malam ini ia menemu bentuknya yang sempurna
di balik kelopak matamu yang tak terkatup
adalah situ yang bisa jebol sewaktu-waktu

(6)
atau mesti kubuka tubuhku agar terbaca
seluruh rajah yang pernah kautuliskan
kau yang berguru pada sepi masuklah
biarkan malam bungkam selama-lamanya

(7)
jadi beginilah sebatang kayu
menyusur sebatang sungai
mungkin ada di kelokan mengintai
mungkin ada di batu menunggu

(8)
segelas kopi telah pergi
ketika akhirnya aku menemukan
aku yang hampir mati menunggu
di sebuah meja tanpa lampu

(9)
apakah aku mencintaimu
– malam kemerahan
dan wangi musim hujan
apakah aku mesti mencintaimu.

Analisis Puisi:

Puisi "Sajak 4 Seuntai" karya Gunawan Maryanto adalah sebuah kumpulan sajak pendek yang memadukan berbagai tema seperti cinta, kesedihan, kerinduan, dan refleksi terhadap waktu. Setiap bagian dari sajak ini membawa pembaca ke dalam suasana dan perasaan yang berbeda, menciptakan sebuah mozaik emosional yang kaya dan kompleks.

Tema dan Pesan

Tema utama dalam "Sajak 4 Seuntai" adalah cinta dan kehilangan, dengan sub-tema tentang kesedihan, kenangan, dan refleksi pribadi. Pesan yang disampaikan dalam puisi ini adalah tentang keabadian cinta dalam kenangan, meskipun waktu dan perubahan tak terhindarkan. Puisi ini juga menggambarkan perasaan mendalam dan introspektif terhadap hubungan manusia dan alam sekitarnya.

Gaya Bahasa dan Imaji

Gaya bahasa dalam puisi ini sangat puitis dan metaforis. Gunawan Maryanto menggunakan berbagai imaji yang kuat untuk menggambarkan perasaan dan situasi. Misalnya, pada bagian pertama, "kau yang menyelinap diam-diam / seluruh lampu sudah kupadamkan" menciptakan suasana intim dan rahasia.

Pada bagian kedua, metafora "kutanam sebatang cemara / di dadamu yang tenang dan damai" menggambarkan hubungan yang dulu tenang dan sekarang telah berubah seiring berjalannya waktu. Baris "lalu tahun menumbangkan segalanya / tak ada yang tersisa dan sempat sampai" menunjukkan bagaimana waktu mengubah dan merusak segala sesuatu.

Bagian ketiga menggunakan personifikasi dengan mengatakan "puisiku bertualang / tak tahu kapan pulang," memberikan gambaran tentang karya seni yang mencari makna dan tujuan.

Struktur dan Ritme

Puisi ini terdiri dari sembilan bagian yang masing-masing terdiri dari empat baris. Struktur ini menciptakan sebuah ritme yang tetap namun memberikan kebebasan kepada penyair untuk mengeksplorasi berbagai tema dalam setiap bagian.

Ritme puisi ini bervariasi antara tenang dan melankolis, mencerminkan suasana hati penyair yang berubah-ubah. Bagian pertama dan keempat, misalnya, memiliki ritme yang lebih lembut dan intim, sementara bagian kelima dan keenam memiliki ritme yang lebih intens dan penuh kesedihan.

Makna dan Interpretasi

Puisi ini memiliki makna yang mendalam tentang cinta dan kehilangan. Bagian pertama menggambarkan momen intim yang dirahasiakan, menunjukkan keinginan penyair untuk merumahkan percakapan dalam keheningan malam.

Bagian kedua menggambarkan kenangan tentang hubungan yang dulu damai namun sekarang telah berubah seiring berjalannya waktu. Baris "tak ada yang tersisa dan sempat sampai" menunjukkan betapa perubahan waktu dapat menghapus kenangan dan harapan.

Bagian ketiga dan keempat menggambarkan pencarian dan kerinduan. Penyair merasa puisinya mencari makna dalam kesepian, dan kenangan tentang orang yang dicintainya muncul dalam tarian di dadanya yang lengang.

Bagian kelima hingga kesembilan menggambarkan kesedihan dan refleksi. Kesedihan yang tak bisa disembunyikan lama-lama, malam yang penuh kesedihan, tubuh yang ingin dibuka untuk membaca seluruh rajah, dan pertanyaan tentang cinta yang muncul di akhir.

Puisi "Sajak 4 Seuntai" adalah puisi yang kaya akan makna dan emosi, menggambarkan cinta, kehilangan, kesedihan, dan refleksi pribadi dengan cara yang sangat puitis dan mendalam. Gunawan Maryanto berhasil menangkap esensi dari perasaan ini melalui penggunaan bahasa yang sugestif dan imaji yang kuat.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang cinta dan hubungan mereka sendiri, serta bagaimana kenangan dan perasaan dapat berubah seiring berjalannya waktu. Melalui penggunaan struktur yang tetap namun fleksibel, puisi ini memberikan pengalaman emosional yang mendalam dan menginspirasi pembaca untuk menghargai setiap momen dalam hidup mereka.

Dengan demikian, puisi "Sajak 4 Seuntai" menggambarkan keindahan dan kompleksitas perasaan manusia dalam menghadapi cinta, kehilangan, dan refleksi terhadap masa lalu dan masa kini.

Gunawan Maryanto
Puisi: Sajak 4 Seuntai
Karya: Gunawan Maryanto
Biodata Gunawan Maryanto:
  • Gunawan Maryanto lahir pada tanggal 10 April 1976 di Yogyakarta, Indonesia.
  • Gunawan Maryanto meninggal dunia pada tanggal 6 Oktober 2021 (pada usia 45 tahun) di Yogyakarta, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.