Puisi: Negeri yang Kuimpikan (Karya Isbedy Stiawan ZS)

Puisi "Negeri yang Kuimpikan" menghadirkan sebuah narasi yang kompleks tentang perjuangan, kebangkitan, dan kepahitan dalam memperjuangkan impian ...
Negeri yang Kuimpikan

Akhirnya negeri yang kuimpikan sepanjang
tahun-tahun terpenjara kini jadi nyata
Meski harus ditebus dengan air mata dan
luka, kubangun juga di atas puing atau
pasir-pasir

Negeri yang kurindu kini menghadap matahari
Di tanahnya terhampar sawah, hutan, ladang,
padang golf, kondominium, dan relestat. Tapi,
semua itu bukan milikku

Di atas luka-luka, negeri dibangun. Di atas
airmata anak negeri, kau berpesta ! Bertahun-
tahun dalam bayangan menjadi tuhan !
Lalu, tigapuluhdua mil perahu begeri berlayar
Di lautan bergelombang dan berbadai
Aku hitung berapa kali kekalahan
dan kehancuran yang tak tertulis
dalam sejarah

Bagai bangunan yang dibuat dari pasir
lalu terhempas oleh gelombang. Begitulah
aku mencatat perjalanan negeri ini

Akhirnya negeri yang kuimpikan sepanjang
tahun-tahun duka kini terbit juga
Tanpa senyum dan tangis kusambut: "baru kini
aku sungguh-sungguh merdeka!" kata padang golf,
sawa, ladang, konominium, dan relestat
hampir bersamaan
Lalu, mereka pun menyanyikan lagu
kembalikan Busangku ke tanah tercinta.

Mei-Juni, 1998

Analisis Puisi:

Puisi "Negeri yang Kuimpikan" karya Isbedy Stiawan ZS adalah sebuah karya yang sarat akan makna, menggambarkan perjuangan, kehancuran, dan harapan terhadap suatu negara atau tanah air.

Pergulatan dan Pemulihan: Puisi ini mencerminkan perjalanan panjang sebuah negara atau tanah air dalam menghadapi tantangan dan kehancuran. Penyair mencatat kekalahan dan kehancuran yang tidak tertulis dalam sejarah, menyoroti periode penuh penderitaan dan konflik yang telah dilalui.

Citra Pembangunan: Penyair menggambarkan upaya membangun kembali negara tersebut di atas "luka-luka" dan "airmata anak negeri". Citra ini menggambarkan tekad dan keteguhan hati dalam menghadapi rintangan untuk menciptakan suatu masa depan yang lebih baik.

Ironi Kemerdekaan: Meskipun negara tersebut mencapai kemerdekaan, ada ironi yang terasa dalam kesempatan itu. Meskipun merdeka secara politik, banyak aspek kehidupan yang masih dihadapkan pada ketidakadilan dan ketidaksetaraan, seperti dijelaskan dalam baris "Tanpa senyum dan tangis kusambut".

Harapan dan Rasa Kehilangan: Puisi ini mencerminkan perasaan harapan yang terpendam meskipun diwarnai oleh rasa kehilangan dan kekecewaan. Penyair merindukan negara yang diimpikannya, tetapi juga menyadari bahwa impian itu mungkin tidak sepenuhnya terwujud.

Pemaknaan Metafora: Metafora seperti "bangunan yang dibuat dari pasir" dan "gelombang yang menghempaskan" menggambarkan ketidakstabilan dan kerapuhan dari pembangunan yang tidak kokoh, serta kehancuran yang mungkin mengikuti.

Puisi "Negeri yang Kuimpikan" menghadirkan sebuah narasi yang kompleks tentang perjuangan, kebangkitan, dan kepahitan dalam memperjuangkan impian akan suatu tanah air yang lebih baik. Dengan kata-kata yang kuat, Isbedy Stiawan ZS menyoroti dinamika emosional dan sosial dari sebuah perjalanan bangsa.

Puisi
Puisi: Negeri yang Kuimpikan
Karya: Isbedy Stiawan ZS

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Musim dan Cara Musim dingin cepat gelap lambat terang angin kejam menusuk tulang beku di luar terkadang terkurung dalam kamar jalan-jalan licin jatuh berdebam tergelincir…
  • Goyang Ranjang bergoyang sepanjang malam. Mungkin sepasang nyawa, sepasang singa, sedang tempur. Atau sepasang maut sedang perang. Ranjang…
  • Kurcaci Kata-kata adalah kurcaci yang muncul tengah malam dan ia bukan pertapa suci yang kebal terhadap godaan. Kurcaci merubung tubuhnya…
  • Taman Pada suatu petang ia datang ke taman yang terhampar hijau di atas ranjang. Ia mencopot baju, menyalakan lampu kemudian membaca buku di atas makam. "Ini tempat suci…
  • Tentang Yang Ada Diri kita itu memang ada tetapi tidaklah penting yang penting yalah buat diri kita semua. Bila semata di aku di kamu di…
  • Kalvari Hari sudah petang ketika maut tiba di ranjang.  Orang-orang partai yang mengantarnya ke situ  sudah bubar, bubar bersama …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.