Puisi: Laut Akhir (Karya Isbedy Stiawan ZS)

Puisi: Laut Akhir Karya: Isbedy Stiawan ZS
Laut Akhir


sebagaimana laut punya akhir: pantai atau muara
dan pada selangkangan bakau,
segala pusat risau
resah dan gelisah disematkan

tapi bulan ini, yang katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
akankah memiliki akhir
mengalahkan umur?

sudah 48 kali purnama!

getar doa
malam-malam ganjil
iktikaf yang gigil
halaman lambung
yang selalu kosong
(ada juga dahaga
yang selalu dijaga)
sepanjang siang
akankah punya akhir?

tapi orang-orang dari jauh
mengenakan pakaian lusuh
membikin kota penuh
berdatangan dengan
kedua tangan selalu menadah

seperti ia faham
di bulan, yang katamu,
lebih mulia dari seribu purnama
banyak orang murah tangan
melemparkan sedekah
dari setiap tubuhnya
mengalirkan laut

langit merestui
penghuni langit turun
bersama sayap-sayap berkilau
hendak meminangmu

dan getar doa
juga tangan yang menadah
akan pula dibawa terbang

kau tahu ke mana akhir
segala pengembaraan
kalau tak ke taman-taman
yang dulu sekali ditinggalkan?

beri salam pada malaikat
sebelum laut sampai ke tepian
akhir segala perjalanan:
pantai atau muara,
juga pada selangkangan bakau:
segala pusat risau
untuk dilelapkan….

lalu pantai atau muara
akan membuka halaman
bagi sujudmu selepas subuh
sebelum matahari di kepalamu
benar-benar meluruhkan ubanmu

demikian laut punya akhir
bulan yang memancarkan
kemuliaan seribu purnama
tak henti pada pantai atau muara,
bahkan di selangkangan bakau

kau akan mekar
cahayamu menguar
melebihi tahun-tahun usia

getar doa
selalu memanggil-manggil


September-Oktober 2006

Puisi: Laut Akhir
Puisi: Laut Akhir
Karya: Isbedy Stiawan ZS

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Kau MerdekaTak mengapa kau merdekaTapi aku yang tersiksaPada tumpuan air mataKutahan dengan sekuat tenagaBrebes, 29 Mei 2023Puisi: Kau MerdekaKarya: Kang ThohirBiodata&nb…
  • Longginkalau bukan akusiapa lagiyang harus dipercaya— Tuhan diam di gaiborang-orangmembikin dindingkalau bukan akusiapa lagiyang bisa diandalkan— Tuhan diam di gaiborang-orangperca…
  • Mengapa Tak Ada yang Tersisa? Kawat telepon. Hubungan gaib antara kita. Sebaris angka dan selepas ‘apocalypse now’ engkau membereskan ranjan…
  • DuluDulu aku memprioritaskan dirimuKetimbang kepentingankuAgar kau tahu betapa tulusnya aku mencintaimuNamun seakan kau memutuskan tali ikatan ituPada tutur mulutmu yang ketus baga…
  • Pasar Soreang (1) Mereka turun dari perbukitan di sekitar Ketika embun sedang dibentuk Sambil membawa obor setengah lengan, Sambil memikul bo…
  • Lembang, Hotel Panorama Telepon di sisi pembaringan melengkung karena menunggu, tak seperti ranjang dan kasur yang lempeng karena sepreinya …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.