Puisi: Yang Mendayung (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Yang Mendayung" karya Mardi Luhung mengajak pembaca untuk merenungi perjalanan hidup yang penuh dengan impian yang hilang dan harapan yang ...
Yang Mendayung

Aku terlalu tua untuk mengejar ke mana arah impianmu kau dayung. Balapan ini harus diakhiri. Panji di pulau-pulau biarlah untukmu. Dan untukku selingkar cambuk yang akan aku cambukkan ke tubuh sendiri. Tubuh yang begitu luka karena terlalu percaya, jika dirimu selalu dekat dengan darah dan nganga.

Di mataku yang rabun, aku melihat kau melambai seperti karang yang menguap. Lalu melebar seperti papan-tarung yang meluas. Apa kau juga akan memenjarakan aku dengan jarak yang tak berdepa ini? Ataukah kau memang cuma ingin menjadikan aku semacam laron yang terbang sendirian di keluasan yang kelam? Yang lebam?

Semua yang aku punya pun seperti patung. Dan juga seperti ombak yang pecah, semburatlah semua yang ada. Dan seperti kepingan perak, semua semburatan itu pun tampak bersinaran. Bersinaran di sepanjang padang laut. Di sepanjang sayap-sayap burung yang bangkit dari mimpi seorang kelasi yang terlalu terkenang.

Pada yang telah melengketi kelambu ranjangnya. Yang membuat setiap kerahasiaannya menyeruak. Seperti seruakan dari kekelabuan yang tak terukur. Tempat aku selalu menanamkan bunga-bunga di dedasaran. Yang bersemi dengan warna-warna tak pernah terpejam. Warna-warna dirimu! Warna-warna yang meluncur dan tenggelam!

Ya, ya, aku terlalu tua untuk meneruskan balapan ini! Dan kini, yang terbaik yang aku pilih adalah meringkuk di kelukaan. Dan sesekali pikiran pun terulur: "Jauh ke ketinggian sana. Jauh ke luas-luas lautan yang baru. Yang tak pernah kau tahu, betapa cambuk akan terus aku cambukkan ke tubuh sendiri. Dan eranganku pun menjelma lorong."

Seperti lorong yang akan mengantar setiap yang aku berikan padamu, untuk senantiasa berkata: "Aku selalu berusaha pada ketak-terdugaan. Dan aku selalu mengajakmu untuk mempercayai tentang kehilangan yang begitu indah. Dan setiap yang tiba dengan pahit garam, kita tatap dengan gumpalan-gumpalan cahaya!"

Aku terlalu tua untuk mengejar ke mana arah impianmu kau dayung!

Gresik, 2006

Analisis Puisi:

Puisi "Yang Mendayung" karya Mardi Luhung adalah karya yang penuh dengan simbolisme dan emosi yang mendalam. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema tentang impian, penyesalan, ketidakberdayaan, dan penerimaan. Melalui gambaran yang kuat dan penggunaan bahasa yang kaya, Mardi Luhung membawa pembaca ke dalam perjalanan batin seorang individu yang merasa terlalu tua untuk mengejar impian dan harapan yang terus melayang jauh.

Gambaran Tentang Ketidakberdayaan dan Penyesalan

Di awal puisi, penyair menyatakan bahwa dia terlalu tua untuk mengejar impian yang didayung oleh orang lain. Ini menggambarkan perasaan ketidakberdayaan dan penyesalan karena tidak mampu mengikuti atau meraih impian yang pernah dikejar. Frasa "Panji di pulau-pulau biarlah untukmu" menunjukkan bahwa dia telah menyerah dan memberikan hak untuk meraih impian kepada orang lain.

Luka dan Kepercayaan yang Tersakiti

Bagian ini menekankan rasa sakit yang dirasakan karena terlalu percaya kepada seseorang yang selalu dekat dengan bahaya dan penderitaan. Cambuk yang dicambukkan ke tubuh sendiri menggambarkan rasa bersalah dan penyesalan yang mendalam. Tubuh yang luka karena kepercayaan yang dikhianati mencerminkan kerapuhan dan kerentanan manusia.

Gambaran Karang dan Jarak

Penyair menggunakan metafora "karang yang menguap" dan "papan-tarung yang meluas" untuk menggambarkan seseorang yang menjauh. Jarak yang tak terdepa menggambarkan perasaan terisolasi dan terasing. Ini menekankan betapa jauhnya jarak emosional antara penyair dan orang yang dia cintai.

Patung dan Ombak

Gambaran tentang patung dan ombak yang pecah menggambarkan rasa kehilangan dan kehancuran. Semua yang dimiliki penyair terasa seperti patung, tidak hidup dan tidak bergerak. Ombak yang pecah dan semburat menggambarkan perasaan dan harapan yang hancur berantakan.

Bunga-Bunga dan Warna

Pada bagian ini, penyair menggambarkan bagaimana dia menanam bunga-bunga di dasar laut, yang bersemi dengan warna-warna yang tidak pernah terpejam. Warna-warna ini melambangkan harapan dan impian yang terus hidup meskipun dalam kondisi yang sulit. Namun, pada akhirnya, warna-warna ini meluncur dan tenggelam, menunjukkan bahwa impian dan harapan tersebut pada akhirnya juga hilang.

Penerimaan dan Kelukaan

Di bagian akhir, penyair menyatakan bahwa dia terlalu tua untuk meneruskan balapan ini dan memilih untuk meringkuk dalam kelukaan. Ini menunjukkan penerimaan terhadap kenyataan dan ketidakmampuan untuk mengubah keadaan. Erangan yang menjelma lorong menggambarkan perjalanan batin yang penuh penderitaan namun membawa pencerahan.

Puisi "Yang Mendayung" karya Mardi Luhung adalah karya yang penuh dengan simbolisme dan emosi yang mendalam. Melalui gambaran tentang ketidakberdayaan, penyesalan, dan penerimaan, penyair mengajak pembaca untuk merenungi perjalanan hidup yang penuh dengan impian yang hilang dan harapan yang tenggelam. Puisi ini menggambarkan betapa sulitnya menerima kenyataan dan betapa pentingnya merangkul penderitaan sebagai bagian dari perjalanan hidup.

Dengan gaya penulisan yang kaya dan penuh dengan metafora, Mardi Luhung berhasil menciptakan sebuah karya yang menggugah perasaan dan pikiran. Puisi "Yang Mendayung" adalah puisi yang mengajak kita untuk merenungi perjalanan hidup kita sendiri, mengakui ketidakberdayaan kita, dan menerima kenyataan dengan hati yang terbuka. Melalui puisi ini, kita diajak untuk melihat bahwa meskipun impian kita mungkin tidak tercapai, ada keindahan dalam penerimaan dan kelukaan yang kita alami.

Mardi Luhung
Puisi: Yang Mendayung
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.