Puisi: Sekak Mati (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Sekak Mati" karya Mardi Luhung menawarkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana kekalahan dan ketidakpastian dapat mempengaruhi seseorang ...
Sekak Mati

"Sekak mati!" katamu. Dan itu membuat dadaku berdegup.
Dan itu juga membuat jantungku mengerut. Terus memipih.
Mengeliat dan menjulur seperti tali yang luwes. Yang jika
boleh disebut, lebih dekat ke ular daripada ke belut.

Dan sebagai yang lebih dekat ke ular, jantungku yang
menjulur itu memasuki setiap lubang yang ditemuinya.
Seakan mencari sesuatu. Sesuatu yang dianggap dapat
mengembalikan wujudnya ke sediakala. Tapi apa itu mungkin
bisa?

"Sekak mati!" katamu lagi. Dan untuk kali ini perkataanmu
memantul di antara tembok, tiang dan menara. Menimbulkan
kebisingan yang bertumpuk. Yang membuat jantungku yang
menjulur itu tergeriap.

Dan berpikir: "Kebisingan apa ini? Mengapa begitu
mendorongku untuk melenggokinya?" Tapi, sebelum antara
melenggoki dan sebaliknya terjadi, jantungku yang
menujulur itu malah melirik ke arah rajaku.

Rajaku yang kini sudah seorangan. Rajaku yang membasuh
semua luka ditubuhnya. Rajaku yang telah melepaskan
mahkota dan jubahnya. Juga keyakinan dan segenap
pengetahuan yang telah menjaganya.
Dan pelan-pelan, seperti ada yang mengatur, gerimis pun
Di seputar tempat rajaku berdiri. Berdiri dengan kedua
kakinya yang telanjang. Dan demi waktu, sekak matimu yang
telah dua kali kau katakan itu, segera menggilasnya.

Gresik, 2012

Sumber: Kompas (23 Desember 2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Sekak Mati" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan emosi mendalam. Dalam puisi ini, Luhung menggunakan permainan catur sebagai metafora untuk menggambarkan ketegangan emosional dan introspeksi pribadi. Melalui gambaran yang kuat dan imajinatif, puisi ini mengeksplorasi tema tentang kekalahan, introspeksi, dan perubahan.

Menggambarkan Ketegangan dan Kekalahan

Puisi ini dimulai dengan seruan "Sekak mati!" yang memicu reaksi mendalam dari si tokoh puisi: "Dan itu membuat dadaku berdegup." Seruan ini bukan hanya mempengaruhi fisik tokoh, tetapi juga emosional dan mentalnya. Ketegangan yang ditimbulkan dari seruan ini terlihat dari bagaimana "jantungku mengerut" dan "terus memipih." Deskripsi ini mencerminkan tekanan dan kecemasan yang dialami tokoh ketika menghadapi situasi yang tidak menguntungkan.

Perasaan ini digambarkan dengan metafora jantung yang "mengeliat dan menjulur seperti tali yang luwes," menggambarkan perubahan dan ketidakpastian yang dirasakan tokoh. Perbandingan jantung dengan ular menambahkan elemen ketegangan dan bahaya, menunjukkan bagaimana perasaan si tokoh sangat membingungkan dan tidak stabil.

Pencarian dan Refleksi Diri

Jantung yang menjulur ini digambarkan memasuki setiap lubang yang ditemuinya, simbol dari pencarian dan upaya untuk menemukan solusi atau makna di tengah kekacauan. "Seakan mencari sesuatu. Sesuatu yang dianggap dapat mengembalikan wujudnya ke sediakala," menunjukkan bahwa tokoh puisi berusaha mencari cara untuk kembali ke keadaan normal atau stabil.

Namun, pertanyaan yang muncul adalah apakah hal ini mungkin terjadi. Ini mencerminkan ketidakpastian dan rasa putus asa yang mungkin dialami si tokoh dalam menghadapi situasi yang tidak dapat diubah.

Kebisingan dan Ketidakpastian

Seruan "Sekak mati!" yang kedua kali menimbulkan kebisingan yang menggema di antara tembok, tiang, dan menara. "Menimbulkan kebisingan yang bertumpuk," menggambarkan dampak emosional yang intens dari kekalahan tersebut. Kebisingan ini mendorong jantung untuk bergerak dan bergetar, seakan-akan menekankan ketidakpastian dan kebingungan yang lebih dalam.

Reaksi jantung terhadap kebisingan ini menunjukkan kegelisahan dan ketidakmampuan untuk menemukan ketenangan atau solusi. "Kebisingan apa ini? Mengapa begitu mendorongku untuk melenggokinya?" adalah refleksi dari perasaan bingung dan tertekan si tokoh, yang merasa terdorong untuk beraksi meskipun tidak jelas arah atau tujuannya.

Melihat Rajaku: Simbol Kekalahan dan Keterbatasan

Seiring berjalannya puisi, perhatian si tokoh beralih ke rajanya yang kini "seorangan," "membasuh semua luka ditubuhnya," dan telah "melepaskan mahkota dan jubahnya." Gambaran ini menunjukkan bahwa raja, sebagai simbol kekuatan dan otoritas, kini berada dalam keadaan yang sangat rentan dan hancur.

Raja yang melepaskan mahkota dan jubahnya menandakan keruntuhan dan kehilangan kekuasaan. "Juga keyakinan dan segenap pengetahuan yang telah menjaganya," mengindikasikan bahwa tidak hanya kekuatan fisik tetapi juga pengetahuan dan keyakinan raja telah hilang. Ini menunjukkan dampak kekalahan yang mendalam dan luas.

Penutup dan Simbolisme

Puisi diakhiri dengan raja yang berdiri telanjang di bawah gerimis, di mana "sekak matimu yang telah dua kali kau katakan itu, segera menggilasnya." Gerimis yang turun di sekitar raja menunjukkan suasana melankolis dan perasaan keputusasaan. Keterpaparan raja di bawah hujan menambahkan dimensi kesedihan dan kerentanan, mempertegas dampak dari kekalahan tersebut.

Puisi "Sekak Mati" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang menggambarkan ketegangan emosional dan introspeksi melalui metafora permainan catur. Dengan penggunaan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, puisi ini mengeksplorasi tema kekalahan, pencarian makna, dan refleksi diri. Melalui deskripsi jantung yang terpengaruh oleh seruan "sekak mati," serta gambaran raja yang hancur, Luhung berhasil menyampaikan kompleksitas perasaan yang terkait dengan kekalahan dan krisis pribadi. Puisi ini menawarkan wawasan yang mendalam tentang bagaimana kekalahan dan ketidakpastian dapat mempengaruhi seseorang secara emosional dan mental.

Mardi Luhung
Puisi: Sekak Mati
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.