Puisi: Ketam (Karya Mardi Luhung)
Puisi: Ketam
Karya: Mardi Luhung
Ketam
Jika bapakmu berani bermain-main di luaran,
bundamu pasti menyiapkan sepucuk gunting.
"Sepucuk gunting?" Untuk apa? Diamlah!
Hanya bundamu yang tahu cara mengenal
gunting. Termasuk cara menggunting dan
menjahitnya balik.
Dan paginya, sambil minum kopi dan mengernyit,
bapakmu berujar: "Ternyata, semalam bundamu
begitu luar biasa," Begitu telah membawa semaket
kapal. Yang punya pintu tak terhitung. Yang
kamar-kamarnya begitu benderang.
Dan di antara kamar itu, bundamu sibuk
menggunting dan menjahit balik perut bapakmu.
Seperti perajin yang cakap, bundamu pun
menaburkan benih matang. Doanya:
"Aku ingin benih ini tumbuh di perutmu: lelaki.
Seperti kau tumbuhkan benih di perutku:
perut perempuan!"
Jadinya, seperti pantai, perut bapakmu akan penuh
dengan bakau. Bakau yang saling berjalin. Dan saling
menyiapkan diri untuk segera ditebang dan dilelang.
Seperti ketika dulu para pendatang menebang
dan melelang setiap yang ada. Dengan hasutan meliuk.
Sambil sesekali bercerita tentang kisah yang
dibakar. Kisah yang di tengahnya, setiap yang
bertelanjang lehernya selalu diikat, dan keningnya
dirajah dengan patokan harga yang begitu murah.
Begitu membuat mereka tertekuk.
Dan membuat mereka tak lagi tahu:
"Mengapa perut bapakmu begitu menjelmakan memar.
Menjelmakan malam dan siang yang tak lagi tumbuh.
Dan menjelmakan gores sial yang bangkit dari ketam!"
Gresik, 2007
Puisi: Ketam
Karya: Mardi Luhung