Puisi: Hujan Pertama (Karya Gunawan Maryanto)

Puisi "Hujan Pertama" karya Gunawan Maryanto menggambarkan perasaan rindu dan refleksi pribadi yang diselimuti oleh kenangan yang kabur dan tidak ...
Hujan Pertama
(: vina agusti)

ingatan yang keruh:
nama-nama dan
aksara yang gaduh.
adalah jejak masa lalu
– gerak dan retak tak padu

ujung tak terbaca
sementara kepala basah
tilas hujan dan
perasaan tak tentu

ah, bagaimana memanggilmu
beratus kilo meter di seberang kamarmu
aku bahkan tak tahu apakah kau
telah rebah sebagaimana tanah

semalam dalam demam
aku menggigilkan rindu dan
ingatan mengeruh seperti kolam.

2015

Analisis Puisi:

Puisi "Hujan Pertama" karya Gunawan Maryanto adalah sebuah karya yang menggambarkan perasaan rindu dan refleksi pribadi yang diselimuti oleh kenangan yang kabur dan tidak pasti. Puisi ini menggunakan bahasa yang puitis untuk mengeksplorasi tema kerinduan, ingatan, dan ketidakpastian yang dialami oleh penyair.

Tema dan Pesan

Tema utama puisi ini adalah tentang rindu dan ingatan yang tidak jelas. Puisi ini menggambarkan bagaimana kenangan dan perasaan rindu dapat menjadi keruh dan tidak pasti seiring berjalannya waktu. Pesan yang disampaikan adalah bahwa kerinduan dan ingatan sering kali tidak teratur dan membingungkan, dan bagaimana perasaan ini dapat mendominasi pikiran seseorang.

Gaya Bahasa dan Imaji

Gaya bahasa dalam puisi ini sangat puitis dan sugestif. Penggunaan kata-kata seperti "ingatan yang keruh," "nama-nama dan aksara yang gaduh," dan "gerak dan retak tak padu" menciptakan imaji yang kuat tentang kenangan yang tidak jelas dan kacau. Imaji "tilas hujan dan perasaan tak tentu" menggambarkan ketidakpastian dan kebingungan yang dirasakan oleh penyair. Metafora "ingatan mengeruh seperti kolam" memperkuat gambaran tentang kenangan yang menjadi kabur dan sulit dipahami.

Struktur dan Ritme

Puisi ini terdiri dari beberapa bait pendek dengan ritme yang tenang dan meditatif. Struktur ini mencerminkan suasana hati penyair yang penuh dengan kerinduan dan refleksi. Ritme puisi yang lambat dan teratur membantu memperkuat perasaan melankolis dan introspektif yang dirasakan oleh penyair.

Makna dan Interpretasi

Puisi ini memiliki makna yang dalam tentang kerinduan dan ingatan yang tidak jelas. "Ingatan yang keruh" dan "nama-nama dan aksara yang gaduh" menunjukkan bagaimana kenangan bisa menjadi kacau dan tidak teratur. "Gerak dan retak tak padu" mengisyaratkan ketidakselarasan dan ketidakharmonisan dalam kenangan penyair.

Baris "ah, bagaimana memanggilmu / beratus kilo meter di seberang kamarmu" menunjukkan jarak fisik dan emosional antara penyair dan seseorang yang dirindukannya. Hal ini memperkuat tema kerinduan dan kesulitan dalam menjangkau orang yang dicintai.

Metafora "aku menggigilkan rindu dan / ingatan mengeruh seperti kolam" menggambarkan perasaan rindu yang kuat dan bagaimana kenangan dapat menjadi kabur dan sulit dipahami seiring berjalannya waktu. Ini juga menunjukkan bagaimana rindu dapat membuat seseorang merasa tidak nyaman dan gelisah.

Puisi "Hujan Pertama" adalah sebuah puisi yang indah dan penuh makna, menggambarkan perasaan rindu dan ingatan yang tidak jelas dengan cara yang sangat puitis dan reflektif. Gunawan Maryanto berhasil menangkap esensi dari perasaan ini melalui penggunaan bahasa yang sugestif dan imaji yang kuat. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kerinduan, ingatan, dan bagaimana perasaan ini dapat mendominasi pikiran seseorang.

Dengan demikian, puisi ini memberikan pengalaman emosional yang mendalam dan menginspirasi pembaca untuk merenungkan tentang hubungan mereka dengan kenangan dan orang-orang yang mereka rindukan. Melalui penggunaan imaji dan simbolisme yang kuat, "Hujan Pertama" menggambarkan keindahan dan kompleksitas perasaan manusia dalam menghadapi kerinduan dan ingatan yang tidak pasti.

Gunawan Maryanto
Puisi: Hujan Pertama
Karya: Gunawan Maryanto
Biodata Gunawan Maryanto:
  • Gunawan Maryanto lahir pada tanggal 10 April 1976 di Yogyakarta, Indonesia.
  • Gunawan Maryanto meninggal dunia pada tanggal 6 Oktober 2021 (pada usia 45 tahun) di Yogyakarta, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.