Puisi: Cuping Telinga (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Cuping Telinga" karya Mardi Luhung mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya kehadiran batin, rasa hormat, dan bagaimana tindakan kita ...
Cuping Telinga

Kau menyebutku pendatang. Tapi pikiranku telah lama di sini. Di sebelahmu. Tenang dan setia. Seperti kesetiaan sekuntum kembang teratai yang mekar di kolam. Dan kau meraba bayanganku. Yang katamu melengkung. Dan sesekali memanjang sampai ke kaki langit. Atau malah terus naik. Menjolok bintang.

Dan kau merentangkan saputangan. Ingin menangkap napasku. Terus membungkusnya. Agar nanti dapat diletakkan di depan meja. Sebagai bagian atas rasa hormat pada sebentang persembahyangan. Persembahyangan pada sang dewi yang telah menyerahkan keutuhan tubuhnya bagi ketenteraman air, tanah, dan udara.

Dan lewat kerling matamu yang bergemeriap, kau membuka pintu dan jendela. Agar udara keluar-masuk. Dan sepasang kupu-kupu pun leluasa beterbangan. Sepasang kupu-kupu yang mengajari siapa saja tentang arti bergerak. Juga arti, bahwa yang terpenting dalam bergerak adalah kemurnian dari sekepal daging gaib.

Sekepal daging gaib yang ada di selipan dada. Yang menjadikan si penempuh mesti membaca amsal yang bersusun. Amsal yang telah mengubah hutan pring di bukit menjadi ketakternyanaan yang lembut. "Ini secangkir teh untukmu. Sesaplah dalam-dalam. Sesaplah dalam-dalam," bisikmu di dekat cuping telingaku.

Gresik, 2019

Sumber: Kompas (20 April 2019)

Analisis Puisi:

Puisi "Cuping Telinga" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan imaji yang mendalam. Dalam puisi ini, Luhung mengeksplorasi tema hubungan, kehadiran, dan spiritualitas melalui deskripsi yang puitis dan metaforis. Dengan menggunakan gambaran yang kuat dan penuh makna, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan hubungan antara pikiran, rasa hormat, dan keberadaan.

Menyambut Keberadaan dengan Kesetiaan

Puisi ini membuka dengan pernyataan tentang hubungan antara penyair dan objek puisi. "Kau menyebutku pendatang. Tapi pikiranku telah lama di sini. Di sebelahmu," menunjukkan perasaan keterhubungan dan kesetiaan meskipun tidak diakui secara eksplisit. Penyair merasa telah lama berada di samping orang yang dituju, "tenang dan setia," seperti "sekuntum kembang teratai yang mekar di kolam." Metafora kembang teratai melambangkan kehadiran yang tenang, murni, dan tidak mengganggu, namun tetap setia dan penuh perhatian.

Bayangan dan Simbolisme

Deskripsi bayangan yang "melengkung" dan "memanjang sampai ke kaki langit" atau "menjolok bintang" menambahkan dimensi mistis dan melampaui batas-batas dunia fisik. Ini menggambarkan bagaimana keberadaan dan perasaan penyair melampaui ruang dan waktu, mencakup aspek spiritual dan kosmik.

Upaya Menangkap Napas dan Rasa Hormat

Pernyataan tentang merentangkan saputangan untuk menangkap napas dan membungkusnya mencerminkan upaya untuk menghargai dan menghormati sesuatu yang abstrak namun penting. "Agar nanti dapat diletakkan di depan meja sebagai bagian atas rasa hormat pada sebentang persembahyangan," menunjukkan bahwa napas tersebut dianggap sebagai elemen suci atau penting dalam upacara penghormatan. Persembahyangan pada sang dewi yang telah "menyerahkan keutuhan tubuhnya" menunjukkan dedikasi dan pengabdian kepada kekuatan yang lebih besar yang menjaga keseimbangan alam.

Kupu-Kupu sebagai Simbol Gerak dan Kemurnian

"Dan lewat kerling matamu yang bergemeriap, kau membuka pintu dan jendela," menggambarkan bagaimana keterbukaan dan kejelasan mata memungkinkan kebebasan dan gerakan. Sepasang kupu-kupu yang leluasa beterbangan melambangkan kemurnian dan kebebasan dalam bergerak. "Mengajari siapa saja tentang arti bergerak" menunjukkan bahwa ada nilai dan pelajaran dalam gerakan itu sendiri, serta pentingnya kemurnian dan keaslian dalam tindakan.

Daging Gaib dan Amsal

"Yang terpenting dalam bergerak adalah kemurnian dari sekepal daging gaib," mengacu pada elemen batin atau spiritual yang sangat penting dalam tindakan dan kehidupan. "Sekepal daging gaib yang ada di selipan dada" melambangkan inti dari eksistensi dan spiritualitas seseorang. Amsal yang bersusun mengubah "hutan pring di bukit" menjadi sesuatu yang lembut dan menyentuh, menunjukkan bagaimana kebijaksanaan dan pengertian dapat mengubah keadaan yang kasar menjadi lebih lembut dan menyenangkan.

Penutup yang Penuh Makna

Puisi diakhiri dengan "Ini secangkir teh untukmu. Sesaplah dalam-dalam. Sesaplah dalam-dalam," yang dibisikkan di dekat cuping telinga. Penawaran secangkir teh ini melambangkan sebuah tawaran untuk merasakan dan merenungkan sesuatu yang mendalam dan penuh makna. Ini adalah bentuk penghormatan dan pengertian yang mendalam, mengundang seseorang untuk benar-benar meresapi dan menghargai pengalaman tersebut.

Puisi "Cuping Telinga" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan refleksi mendalam tentang keberadaan, kesetiaan, dan spiritualitas. Dengan menggunakan imaji seperti kembang teratai, bayangan kosmik, kupu-kupu, dan secangkir teh, Luhung mengeksplorasi tema-tema tentang hubungan yang mendalam dan makna hidup. Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya kehadiran batin, rasa hormat, dan bagaimana tindakan kita melibatkan elemen-elemen spiritual yang lebih dalam. Melalui deskripsi yang indah dan metaforis, puisi ini memberikan wawasan tentang bagaimana kita bisa memahami dan menghargai keberadaan dan hubungan kita dengan dunia di sekitar kita.

Mardi Luhung
Puisi: Cuping Telinga
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.