Analisis Puisi:
Mardi Luhung, dalam puisi "Ular-Tangga," menghadirkan sebuah dunia yang penuh dengan metafora dan simbolisme, menggambarkan kompleksitas emosi dan pengalaman manusia. Puisi ini menggunakan permainan ular-tangga sebagai analogi untuk menggambarkan perjuangan hidup, keputusasaan, harapan, dan siklus yang terus berulang.
Gairah dan Bualan: Awal Perjalanan
Kau pergi ke bulan. Dengan gairah dan bualan yang pernah mengawetkan jalur sulur air matamu. Pada bagian awal puisi, penulis menggambarkan keinginan yang membara untuk meraih sesuatu yang lebih tinggi, sesuatu yang mungkin tampak mustahil. Perjalanan menuju bulan ini merupakan metafora dari usaha keras dan ambisi yang tinggi. Namun, perjalanan ini bukan tanpa rintangan dan kesulitan. Ada rasa bosan dan keputusasaan yang dirasakan karena menunggu seseorang yang tidak kunjung datang.
Encik si Penghafal Yasin: Simbol Kehidupan Tradisional dan Keyakinan
Encikmu, si penghafal Yasin itu, menceritakan hidupnya: Hidup yang ingin jadi pengiman. Sebab tak ingin sekedar berdagang beras dan kelontong kiloan. Encik dalam puisi ini melambangkan kehidupan yang penuh dengan keyakinan dan spiritualitas, namun juga keterbatasan. Keinginan untuk menjadi lebih dari sekadar pedagang biasa mencerminkan aspirasi yang tinggi, tetapi juga ketidakpuasan terhadap kondisi hidup yang stagnan.
Ular-Tangga: Permainan Hidup yang Penuh Tantangan
Permainan ular-tangga dalam puisi ini menjadi simbol utama yang menggambarkan kehidupan sebagai permainan yang penuh dengan naik dan turun. Ketika dipinta si raja. Sebagai obat penawar (yang akan dikeringkan dan ditumbuk) bagi sebuah pagebluk yang telah digariskan oleh siasat. Kehidupan digambarkan sebagai sesuatu yang diatur oleh takdir dan nasib, di mana setiap langkah bisa membawa kita ke atas atau menjatuhkan kita ke bawah. Permainan ini mencerminkan ketidakpastian hidup dan bagaimana kita sering kali merasa seperti bidak dalam permainan yang lebih besar.
Gairah yang Buyar: Kekecewaan dan Realitas
Tapi ketika bulan sudah tampak, mengapa tiba-tiba gairahmu buyar? Buyar menjadi biji-biji warna yang berlesatan. Membuat angkasa benderang. Bagian ini menggambarkan kekecewaan yang muncul ketika apa yang diharapkan tidak tercapai. Gairah yang buyar menjadi simbol dari harapan dan impian yang pecah, menyadarkan kita pada realitas yang keras. Namun, di balik kekecewaan ini, ada juga momen-momen pencerahan yang datang seperti sirip bianglala yang terbuka.
Penutup: Diam di Tempat
Diam di tempat. Seperti diamnya sebentang papan ular-tangga yang tergeletak. Ditinggalkan teka-teki kejelian dan keraguan dadunya! Penutup puisi ini menghadirkan perasaan stagnasi dan ketidakpastian. Seperti papan ular-tangga yang ditinggalkan, kehidupan terkadang terasa seperti tidak bergerak, penuh dengan keraguan dan teka-teki yang belum terpecahkan.
Puisi "Ular-Tangga" karya Mardi Luhung adalah refleksi mendalam tentang kehidupan yang penuh dengan harapan, kekecewaan, dan ketidakpastian. Menggunakan permainan ular-tangga sebagai metafora, Luhung berhasil menggambarkan bagaimana hidup adalah perjalanan yang penuh dengan tantangan dan perubahan. Melalui simbolisme dan narasi yang kaya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang perjalanan mereka sendiri dan bagaimana mereka menghadapi setiap naik dan turun dalam kehidupan.
Puisi: Ular-Tangga
Karya: Mardi Luhung
Karya: Mardi Luhung
Biodata Mardi Luhung:
- Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.