Puisi: Transfictional Suicide (Karya Arif Bagus Prasetyo)

Puisi "Transfictional Suicide" menyoroti penderitaan manusia, kehampaan, serta kesulitan dalam menemukan makna dalam dunia yang keras.
Transfictional Suicide


Dear: Mon Dieu
My God
Tuhanku

sendiri
dalam amuk epidemi
40% alkohol dalam darah
nun jauh di dasar lambungku
yang terbakar
kutemui kenyataan sebuah negeri:
kota-kota penuh kamp pengungsi
perpisahan
hama
dan perasaan sia-sia
(semua bukan lagi milikmu, albert.
maafkan. le mythe de sisyphe, l’etranger, la peste
telah lama diasongkan)

dan kini
dari kolong kawasan kumuh, gang-gang mesum, selokan mampat
sampai barak-barak gerilyawan kiri
sempoyongan

aku teror duniamu!

lalu dengan sebutir granat
sisa sampanye dalam botol
dan sesuntik morfin perkelaminan
kurayakan pemakamanku
(dengarlah, albert, betapa melankolis!)

“oui oui, c’st la verite, e’st une scandale!”

1994

Analisis Puisi:
Puisi "Transfictional Suicide" karya Arif Bagus Prasetyo merupakan ekspresi yang terbilang gelap dan penuh dengan berbagai makna yang rumit.

Penyampaian Pesan dan Isu: Puisi ini menggabungkan ragam bahasa dan pengaruh budaya dengan bahasa yang kuat, merangkai pesan-pesan tentang isolasi, kehampaan, dan ketidakmampuan manusia dalam menghadapi penderitaan dan kesulitan.

Simbolisme dan Penggunaan Bahasa yang Kuat: Penyair menggunakan bahasa yang kuat dan simbolisme yang kaya. Misalnya, "40% alkohol dalam darah" bisa jadi bukan hanya merujuk pada kadar alkohol dalam darah, tetapi juga melambangkan rasa terisolasi, kekosongan, atau kehampaan.

Referensi Sastra dan Budaya: Ada referensi ke karya-karya sastra, seperti Albert Camus dan karya-karyanya, memberikan latar belakang yang mendalam bagi ekspresi penyair tentang ketidakmampuan manusia dalam menghadapi ketidakpastian dan penderitaan.

Gambaran Realitas Sosial dan Kehidupan Manusia: Puisi ini memberikan gambaran tentang realitas sosial, yang penuh dengan pengungsi, perpisahan, dan kesia-siaan. Hal ini menunjukkan sebuah pandangan gelap mengenai kehidupan dan masyarakat, serta perasaan penyair terhadap realitas yang keras.

Penderitaan dan Perasaan Hampa: Puisi "Transfictional Suicide" menyoroti penderitaan manusia, kehampaan, serta kesulitan dalam menemukan makna dalam dunia yang keras. Menampilkan rasa kehilangan, kesepian, dan putus asa, puisi ini menciptakan atmosfer yang gelap, menuntun pembaca untuk merenungkan kondisi kemanusiaan yang sulit.

Puisi ini mengundang pembaca untuk menelusuri perasaan dan pemikiran dalam situasi yang terasa hampa dan tak berdaya, menimbulkan pertanyaan akan makna kehidupan dan manusiawi di tengah kondisi yang keras dan sulit.

Puisi
Puisi: Transfictional Suicide
Karya: Arif Bagus Prasetyo

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Raja JinSeribu mata di ruang kemidi,Memandang aku asyik beraksiMemencak bergerak berlagak samaMenurut langgam petunjuk Laku.Drama sedih lakon ketawaSemua kucoba di depan publik,Aku…
  • Lahir BatinTetapi, alangkah terkadang beta kecewaMelihat keadaan sehari-hariLain di mulut lain di hatiKata "Semangat" permainan semataBanyak orang menepuk dada, sambil berkata:Aku …
  • Seruan LepasTuan berjalan jua sendirianMakin ke muka, semakin mendakiHendak mencapai puncak kemenanganTak tahu lelah, tak pernah berhenti.Berseru mengajak kiri dan kananSaudara yan…
  • Manusia BaruHatiku gembira tiada terkataKuhisap udara alangkah nikmatKulayangkan pandang sekitar rataNampaklah perubahan pada masyarakat:Di dalam orang bertaiso giatBerolah raga me…
  • Untuk SaudaraSetelah saudara bersusun madahTiada hemat sanjungan dipujaMerdu didengar buai nyanyianAsia Raya jadi junjunganSudikah saudara periksa kembaliBiarpun bengis dibongkar h…
  • Terbenam di Lautan Maafdi atas liang kubaringkan tubuhkudari amarah, sedih, kecewapada kutuk dan kultusyang melipat mantra di jiwamaafku masih terbenam di lautangelombang itu tengg…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.