Puisi: Telur Bebek dan Leher (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Telur Bebek dan Leher" mengeksplorasi hubungan antara kenangan dan identitas melalui simbolisme yang kaya dan metafora yang mendalam.
Gresik: Telur Bebek dan Leher

Ada amsal tentang kenangan awal. Kenangan pada jajaran rumah yang berubin tebal dan bertembok tinggi. Serta patung kilin yang bersiaga di tempat ibadah. Patung kilin yang menyimpan wujud mustika di delapan-belas bagian tubuhnya. Juga tentang telur-telur bebek yang tergeletak di sepanjang got kering sebelah trotoar. Telur-telur bebek yang dipunguti oleh tangan si kanak. Tangan yang kini telah dewasa. Yang diam-diam juga ingin memetik matahari sebelum lingsir. Atau mewarnai kulit delima agar tetap merona. Semerona ibu yang telah jadi bidadari. Bidadari yang setiap bersedih, berziarah ke makam Tuan Maulana. Dengan air mata berlinang. Juga dengan kerudung yang berjuntai menawan.

Dan ada amsal tentang kenangan berikutnya. Kenangan pada aroma yang memberat. seberat napas yang membau sengak. Yang mengingatkan bau asap yang mengepul dari sekian cerobong. Sekian cerobong, yang jika gerhana tiba, bergerak dan berjalan tegap. Seperti seregu sedadu yang berbaris-baris. Berderap. Berderap. Berderap. Dan sesekali memeragakan kerancakan jalan di tempat. Kerancakan yang membuat permukaan pantai jadi bergoyang. Sampai tiga ikan buntal yang berenang, pun seketika membuntalkan perutnya. Sebab menganggap, ada musuh yang akan menyergap. Musuh yang mungkin terang. Mungkin gelap. Atau malah mungkin samar. Tapi amat dekat. Sedekat urat leher.

Gresik, 2016

Sumber: Kompas (20 Agustus 2016)

Analisis Puisi:

Puisi "Telur Bebek dan Leher" karya Mardi Luhung menyajikan gambaran mendalam tentang kenangan, ritual, dan simbolisme melalui penggunaan elemen-elemen yang tampaknya sederhana namun penuh makna. Dengan menggabungkan unsur-unsur seperti telur bebek, patung kilin, dan bau asap, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan antara masa lalu dan identitas diri serta dampak dari pengalaman-pengalaman tersebut.

Kenangan Awal dan Patung Kilin

Puisi dimulai dengan "Ada amsal tentang kenangan awal," yang menggambarkan nostalgia terhadap masa lalu, khususnya kenangan tentang rumah dengan ubin tebal dan patung kilin yang berada di tempat ibadah. Patung kilin, dengan mustika di delapan-belas bagian tubuhnya, melambangkan kekuatan dan keabadian. Patung ini tidak hanya sebagai simbol spiritual, tetapi juga sebagai penjaga kenangan dan warisan budaya.

Telur-telur bebek yang tergeletak di sepanjang got kering di sebelah trotoar menambah dimensi kenangan yang lebih personal dan sehari-hari. Telur-telur ini diambil oleh tangan si kanak, yang kini telah dewasa, melambangkan perjalanan dari masa kanak-kanak menuju kedewasaan. Penulis menunjukkan keterhubungan antara masa lalu dan sekarang melalui gambar telur bebek, yang menghubungkan kenangan masa kecil dengan aspirasi dan keinginan dewasa.

Kenangan Aroma dan Asap

Puisi kemudian beralih ke "kenangan berikutnya," dengan fokus pada aroma dan bau asap yang memberat. Aroma ini "seberat napas yang membau sengak," memberikan kesan bahwa kenangan ini terkait dengan beban emosional dan pengalaman yang intens. Asap dari cerobong yang bergerak dan berderap selama gerhana melambangkan ketidakpastian dan perubahan yang terus menerus, menggambarkan bagaimana kenangan dan perasaan dapat terasa mengganggu dan tidak menentu.

Gambar "seregu sedadu yang berbaris-baris" menciptakan suasana yang dinamis dan sedikit kacau, sementara ikan buntal yang membuntalkan perutnya menunjukkan reaksi terhadap ancaman yang mungkin datang. Ikan buntal yang terancam oleh musuh yang samar menggambarkan perasaan cemas dan waspada, serta ketidakmampuan untuk memahami ancaman secara jelas.

Simbolisme Leher dan Keterhubungan

Puisi diakhiri dengan referensi kepada "seketat urat leher," sebuah metafora yang menunjukkan kedekatan dan keterhubungan yang mendalam. Leher, sebagai bagian tubuh yang vital dan seringkali dihubungkan dengan komunikasi dan emosi, mencerminkan kedekatan emosional dan ketegangan yang dialami dalam pengalaman hidup. Frasa ini menegaskan betapa dekatnya perasaan dan kenangan tersebut dengan diri kita, hampir seolah-olah kita tidak dapat memisahkan diri dari mereka.

Makna dan Interpretasi

Puisi "Telur Bebek dan Leher" mengeksplorasi hubungan antara kenangan dan identitas melalui simbolisme yang kaya dan metafora yang mendalam. Telur bebek melambangkan awal dan pertumbuhan, sedangkan patung kilin dan bau asap mencerminkan kekuatan, perubahan, dan perasaan yang membebani. Referensi kepada leher menekankan kedekatan dan keterhubungan emosional yang mendalam dengan pengalaman masa lalu.

Luhung menggunakan elemen-elemen ini untuk membangun gambaran tentang bagaimana kenangan membentuk identitas dan bagaimana perasaan terhadap masa lalu dapat mempengaruhi kehidupan saat ini. Puisi ini menawarkan refleksi tentang bagaimana pengalaman dan ingatan membentuk persepsi kita terhadap diri kita sendiri dan dunia di sekitar kita.

Puisi "Telur Bebek dan Leher" adalah contoh cemerlang dari kemampuan Mardi Luhung untuk menyajikan tema-tema kompleks dengan kehalusan dan kedalaman emosional. Melalui simbolisme dan metafora yang kuat, puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan antara kenangan, identitas, dan perasaan. Dengan gambar-gambar yang kuat dan makna yang mendalam, puisi ini menawarkan wawasan tentang bagaimana masa lalu dan pengalaman membentuk siapa kita dan bagaimana kita memahami dunia di sekitar kita.

Puisi ini tidak hanya menceritakan kenangan dan pengalaman, tetapi juga menggali makna yang lebih dalam dari hubungan antara masa lalu dan identitas pribadi. Dengan menyoroti elemen-elemen yang tampaknya sederhana namun penuh makna, Mardi Luhung mengundang pembaca untuk merasakan dan memahami kedalaman emosional dan reflektif dari pengalaman hidup.

Mardi Luhung
Puisi: Telur Bebek dan Leher
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.