Puisi: Telur Asin (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Telur Asin" karya Mardi Luhung menggambarkan perasaan nostalgia dan kerinduan seseorang terhadap seseorang yang telah pergi.
Telur Asin

Aku memakan telur asin. Dengan kuning yang berminyak.
Dan aku teringat padamu. Yang pernah berseloroh: "Kau
tahu, waktu lahir, aku menetas dari telur asin. Telur asin
yang kebiru-biruan. Agak lonjong. Dan bercangkang kuat."

Dan ketika telur asin telah habis, aku juga teringat, kau
memang lentur. Dan bagi yang ingin menelisiknya, mesti
diterawangkan ke sinar lampu. Agar terlihat gurat tipis atau
tebalnya urat. Lain itu, pada setiap desirmu, aku mendengar debur
lautan yang riang. Debur lautan yang tak pernah lelah
mengusung bakal garam. Sambil merentangkan apa saja
yang ada. Lalu berkebatan di ujung-ujung ombak:
"Tangkaplah aku, tangkaplah juga asin yang abadi yang melekat
di langit-langit mulutku!" Dan waktu itu, betapa aku (juga
mereka yang sempat melihatmu) menduga, jika kami berani
memasuki mulutmu, pasti keluarnya akan terurai dalam
butiran garam yang mutih. Butiran garam yang kelak
tersaput di setiap kerahasiaan rasa telur asin yang
terhidang. Seperti tersaputnya kabut dalam asap.

Gresik, 2014

Sumber: Kompas (23 Maret 2014)

Analisis Puisi:

Puisi "Telur Asin" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya sastra yang penuh dengan makna dan simbolisme. Puisi ini menggambarkan perasaan nostalgia dan kerinduan seseorang terhadap seseorang yang telah pergi.

Makanan sebagai Simbolisme: Puisi ini menggunakan telur asin sebagai simbol. Telur asin, dengan kuning yang berminyak, adalah makanan yang kaya akan rasa dan tekstur. Dalam konteks puisi ini, telur asin mewakili kenangan yang kaya dan kuat terhadap seseorang yang telah meninggalkan kesan mendalam pada penyair. Kuning yang berminyak dari telur asin bisa mencerminkan perasaan mendalam dan emosi yang melekat pada kenangan tersebut.

Kenangan dan Nostalgia: Penyair menyampaikan bahwa saat ia memakan telur asin, ia teringat pada orang yang pernah menyatakan bahwa mereka menetas dari telur asin. Hal ini menciptakan nuansa nostalgia, di mana makanan tersebut memicu kenangan yang kuat tentang orang yang telah pergi. Penyair merenungkan tentang kenangan tersebut dengan penuh rasa.

Simbolisme Lautan: Puisi ini juga menggunakan simbolisme laut sebagai bagian dari kenangan tersebut. Debur laut yang riang menjadi metafora untuk kebahagiaan dan kegembiraan yang pernah dibagikan dengan orang yang pergi. Lautan juga dapat mewakili kompleksitas perasaan dan pengalaman yang telah terjadi.

Simbolisme Garam: Garam dalam puisi ini memiliki makna simbolis yang mendalam. Garam dapat mengingatkan pada air mata dan rasa pahit dalam kehidupan. Ketika penyair berpikir tentang "garam yang abadi yang melekat di langit-langit mulutku," itu bisa mencerminkan kerinduan untuk merasakan rasa asin dari kenangan yang ditinggalkan oleh orang yang pergi.

Imajinasi dan Realitas: Penyair menggunakan imajinasi untuk menggambarkan bagaimana orang-orang berani memasuki mulut orang yang pergi, dan keluar sebagai butiran garam yang mutih. Ini adalah cara penyair mengungkapkan bahwa kenangan tersebut akan selalu hidup dalam ingatan dan pengalaman mereka, seperti butiran garam yang melekat pada setiap kerahasiaan rasa dari kenangan tersebut.

Puisi "Telur Asin" adalah contoh yang kuat dari bagaimana puisi dapat menggabungkan elemen-elemen visual, sensual, dan emosional untuk mengkomunikasikan perasaan kerinduan dan nostalgia terhadap seseorang yang telah meninggalkan kesan yang mendalam dalam hidup penyair.

Mardi Luhung
Puisi: Telur Asin
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.