Puisi: Samarinda (Karya Amien Wangsitalaja)

Puisi "Samarinda" karya Amien Wangsitalaja mencerminkan keberanian penulis dalam menggambarkan dan menyindir realitas sosial dan politik di kota .....
Samarinda


Ia mohang daeng mangkona melaksanakan titah sultan kutai
sambil menata adat bugis

“orang bugis orang kutai sama rendah sama semampai”

dan simaklah jilatan sungai terlalu bergairah mencumbu lamin
mengawini tanah

dan jika saatnya nanti anak turun pua ado mendirikan masjid
orang kutai menyusun empat tiangnya

“orang bugis orang kutai sama-sama menjunjung agama”

lalu siapa yang akan mulai berani menjual rumah ibadah meninggikan
atap instansi sembari merendahkan sejarah?


Analisis Puisi:
Puisi "Samarinda" karya Amien Wangsitalaja mencerminkan keberanian penulis dalam menggambarkan dan menyindir realitas sosial dan politik di kota Samarinda. Puisi ini membahas tentang perbedaan dan ketegangan antara dua kelompok masyarakat, yaitu orang Bugis dan orang Kutai, serta pertanyaan tentang bagaimana sejarah dan agama diperlakukan di tengah-tengah perkembangan kota.

Dualitas Budaya dan Adat: Puisi ini menggambarkan perbedaan budaya dan adat antara orang Bugis dan orang Kutai di Samarinda. Penggunaan bahasa yang khas dan ungkapan adat Bugis seperti "mohang daeng mangkona" dan "melaksanakan titah sultan kutai" menunjukkan perbedaan latar belakang budaya di antara mereka.

Peran Agama dalam Menyatukan Masyarakat: Meskipun terdapat perbedaan budaya, puisi ini juga menyoroti bagaimana agama dapat menjadi perekat yang menyatukan masyarakat. Ungkapan seperti "orang kutai menyusun empat tiangnya" dan "orang bugis orang kutai sama-sama menjunjung agama" menunjukkan pentingnya agama sebagai landasan moral dan spiritual bagi masyarakat.

Sindiran terhadap Perilaku Buruk di Perkotaan: Puisi ini menyindir perilaku buruk di perkotaan, terutama dalam hal merendahkan sejarah dan agama demi kepentingan instansi dan individu. Ungkapan "jika saatnya nanti anak turun pua ado mendirikan masjid" dan "siapa yang akan mulai berani menjual rumah ibadah meninggikan atap instansi sembari merendahkan sejarah" menunjukkan bagaimana nilai-nilai agama dan sejarah bisa terpinggirkan demi kepentingan materi dan kekuasaan.

Keberanian dalam Kritik Sosial: Puisi ini mencerminkan keberanian penulis dalam menyuarakan kritik sosial terhadap kondisi yang ada di kota Samarinda. Penulis dengan tegas menyampaikan perasaan dan pikirannya tentang isu-isu sensitif yang mungkin dianggap tabu atau berbahaya oleh sebagian orang.

Hubungan Manusia dengan Alam: Penggunaan metafora alam, seperti "simaklah jilatan sungai terlalu bergairah mencumbu lamin mengawini tanah," menciptakan gambaran tentang hubungan manusia dengan alam dan bagaimana manusia harus menghormati serta menjaga keseimbangan dengan lingkungannya.

Puisi "Samarinda" karya Amien Wangsitalaja adalah puisi yang penuh dengan pesan dan makna. Melalui bahasa yang kuat dan ungkapan-ungkapan tajam, penulis menyampaikan pesan tentang perbedaan budaya, pentingnya agama sebagai perekat masyarakat, serta sindiran terhadap perilaku buruk dan penyelewengan nilai-nilai sosial dan sejarah. Puisi ini mencerminkan keberanian penulis dalam mengkritik kondisi sosial yang ada di kota Samarinda dan mengajak pembaca untuk merenungkan tentang bagaimana kita menjaga harmoni antara budaya, agama, dan alam di tengah perkembangan perkotaan.

Puisi: Samarinda
Puisi: Samarinda
Karya: Amien Wangsitalaja
© Sepenuhnya. All rights reserved.