Permainan Cahaya
melangkah ke arah mula Cahaya
hanya bisa
bila aku sudah mampu sepenuhnya
mendekap dingin jejakmu.
Sepasang kumbang di pojok taman
Yang gemetar. Yang dilukat rasa-sakit
dan belukar yang meliar
tiba-tiba ingin berkemas
seraya mengancingkan serpih-serpih
sayapnya yang telah parah
dilubangi cuaca.
Gurat aneh pada leher
Muncratan-muncratan sirop warna pastel dan
Tarian gila di udara
Menyengat-nyengat luka jantungnya.
Seberkas torehan kecil scalpel cahaya, ternyata
bisa memecah bertahun-tahun cawan racun
dalam dada. Sasmita
Paling ganas
Yang membayang lewat kening kamboja.
Baca air mataku...
Kaudengar?
Kalimat mereka melesat cepat
Bagai lembing halilintar. Lebih cepat lagi –
Namun takkan pernah selesai. Tak akan
Pernah sampai. Meski
Seluruh suara pun telah tandas
Ditenggak langit. Lewat jerit paling nyaring
Atau hanya kata-murung, yang
Melayang Gugup Dan meledak
Dengan manis
Di seputar trotoar
(Rerontoknya menyelinap diam-diam
Berterjunan
Jatuh ke pelukan
Hujan)
Seekor kumbang memejamkan perih jiwanya
Sementara sejoli sedih itu terus melangkah
Dengan paras kekanakannya.
Tangan-tangan mereka patah, berguguran
Sepanjang jalan.
Namun ia rasakan juga jemarinya makin asyik
Menari-nari. Mencakari celah basah
Antara gelap dan gumpalan asap kuning masa-silam
Berloncatan. Bertikaman dalam jurang
Permainan cahayamu.
1995
Puisi: Permainan Cahaya
Karya: Arif Bagus Prasetyo