Puisi: Mantra Mantan Demonstran (Karya Aprinus Salam)

Puisi "Mantra Mantan Demonstran" menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai hidup dan ...
Mantra Mantan Demonstran


Kulawan kau setengah mati
Di jalan-jalan, bercucur keringat dan darah
Dan air mata

Kota itu milikmu
Desa itu milikmu
Pulau itu milikmu
Gedung itu milikmu
Uang itu milikmu

Di rumahku, bapakku buta, ibuku bisu
Adikku latah, dapurku basi
Ladangku kering

Usia menjelang, tubuh melapuk
Anakku tumbuh dengan miskinku
Pagi hari kuajari mengaji
Siang kuajari peluh keringat
Malam kuajari diam

Anakku tumbuh dengan pasrahku
Pagi kuajari berkata adanya
Siang kuajari puasa
Malam kuajari kejujuran

Anakku tumbuh dengan pasrahku
Pagi kuajari baca tanda
Siang kuajari rela
Malam kuajari cinta

Tuhan,
Kini aku berdiri di sini
Sambil membaca puisi mantraku.


Analisis Puisi:
Puisi "Mantra Mantan Demonstran" karya Aprinus Salam adalah sebuah karya sastra yang memaparkan perjalanan hidup seorang mantan demonstran. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti pengorbanan, kehidupan keluarga, dan refleksi diri.

Penggambaran Kehidupan Demonstran: Puisi "Mantra Mantan Demonstran" membuka dengan gambaran kehidupan demonstran yang berjuang di jalanan. Kata-kata seperti "bercucur keringat dan darah" menciptakan citra keberanian dan pengorbanan yang dihadapi oleh para demonstran demi tujuan yang mereka yakini.

Kontras Antara Dunia Luar dan Dunia Pribadi: Puisi ini mengeksplorasi kontras antara dunia luar yang dikuasai oleh aktivitas demonstrasi dan perjuangan sosial, dengan dunia pribadi yang sering kali penuh dengan keterbatasan dan kesulitan. Deskripsi rumah yang dihuni oleh keluarga si penyair memberikan dimensi emosional dan pribadi pada cerita.

Kepemilikan Kota, Desa, dan Uang sebagai Ironi: Ketika penyair menyatakan bahwa kota, desa, pulau, gedung, dan uang adalah milik mantan demonstran, itu menjadi sebuah ironi. Ironi ini menggambarkan bagaimana pengaruh atau kepemilikan atas struktur dan aspek kehidupan masyarakat yang lebih luas tidak selalu diikuti oleh kemakmuran atau keadilan di dalam kehidupan pribadi.

Kondisi Keluarga Penyair: Dalam keluarga penyair, kondisi tidak sesuai dengan kepemilikan yang disebutkan di awal puisi. Keluarga penyair mengalami keterbatasan ekonomi dan fisik, yang ditunjukkan melalui kebutaan bapak, bisunya ibu, dan kesulitan finansial yang dihadapi keluarga.

Pengajaran dan Pengorbanan Sebagai Warisan: Meskipun si penyair sendiri menderita kekurangan dan kesulitan, dia mengajarkan anaknya dengan penuh kesabaran dan cinta. Puisi menunjukkan bahwa meskipun kehidupan penyair tidak mudah, dia tetap berusaha memberikan pendidikan dan nilai-nilai kehidupan yang penting kepada anaknya.

Mantra sebagai Ritual Spiritual dan Refleksi Diri: Penggunaan kata "mantra" menciptakan suasana spiritual dan refleksi diri dalam puisi ini. Membaca puisi dianggap sebagai bentuk mantra yang menjadi ritual dan pengakuan diri dari penyair.

Pendidikan Anak sebagai Prioritas: Pendidikan anak diutamakan, dan penyair mengajari anaknya berbagai hal, termasuk kejujuran, puasa, dan cinta. Meskipun dalam kondisi sulit, pendidikan moral dan nilai-nilai kehidupan dianggap sebagai harta yang berharga.

Pasrah sebagai Wujud Ketaatan: Penggunaan kata "pasrah" menciptakan nuansa ketaatan terhadap takdir atau keadaan yang sulit. Meskipun dihadapkan pada keterbatasan dan kesulitan, penyair bersikap pasrah, yang bisa diartikan sebagai bentuk keteguhan dan kekuatan dalam menghadapi hidup.

Cerminan Realitas Kehidupan: Puisi ini menciptakan cerminan tentang realitas kehidupan, di mana perjuangan dan pengorbanan dapat tidak selalu diimbangi dengan keberhasilan dan kemakmuran di tingkat pribadi. Hal ini menciptakan dimensi realisme yang menyentuh dan mendalam.

Kesimpulan Puisi sebagai Refleksi Diri: Puisi ini diakhiri dengan penyair yang berdiri dan membaca puisi sebagai bentuk mantra pribadi. Ini dapat diartikan sebagai upaya untuk merenungkan dan meresapi perjalanan hidup, serta untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran yang mungkin sulit diungkapkan dengan kata-kata biasa.

Puisi "Mantra Mantan Demonstran" adalah sebuah karya sastra yang menciptakan gambaran tentang kehidupan seorang mantan demonstran dan perjuangannya di tengah keterbatasan. Dengan menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat, Aprinus Salam berhasil menggambarkan kompleksitas kehidupan manusia dan memberikan pemahaman yang mendalam tentang nilai-nilai hidup dan pengorbanan.

Puisi
Puisi: Mantra Mantan Demonstran
Karya: Aprinus Salam
© Sepenuhnya. All rights reserved.