Puisi: Maliun Hawa (Karya Ahmad Faisal Imron)

Puisi "Maliun Hawa" menggambarkan perubahan emosi, refleksi tentang kehidupan, dan keberadaan spiritual dalam keadaan kegelapan dan kesedihan.
Maliun Hawa

setelah itu
kau datang padaku
membawa sebuah parodi
yang tak terduga

bahwa masih di kamar ini
selain puisi, lukisan jingga atau peninggalan Suri
hanya ada seruling kuno, sayap coklat cendrawasih
jarum jam yang kelam atau bunga abadi
yang tak pernah kurelakan pada siapa pun

setelah itu
setelah kau datang padaku
membawa Maliun Hawa
kesedihan yang sempurna

maka lengkaplah
langit di awal Maret ini, seperti pula
detak jantung kita yang membosankan
lebih kelam dari nilam manapun
atau lebih kudus dari lelehan purnama

sabarlah, di luar, tuhan begitu bersayap

dan tak mungkin membiarkan sukma kita menggigil
hujan adalah bahasa lain dari kesedihan itu
namun matahati kita selalu mengira
bahwa purnama yang tenang dan kembali menghilang
bahwa bunga-bunga yang tumbuh dan berguguran kemudian
bukanlah isyarat dari suatu kefanaan

yang semakin menyiksa
melupakan segalanya

tapi kau selalu mengatakan, di luar langit masih berdarah!

1999

Sumber: Maliun Hawa (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Maliun Hawa" karya Ahmad Faisal Imron adalah sebuah karya yang penuh dengan gambaran kuat, perasaan mendalam, serta refleksi terhadap kehidupan dan keberadaan manusia. Puisi ini membawa pembaca ke dalam suasana emosional yang kompleks, memperlihatkan perubahan emosi dan pandangan terhadap kehidupan.

Metafora dan Gambaran Kuat: Puisi ini menggunakan gambaran-gambaran yang kuat dan metafora untuk menggambarkan perubahan emosi dan pandangan terhadap kehidupan. Misalnya, "Maliun Hawa" digunakan sebagai lambang kesedihan yang sempurna, yang hadir secara tak terduga dan mengubah suasana hati. Gambaran langit di awal Maret yang menjadi lengkap mencerminkan perubahan dari keadaan yang sebelumnya kurang lengkap.

Keberadaan yang Kudus Namun Gelap: Penyair menyoroti keberadaan yang kudus namun gelap, menggambarkan jantung yang membosankan dan lebih gelap dari malam yang gelap. Ini mungkin merujuk pada perasaan monoton dan kesedihan yang mendalam yang tak terungkapkan dengan mudah.

Refleksi tentang Kehidupan dan Kefanaan: Puisi ini juga merenungkan tentang kehidupan, kesedihan, dan makna di balik perubahan alam. Hujan dianggap sebagai bahasa kesedihan, namun pandangan penyair tidak sepenuhnya pesimistis. Ia menunjukkan bahwa purnama yang hilang dan bunga yang gugur bukanlah tanda kefanaan, namun sebaliknya adalah bagian dari siklus alam yang menyajikan keindahan dan perubahan.

Kepentingan Tuhan dan Kehadiran Spiritual: Puisi ini menunjukkan kehadiran spiritual dengan menyebutkan Tuhan yang bersayap, mengindikasikan bahwa kekuatan yang lebih besar hadir di luar kegelapan dan kesedihan. Pesan ini mengajak untuk bersabar dan percaya pada kekuatan yang lebih tinggi, meskipun kehidupan terasa gelap dan sulit.

Analisis Bahasa dan Gaya Penulisan: Penyair menggunakan bahasa yang puitis, metafora yang kuat, dan perbandingan yang kuat untuk menyampaikan emosi dan refleksi dalam puisi ini. Metafora "Maliun Hawa" memberikan dimensi mendalam tentang kesedihan yang tak terduga. Puisi ini juga menggabungkan elemen keagamaan yang memberikan harapan dalam kegelapan.

Secara keseluruhan, puisi "Maliun Hawa" karya Ahmad Faisal Imron adalah sebuah karya yang menggambarkan perubahan emosi, refleksi tentang kehidupan, dan keberadaan spiritual dalam keadaan kegelapan dan kesedihan. Puisi ini merangsang pembaca untuk merenungkan makna kehidupan, siklus alam, dan kehadiran spiritual di tengah-tengah perubahan emosi manusia.

Ahmad Faisal Imron
Puisi: Maliun Hawa
Karya: Ahmad Faisal Imron
Biodata Ahmad Faisal Imron:
  • Ahmad Faisal Imron lahir pada tanggal 25 Desember 1973 di Bandung.
© Sepenuhnya. All rights reserved.