Puisi: Khalifah Umar (Karya Amien Wangsitalaja)

Puisi "Khalifah Umar" karya Amien Wangsitalaja mengeksplorasi kontras antara kebijakan pemerintah yang keras terhadap pencurian dan realitas ....
Khalifah Umar
(- Abdurrahman Wahid)


Suatu malam
umar mencuri gandum
dari gudang negara
(karena di sudut kampung
di sebuah rumah
seorang ibu memasak batu)

jangan
jangan mencuri gandum
di sini
di negara yang menjunjung
koridor hukum


Analisis Puisi:
Puisi "Khalifah Umar" karya Amien Wangsitalaja adalah sebuah karya sastra yang mengeksplorasi kontras antara kebijakan pemerintah yang keras terhadap pencurian dan realitas sosial yang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan yang mungkin tidak diinginkannya. Puisi ini menyoroti ketidakadilan sosial, hukum yang kadang tidak memperhatikan konteks, dan realitas hidup yang sulit.

Tema Sosial dan Keadilan: Puisi ini mengambil tema sosial yang menyoroti ketidakadilan dan pembedaan dalam masyarakat. Penyair menggambarkan suatu malam Khalifah Umar, seorang pemimpin yang dikenal dengan keadilan dan integritasnya, mencuri gandum dari gudang negara. Tindakan ini dilakukan dalam konteks keadaan ekstrem di mana seorang ibu memasak batu karena tidak ada makanan yang cukup.

Kontras dan Ironi: Puisi ini menciptakan kontras yang tajam antara tindakan pencurian gandum oleh Khalifah Umar dengan tindakan ibu yang memasak batu karena kekurangan makanan. Pemerintah di negara ini keras dalam memberlakukan hukum terhadap pencurian, tetapi situasi sosial yang keras dan penuh ketidakadilan sering kali mendorong tindakan-tindakan ekstrem seperti itu.

Kritik Terhadap Hukum dan Pemerintah: Puisi ini melukiskan ironi ketika seorang pemimpin seperti Khalifah Umar harus mencuri gandum karena situasi sosial yang sulit. Hal ini juga menciptakan kritik terhadap pemerintah dan hukum yang kadang-kadang tidak sensitif terhadap realitas hidup yang penuh dengan kesulitan.

Penggunaan Gambaran: Penyair menggunakan gambaran pencurian gandum dan memasak batu untuk menggambarkan dua ekstrim: tindakan mencuri karena kebutuhan dan tindakan yang ekstrem karena kelaparan. Penggunaan gambaran ini memperkuat pesan puisi tentang realitas kehidupan yang kadang tidak terlalu dihiraukan oleh hukum formal.

Bahasa Sederhana dan Kuat: Bahasa yang sederhana dan kuat digunakan dalam puisi ini untuk memaparkan pesan yang tajam dan langsung. Hal ini membantu dalam menyampaikan emosi dan pesan yang ingin disampaikan oleh penyair.

Refleksi Kemanusiaan: Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang kondisi sosial dan kemanusiaan. Ia menunjukkan bahwa kadang-kadang tindakan yang terlihat salah oleh hukum formal mungkin memiliki alasan yang kuat dalam konteks kehidupan yang sulit.

Puisi "Khalifah Umar" oleh Amien Wangsitalaja adalah sebuah karya yang mengeksplorasi ketidakadilan sosial dan kesulitan kehidupan yang terkadang memaksa seseorang untuk melakukan tindakan ekstrem. Melalui gambaran yang kuat, puisi ini mengkritik kenyataan sosial dan membuka ruang bagi refleksi tentang kebijakan, keadilan, dan kemanusiaan.

Puisi: Khalifah Umar
Puisi: Khalifah Umar
Karya: Amien Wangsitalaja

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • BOLA kau tengadahkan wajah sendu aku tak kuasa menatapmu duka terus membayangimu sudahlah, jauhi masa lalu ada yang harus pergi lebih dulu itulah lukisan ke…
  • KeadaanGemuruh langkah satu-satu berhentiKeriuhan nyanyi fajar harapan sudah sayup-sayuptenggelam dalam teriakan keluh-kesah berat badanGelimpangan manusia kelelahan sepanjang jala…
  • PESTA pesta yang meriah cukup di hati, sayang kita sepakat menerima apa adanya demikianlah milik kita sesungguhnya milik banyak orang di negeri kita ada bany…
  • Si Ida Kecurian KasihSi Ida kecurian kasihtersara ke daerah Buangandi mana pucuk-pucuk cemara berpatahandaun-daunan gugur menderu dengan anginSi Ida berdiri tertegunsangsi bisa kem…
  • PAGI jangan simpan senyum di balik cerah wajahmu sisa hujan kau keringkan ada embun di rumputan pagi, telah usai mimpi kini antarkanlah harapan kusiapkan r…
  • Arah Pulang sekilas bayangan wajahmu di atas buih ombak kulihat betapa tebal garis-garis derita bukan, bukan itu wajahmu sesungguhnya engkau adalah lelaki yang …
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.