Puisi: Di Tikungan Sajak Ini Akan Kautemukan Sebuah Sungai (Karya Ahmad Nurullah)

uisi "Di Tikungan Sajak Ini Akan Kautemukan Sebuah Sungai" mengajak kita untuk merenungkan betapa perjalanan pencarian makna adalah sebuah proses ...
Di Tikungan Sajak Ini
Akan Kautemukan
Sebuah Sungai

Di tikungan sajak ini akan kautemukan
sebuah sungai - katamu.
Maka kita pun berangkat
Menjelajah makna yang menggeliat
di balik lapisan tanah yang padat -
Siang gerimis
Matahari bercampur hujan

Perjalanan begitu panjang
dan mendebarkan
Bagai syahwat yang terbakar
dan menebar bara apinya
ke luar waktu -
Angin berkincir
Ruang bugil
Detik-detik istirah
Sejarah tiarap

Pada sebuah gumam
Di atas semacam tanah lapang
Masa kanak kita berceceran:
Saat kita asyik menganyam sebuah kapal
dengan sisa daun kering dan lokan
dan kita berdesak di dalamnya
berlayar menuju sebuah dunia yang jauh
sejauh kita ada
sejauh kaki kita berpijak

Tidak. Di tikungan sajak ini
tak kutemukan sebuah sungai
Tapi sebentang lautan
Luas tak bertepi:
Makna berdebur seperti ombak
bergeriung seperti angin
berkecipak seperti kawanan ikan
dan kita tercebur
dan kita tenggelam di dalamnya. Di dalam sajak kita.

Jakarta, 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Di Tikungan Sajak Ini Akan Kautemukan Sebuah Sungai" karya Ahmad Nurullah adalah sebuah karya yang penuh dengan simbolisme dan eksplorasi mendalam tentang perjalanan batin dalam mencari makna. Puisi ini menampilkan sebuah perjalanan metaforis yang membawa pembaca dari harapan akan menemukan sungai di tikungan sajak, menuju kenyataan yang lebih luas dan mendalam: lautan makna yang tak berujung.

Eksplorasi Makna sebagai Perjalanan

Puisi ini dibuka dengan janji atau prediksi, "Di tikungan sajak ini akan kautemukan sebuah sungai." Ini adalah pernyataan yang memicu perjalanan eksplorasi, di mana sang penyair dan pembaca bersama-sama menjelajahi makna yang tersembunyi di balik kata-kata. Sungai di sini mungkin melambangkan aliran pemahaman atau pencerahan yang diharapkan akan ditemukan di suatu titik dalam perjalanan tersebut.

Namun, perjalanan ini digambarkan tidak mudah. Penyair mengilustrasikan perjalanan ini sebagai sesuatu yang panjang dan mendebarkan, penuh dengan tantangan dan hambatan, yang mencerminkan kompleksitas dan ketegangan dalam proses pencarian makna. "Siang gerimis / Matahari bercampur hujan" adalah simbol dari ketidakpastian dan kontradiksi yang sering ditemui dalam perjalanan pemahaman, di mana terang dan gelap, harapan dan keraguan, sering kali muncul bersamaan.

Simbolisme Alam dan Kehidupan

Ahmad Nurullah menggunakan simbolisme alam seperti "angin berkincir," "ruang bugil," dan "sejarah tiarap" untuk menggambarkan elemen-elemen yang dihadapi selama perjalanan. "Angin berkincir" melambangkan gerakan terus-menerus, mungkin tanpa tujuan jelas, sementara "ruang bugil" bisa menandakan keheningan atau kekosongan yang dihadapi di tengah perjalanan.

Selain itu, puisi ini juga mengangkat kenangan masa kanak-kanak melalui gambaran "masa kanak kita berceceran," yang menunjukkan bagaimana perjalanan pencarian makna sering kali terkait dengan kenangan dan pengalaman masa lalu. Kenangan ini, diilustrasikan dengan kegiatan menganyam kapal dari sisa daun kering dan lokan, menjadi simbol dari impian dan imajinasi yang membawa kita ke dunia yang jauh, melambangkan aspirasi dan harapan kita di masa kecil.

Konflik antara Harapan dan Kenyataan

Pada bagian akhir, puisi ini menghadirkan sebuah twist atau pembalikan. Alih-alih menemukan sungai seperti yang diharapkan, sang penyair dan pembaca menemukan "sebentang lautan / Luas tak bertepi." Ini menggambarkan kenyataan yang jauh lebih luas dan lebih dalam daripada yang diantisipasi. Lautan ini penuh dengan makna yang "berdebur seperti ombak / bergeriung seperti angin / berkecipak seperti kawanan ikan," menandakan bahwa makna yang dicari bukanlah sesuatu yang statis atau sederhana, tetapi dinamis, kompleks, dan tak terbatas.

Ini adalah momen pengakuan bahwa dalam pencarian makna, kita sering kali menemukan sesuatu yang jauh lebih besar dan lebih rumit daripada yang kita bayangkan. Alih-alih hanya sebuah sungai kecil yang mudah dijelajahi, kita malah berhadapan dengan lautan luas yang mengancam untuk menenggelamkan kita.

Penemuan Diri dalam Sajak

Kesimpulan dari puisi ini mengisyaratkan bahwa dalam proses eksplorasi dan pencarian makna, kita akhirnya menyadari bahwa kita "tercebur dan tenggelam" dalam sajak itu sendiri. Ini menunjukkan bahwa makna sebenarnya tidak hanya ditemukan di luar diri kita, tetapi juga di dalam diri kita sendiri, dalam proses penciptaan dan pemahaman sajak tersebut.

Puisi ini mengajak pembaca untuk menyadari bahwa makna bukanlah sesuatu yang dapat ditemukan di luar dengan mudah, tetapi merupakan sesuatu yang harus digali dan dipahami melalui perjalanan panjang dan refleksi dalam. Makna, seperti lautan yang luas, tidak dapat dipahami sepenuhnya; ia terus bergerak dan berubah, membawa kita ke dalam kedalaman yang semakin kompleks dan membingungkan.

Lautan Makna dalam Puisi

Ahmad Nurullah, melalui puisi "Di Tikungan Sajak Ini Akan Kautemukan Sebuah Sungai," menghadirkan sebuah metafora kuat tentang pencarian makna. Perjalanan yang awalnya diharapkan sederhana, hanya untuk menemukan sebuah sungai, ternyata membawa kita kepada penemuan yang jauh lebih besar dan lebih rumit: lautan luas yang penuh dengan ombak, angin, dan kehidupan. Ini adalah representasi dari pencarian makna dalam kehidupan dan seni, di mana hasil yang kita dapatkan sering kali jauh melebihi apa yang kita harapkan, tetapi juga menantang dan mengharuskan kita untuk menghadapi ketidakpastian dan kompleksitas.

Puisi ini mengajak kita untuk merenungkan betapa perjalanan pencarian makna adalah sebuah proses yang dinamis dan tak pernah berakhir. Dalam perjalanan itu, kita tidak hanya menemukan makna di luar diri kita, tetapi juga menemukan diri kita tenggelam dalam makna itu sendiri, membiarkan sajak dan kata-kata mengalir dan membentuk pemahaman kita tentang dunia dan kehidupan.

Ahmad Nurullah
Puisi: Di Tikungan Sajak Ini Akan Kautemukan Sebuah Sungai
Karya: Ahmad Nurullah

Biodata Ahmad Nurullah:
  • Ahmad Nurullah (penulis puisi, cerpen, esai, dan kritik sastra) lahir pada tanggal 10 November 1964 di Sumenep, Madura, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.