Puisi: Caka 1920 (Karya Arif Bagus Prasetyo)

Puisi: Caka 1920 Karya: Arif Bagus Prasetyo
Caka 1920


Bahagia menjengukmu. Duduk diam, mengamati bintang bajak
tergelincir dari alur. Bagaimana aku tahan? Dari tanggul pelupukmu,
masih basah, kau menggeram menafsirkan jejak lumpur
yang tertinggal. Ke mana ia runtuh, untuk apa, bagaimana aku
tahan dan berharap kau meratap. Tapi tidak, “Dam-dam tahun
telah pecah di dadaku. Air gaduh bergemuruh hingga pinggang,
menggenangi ladang-ladang malam hari milik tuhan….”

Ladang-ladang milik tuhan. Radang-radang. Hujan hama telah
turun menjenguknya, bahagia, dalam desah akar-akar pepohonan
tercerabut dari tanah, berjuluran ke udara jadi lidah
merah bara yang menggulung bentang hari. Bulan pejam
menusukkan rerusuknya ke dadamu. Kau tersengal dan berguncang
mirip lonceng orang suci pada simpang jalan itu, yang
abadi memanggilmu waktu tidur, meraih ruh yang tersentak dari
tubuh.

Bahagia bahwa aku masih tahan. Dan sejuntai mantel basah
burung hitam yang bertengger di dadaku, sejak senja, tiba-tiba
berceloteh dengan derit pintu dapur, rangka bintang bajak tadi,
yang tersungkur menguburmu dalam hutan mantram ini.


1998

Puisi: Caka 1920
Puisi: Caka 1920
Karya: Arif Bagus Prasetyo
© Sepenuhnya. All rights reserved.