Puisi: Bapakku telah Pergi (Karya Mardi Luhung)

Puisi "Bapakku Telah Pergi" karya Mardi Luhung menggambarkan bagaimana kenangan dan pengaruh sang ayah terus hidup dalam diri anak dan keturunannya.
Bapakku telah Pergi

Bapakku telah pergi
menemui pembakaran
ruang suci tempat selesaian

tapi ekor-ekor yang ditinggalnya
membelit tubuhku
menciptakan jarak, yang ujungnya

masih dipegangnya
batasnya tak teraba
maka jadilah itu: "Hantu"

bapakku telah pergi, memang
tapi hantunya itu demikian kuat
demikian mendesak

sampai bagian dalam tubuhku
bergetar, berpusar, seperti
tubir, seperti gerigir

si sayap-sayap tembikar
yang selalu melipatiku
seperti melipati ladang-ladang itu

tanah harapan di mana
aku telah menyerahkan kesetiaan
bangkit dan runtuh, runtuh dan bangkit

dan gelembung yang bugil
lewat dua puluh jari aku pahat. Kuberi
mata, mulut, telinga, hidung, dan organ

lalu beberapa kata: "Hantu tadi"
lalu beberapa ekor: "Ujungnya di bapak"
lalu sebuah meja, payung dan kursi

"Selamat datang," kataku

aku dan gelembung pun saling berkata
dan saling terbuka
seterusnya sebuah percakapan

demikian asal-mula
aku membikin sebuah lahan di gelembung
demikian seterusnya aku mengada

sambil terus dilipati hantu
sambil terus berpegangan pada ekor
yang ujungnya di bapak

yang memberi nama pada
setiap nama yang kupanggil
dan kuseru

yang melingkupi bumi
di mana aku
terbaring atau berkelamin

menegak atau ditegakkan
menyedot atau disedot
menetak atau ditetak

lalu menempeli keningku
seperti tempelan tato kelabu
yang memancar bagai merkuri

kemudian merajuti setiap
diri anak-anakku dan anak
dari anak-anakku

dan membikin mereka percaya
jika tato kelabu dan lahan di gelembung itu
memang terwaris atas kromosomku

dan bukan atas hantu:
"Hantu Bapak"

bapakku telah pergi, memang
menemui pembakaran
ruang suci tempat selesaian...

Gresik, 1995

Sumber: Ciuman Bibirku yang Kelabu (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Bapakku Telah Pergi" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang menggugah emosi dan mengajak pembaca merenungkan tentang kehilangan, kenangan, dan warisan yang ditinggalkan oleh sosok ayah. Puisi ini menampilkan perjalanan emosional yang mendalam dari seorang anak yang merasakan kehadiran "hantu" sang ayah, meskipun fisiknya telah tiada. Dengan penggunaan metafora dan simbolisme yang kuat, Mardi Luhung berhasil menciptakan sebuah narasi yang menggetarkan hati.

Tema Utama

  • Kehilangan dan Kenangan: Puisi ini berfokus pada tema kehilangan seorang ayah dan bagaimana kenangan tentang sang ayah terus membayangi dan mempengaruhi kehidupan anak yang ditinggalkannya. Kepergian sang ayah bukan hanya sekadar fisik, tetapi juga menyisakan "hantu" yang terus melekat dalam kehidupan anaknya.
  • Warisan Emosional: Warisan yang ditinggalkan oleh sang ayah bukan dalam bentuk materi, melainkan dalam bentuk kenangan dan pengaruh emosional yang mendalam. "Hantu" sang ayah menjadi simbol dari warisan tersebut, yang terus hadir dalam setiap aspek kehidupan anak.

Isi Puisi

  • Kepergian Sang Ayah: Puisi dibuka dengan penggambaran tentang kepergian sang ayah menuju "pembakaran ruang suci tempat selesaian." Ini bisa diartikan sebagai kematian atau akhir dari perjalanan hidup sang ayah. Namun, meskipun secara fisik telah tiada, sang ayah meninggalkan jejak yang kuat dalam bentuk kenangan dan pengaruh yang mendalam.
  • Hantu yang Membelit: Ekor-ekor yang ditinggalkan sang ayah digambarkan membelit tubuh anaknya, menciptakan jarak yang ujungnya masih dipegang oleh sang ayah. Ini menggambarkan bagaimana kenangan dan pengaruh sang ayah terus membelit dan mempengaruhi kehidupan anaknya, menciptakan sebuah hubungan yang tak terputus meskipun secara fisik telah berakhir.
  • Percakapan dengan Gelembung: Bagian puisi yang menggambarkan anak berbicara dengan gelembung yang dipahatnya sendiri menunjukkan bagaimana ia mencoba mengatasi kehilangan tersebut. Gelembung tersebut diberi atribut manusia seperti mata, mulut, telinga, dan organ, serta beberapa kata dan ekor yang ujungnya di sang ayah. Ini menggambarkan upaya anak untuk memahami dan menerima kehadiran "hantu" sang ayah dalam kehidupannya.
  • Warisan Kromosom: Pada bagian akhir puisi, anak menyadari bahwa tato kelabu dan lahan di gelembung itu adalah warisan yang diterima dari sang ayah, bukan dari "hantu" semata. Ini menggambarkan penerimaan bahwa warisan emosional dan pengaruh sang ayah akan terus hidup dalam diri anak dan keturunannya.

Gaya Bahasa

  • Metafora dan Simbolisme: Mardi Luhung menggunakan banyak metafora dan simbolisme dalam puisi ini, seperti "hantu," "gelembung," dan "tato kelabu," untuk menggambarkan kehadiran kenangan dan pengaruh sang ayah. Metafora ini membantu memperkuat pesan emosional dan makna mendalam dari puisi.
  • Bahasa yang Emosional: Bahasa yang digunakan dalam puisi ini sangat emosional dan menggugah perasaan. Frasa seperti "bergetar, berpusar," dan "gerigir si sayap-sayap tembikar" menggambarkan perasaan kehilangan dan pengaruh mendalam yang dirasakan oleh anak.
Puisi "Bapakku Telah Pergi" karya Mardi Luhung adalah sebuah karya yang menggugah emosi dan mengajak pembaca merenungkan tentang kehilangan, kenangan, dan warisan emosional yang ditinggalkan oleh orang yang kita cintai. Dengan penggunaan metafora dan simbolisme yang kuat, Mardi Luhung berhasil menciptakan sebuah narasi yang dalam dan bermakna, menggambarkan bagaimana kenangan dan pengaruh sang ayah terus hidup dalam diri anak dan keturunannya. Puisi ini bukan hanya tentang kematian, tetapi juga tentang kehidupan, tentang bagaimana kita menerima dan menghargai warisan yang ditinggalkan oleh orang yang kita cintai.

Mardi Luhung
Puisi: Bapakku telah Pergi
Karya: Mardi Luhung

Biodata Mardi Luhung:
  • Mardi Luhung lahir pada tanggal pada 5 Maret 1965 di Gresik, Jawa Timur.
© Sepenuhnya. All rights reserved.