Puisi: Aku Masih Patung itu (Karya Andy Sri Wahyudi)

Puisi "Aku Masih Patung itu" karya Andy Sri Wahyudi mengeksplorasi perjalanan pencarian identitas seseorang dalam kegelapan dan keterpurukan.
Aku Masih Patung itu

Aku masih patung itu
yang dulu datang menggores arah
tapi linglung di putaran malam
mencari rombengan sejarah. Pulang,
ingin mengecat tubuh dan menulis badai
yang sempat mampir di ruang tamu
bermeja retak dan berkursi patah

Di jalanan dan silap lampu kota
ketika dingin memecah langkah
aku mengeja jejak yang melingkar
di seputar wajah yang lupa
lantas deras hujan!
Juga kelebatan bayangan!

Aku masih patung itu
yang dikelilingi kecurigaan
menunggu dada berdebar
dan lirikan mata-mata, yang memburu
dengan mulut berkerat-kerat

Tubuhku memuntahkan sepi;
yang tak sepatah waktupun berteriak
memanggil nama-nama sahabatku

Di hingar tidurku, terdengar
genderang drumband hantu
bararak menuju jauh yang hilang
dan semakin mematungkanku
di ujung gelap melawan arah
sambil melempar tanda tanya!

Nitiprayan, 2008

Sumber: Ibu, Aku Minta Dibelikan Mushola (2012)

Analisis Puisi:

Puisi "Aku Masih Patung itu" karya Andy Sri Wahyudi merupakan karya sastra yang sarat dengan simbolisme dan gambaran kehidupan manusia yang penuh dengan tantangan, ketidakpastian, dan perjalanan pencarian identitas.

Simbolisme "Aku Masih Patung itu": Judul puisi, "Aku Masih Patung itu," menunjukkan keadaan seorang individu yang masih terasa seperti patung, tidak sepenuhnya hidup atau terlibat dalam realitas. Patung di sini bisa mencerminkan kebekuan, kehampaan, atau perasaan terhenti dalam waktu.

Perjalanan Pencarian Identitas dan Arti Kehidupan: Baris pertama menggambarkan perasaan "masih patung" yang datang untuk "menggores arah" dan mencari "rombengan sejarah." Ini bisa diartikan sebagai perjalanan pencarian identitas dan makna hidup, di mana individu tersebut masih dalam proses menemukan tujuannya.

Bingkai Kehidupan yang Pecah Retak: Gambaran meja retak dan kursi patah di ruang tamu menjadi simbol kehidupan yang penuh dengan kesulitan dan kerusakan. Lingkungan yang rapuh mencerminkan kondisi batin sang individu yang terbentur oleh kehidupan.

Jejak Langkah di Jalanan dan Lampu Kota: Gambaran jejak yang melingkar dan langkah yang terpecah di jalanan dan lampu kota memberikan nuansa ketidakpastian dan kebingungan. Hal ini bisa mencerminkan perjalanan hidup yang penuh dengan kesulitan dan kebingungan dalam mencari jalan.

Hujan, Bayangan, dan Kecurigaan: Derasnya hujan dan kelebatan bayangan menambahkan elemen dramatis dan misterius dalam puisi. Kecurigaan yang melingkupi sosok patung menunjukkan bahwa sang individu hidup dalam suasana tidak pasti, diawasi dan dihantui oleh ketidakjelasan.

Drumband Hantu dan Berteriaknya Sepi: Genderang drumband hantu dan teriakan sepi menciptakan atmosfer yang mencekam. Ini dapat diartikan sebagai konfrontasi dengan kehampaan, kegelisahan batin, dan kekosongan yang dirasakan oleh sang individu.

Perlawanan Terhadap Keterpurukan: Meskipun dihadapkan pada situasi yang sulit, sang individu masih berusaha melawan arah dan melempar tanda tanya. Tindakan ini bisa diartikan sebagai usaha untuk menghadapi tantangan dan mengatasi kebuntuan.

Secara keseluruhan, "Aku Masih Patung itu" mengeksplorasi perjalanan pencarian identitas seseorang dalam kegelapan dan keterpurukan. Puisi ini menciptakan gambaran yang penuh warna tentang perjuangan, kehampaan, dan ketidakpastian yang melingkupi kehidupan manusia. Dengan menggunakan simbolisme yang kuat, Andy Sri Wahyudi menggambarkan realitas kehidupan yang kompleks dan penuh dengan pertanyaan yang menghantui.

Andy Sri Wahyudi
Puisi: Aku Masih Patung itu
Karya: Andy Sri Wahyudi

Biodata Andy Sri Wahyudi:
  • Andy Sri Wahyudi lahir pada 13 Desember 1980 di kampung Mijen, Minggiran, Yogyakarta.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.