Puisi: Acheh Nampar (Karya Amien Wangsitalaja)

Puisi: Acheh Nampar Karya: Amien Wangsitalaja
Acheh Nampar


ya hayyu ya qayyumu
kalau hari ini tubuhku tercabik, bukan baru hari ini tubuhku tercabik
kalau kali ini badanku terkorban, bukan baru kali ini badanku terkorban

tubuhku telah lama robek oleh keserakahan nafsu
badanku telah lama menjadi korban pertarungan ambisi dan kuasa
arunku, hutanku, kakaoku tak mampu lagi meronta dari luka
orang-orang tak berdosaku tak kuasa lagi mengucap kata
karena popor dan senjata terlalu cepat berbicara

setiap hari nyawa orang menjadi bahan mainan
“buat apa sekolah, nanti juga mati di jalan
ditembak orang
mati tak dikenal”

amboi, betapa akrabnya aku dengan derita dan derita,
kematian dan kematian
ya hayyu
akankah selamanya kaupilihkan bagiku jalan hidup yang seperti ini
akankah hanya dengan coba semacam ini kautinggikan maqam imanku

setahunan lalu, pantai bireuen-ku dikejutkan dengan mayat-mayat
terbungkus karung beras
terdampar dihempas ombak
(mereka adalah yang kaupilih menjadi saksi dari kebiadaban segelintir
yang dibebalkan oleh nafsu kekuasaan)

hari ini, bukan hanya pantai-pantaiku, bahkan segenap sisi kota-kotaku
jalan rayanya, selokannya, tanah lapangnya diratusribui hempasan mayat
(mereka adalah yang kaumuliakan menjadi saksi dari kuasamu
menampar kebebalan nafsu)

tahun-tahun lalu, bukit-bukitku, hutan-hutanku, sungai-sungaiku,
laut-lautku menjadi saksi
dari nyawa-nyawa yang selalu saja melayang tanpa nama
kali ini, dalam sekejap saja, kembali harus kupersaksikan
ratusan ribu nyawa melayang tanpa nama
(kiranya merekalah syahidin
yang ingin kau bergegas merengkuhnya dalam pelukmu)

kemarin dulu, di salah satu kampungku
mayat muzakir abdullah tersampir+terikat di pohon
lehernya tergorok darahnya menoreh di dada
(al hallaj-kah dia
dihantarkan segerombol orang bertopeng yang brutal menyiksanya
tanpa salah dan dosa apa pun telah dilakukannya)

hari ini, beberapa mayat yang tak sempat menyebut nama
tersampir di pohon-pohon di kota-kotaku, tubuhnya membeku biru
(al hallaj-kah mereka
berperantara ombak yang kaukirim untuk menjemput
mereka hanyut kepadamu tanpa salah dan dosa yang menyisa)

ya hayyu
betapa tingginya maqam mereka
yang menghadapmu dengan seketika
yang menghadapmu bersama-sama

ya qayyumu
betapa rendahnya maqam yang lainnya
yang masih saja tak tersentak hatinya
yang masih saja bebal jiwanya
menggenggam nafsu rendah menumpuk amarah
mengumbar kuasa

ya hayyu ya qayyumu
kupersembahkan tubuhku kepadamu
moga kemudiannya
kauselamatkan jiwaku
dari murkamu.


2004

Catatan:
Data tentang mayat-mayat terbungkus karung beras di pantai Bireuen dan Muzakir Abdullah yang disiksa dan diikat di pohon adalah diambil dari majalah acehkita edisi 15 Januari 2004.

Puisi: Acheh Nampar
Puisi: Acheh Nampar
Karya: Amien Wangsitalaja

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Duka : Aceh Menjelang Desember Usai gemericik ombak mengikis pantai sedebur gelombang menghempas batu karang menenggelamkan nama-nama, serangkaian bulan sabit akhir kehila…
  • Cut Meutia- 1908Dikau Srikandi gagah beraniUmurmu habis untuk berperangMelawan penjajah dan kebathilanMenumpas musuh penyebar kekafiran.Cut Meutia wanita gagah perkasaHidupmu habis…
  • Lhoknga - bersama Rizki & Putra Hidayat Tebing jauh itu seakan tak tersentuh tapi beratus tahun angin telah menabur serbuk garam membuatnya rapuh, membuatnya perlahan r…
  • Jerit Bukit Tidakkah kau baca isyarat angin mengucap salam melambai rindu mengantar senyum anak negeri yang pasrah Tidakkah kau dengar …
  • TakengonItulah kita di antara dosa-dosatersamar dalam desahan cuacaAku tak punya pilihan lainselain mencintaimuSungguh, tak seperti kota-kota laintak butuh waktu lamauntuk terjerat…
  • Teuku Umar- 1899Ketika perang Aceh melawan Belanda pecahDi tahun 1973, dikau masih remaja Teuku UmarNamun dikau pejuang keras nan pantang tundukKau lumpuhkan terus serdadu penjajah…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.