Puisi: Dari Bahasa kepada Puisi (Karya Ahda Imran)

Puisi "Dari Bahasa kepada Puisi" karya Ahda Imran mengeksplorasi tema-tema tentang keterbatasan bahasa dalam menyampaikan pengalaman manusia, serta ..
Dari Bahasa kepada Puisi
(- Malna)

Kusimpan sisa tanganku di lubuk tubuhmu
lubuk yang hanya kau sediakan untukku
tangan yang pernah dipinjam seorang pemahat
yang tak bisa juga menyelesaikan bentuk

sepasang mataku.

2013

Analisis Puisi:

Puisi "Dari Bahasa kepada Puisi" karya Ahda Imran adalah sebuah karya yang puitis dan mendalam, menggambarkan hubungan antara bahasa, tubuh, dan seni dengan cara yang unik dan menggugah. Puisi ini mengeksplorasi tema-tema tentang keterbatasan bahasa dalam menyampaikan pengalaman manusia, serta potensi seni untuk mengekspresikan apa yang tak dapat dijelaskan oleh kata-kata.

Metafora "Kusimpan sisa tanganku di lubuk tubuhmu"

Baris pertama puisi ini dibuka dengan metafora yang kuat, menggambarkan hubungan fisik atau emosional yang intens antara penyair dengan subjeknya. "Sisa tanganku" yang disimpan di "lubuk tubuhmu" bisa diinterpretasikan sebagai pengalaman, memori, atau jejak yang ditinggalkan di dalam diri orang lain. Metafora ini menciptakan gambaran tentang kedalaman hubungan atau pengaruh yang dimiliki subjek terhadap penyair.

Motif Seni dan Keterbatasan Bahasa

Puisi ini menggambarkan ketidakmampuan bahasa untuk sepenuhnya mengungkapkan atau mengekspresikan pengalaman manusia yang kompleks. "Lubuk yang hanya kau sediakan untukku" mengisyaratkan bahwa ada ruang yang spesifik atau intim yang hanya dapat diakses atau dimengerti oleh subjek puisi. Hal ini menyoroti bahwa dalam mencoba mengkomunikasikan pengalaman atau emosi yang mendalam, bahasa sering kali tidak cukup.

Ketidaksempurnaan dalam Seni dan Kehidupan

Baris "tangan yang pernah dipinjam seorang pemahat / yang tak bisa juga menyelesaikan bentuk" memberikan gambaran tentang kegagalan atau ketidaksempurnaan dalam proses penciptaan atau ekspresi seni. Ini bisa diartikan sebagai refleksi tentang bagaimana kehidupan sering kali tidak berjalan sesuai rencana atau harapan, dan bahwa proses mencari makna atau penciptaan seni juga sering kali tidak sempurna.

Keterhubungan Antara Bahasa, Mata, dan Ekspresi

Penutup puisi dengan "sepasang mataku" memberikan penekanan pada peran mata sebagai jendela ke dalam jiwa atau ekspresi diri. Mata sering kali dianggap sebagai organ yang mampu menangkap esensi atau kebenaran yang tidak dapat diungkapkan oleh kata-kata. Dengan menempatkan mata sebagai penutup puisi, Ahda Imran mungkin mengajukan pertanyaan tentang kemampuan seni untuk melampaui keterbatasan bahasa, dan untuk mengungkapkan hal-hal yang tidak dapat dijelaskan dengan kata-kata saja.

Puisi "Dari Bahasa kepada Puisi" karya Ahda Imran adalah sebuah puisi yang menggugah untuk direnungkan tentang hubungan antara bahasa, tubuh, dan seni. Melalui penggunaan metafora yang kuat dan gambaran yang mendalam, puisi ini mengajak pembaca untuk memikirkan tentang keterbatasan bahasa dalam menyampaikan pengalaman manusia yang kompleks, serta potensi seni untuk mengatasi keterbatasan tersebut. Dengan pendekatannya yang puitis dan simbolis, Ahda Imran berhasil menciptakan sebuah karya yang memikat dan menginspirasi.

Ahda Imran
Puisi: Dari Bahasa kepada Puisi
Karya: Ahda Imran

Biodata Ahda Imran:
  • Ahda Imran lahir pada tanggal 10 Agustus 1966 di Baruah Gunuang, Sumatera Barat, Indonesia.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Au RevoirKubisikkan sunyi ke sungai-sungaiKubisikkan sunyi ke muara-muara, ke laut-laut luasKubisikkan sunyi ke pulau-pulau, ke batu-batu karangKubisikkan padamu, satu kata, sunyi …
  • Engkaulah, EngkauYang berdetik dalam terangyang bercahaya dalam gelapkupatahkan tulang rusukkuburung pipit dan unggas-unggas, tolonglah akumabukku hinggap di paruhmu.Medan, 1976Sum…
  • YennyPagi-pagi Yenny mengetuk jendela'Jill', kita pergi ke kebun ArbenBerlari-lari lewat perduembun dan embun.Di muka terbentang hutandi bawah lembahKupegang lengannya'Di mana?'Set…
  • RempuyangRempuyang cabe dalam bungkus daun sentePohon ganyong di kebun rumah kitaDalam pagar tumbuhan pohon raweKita mufakat untuk seia sekataDemikian jika pohon kelor ituBuat obat…
  • Ada yang MenjeratAda yang menjeratku, tiba-tibaEngkau dengan sayap-sayapmu melayang di angkasaJendela terbentang aku menjenguk: hanya hujanDan anak-anak berlarianAngin merayapi din…
  • Gubuk BobrokGubuk pincang-condongdinding-dinding bolong-bolongsepoi menganga melenggang kosongtempat rakyat hidup melarattidak punya apa-apaSepoi menganga. Sepi gubuk. Sepi Segala.…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.