Puisi: Wajah Wudlu (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Wajah Wudlu" menyajikan refleksi mendalam tentang bagaimana ritual wudlu berfungsi sebagai sarana untuk pembersihan spiritual dan pembaruan ...
Wajah Wudlu

setiap membasuh wajah dengan air wudlu
setiap itu pula bersyahadatlah hati
yang meyakini kutinggalkan dosa-dosa
yang berharap pada doa-doa

betapa hati bagai kapal selam yang
kadang melaju di permukaan
kerap tenggelam di tengah gelap
selalu terpuruk ke dasar makar

maka kuperbarui niatan
agar tuhan punya alasan
untuk curahkan belas-kasih
hingga hidup hamba tidaklah tersisih

tetapi selalu saja hamba lupa
tersesat jalan pulang
tersesat di dalam terang
tetapi paduka senantiasa maha

berterimakasih kepada manusia yang
bersyukur runduk berjalan
menapaki hari-hari
tanpa hati yang sepi

doa-doa menjelma menjadi kupu-kupu yang
kepaknya abadi, berterbangan dari bibir mawar
hingga kelak anak-turun tersentuh oleh hyang
dengan kemuliaan di antara orang datang

orang pergi, tetapi manusia kau aku tidaklah pergi
jiwa yang senantiasa berjaga
raga yang senantiasa menjaga
wajah abadi.

Yogyakarta, 12 Juli 2014

Analisis Puisi:

Puisi "Wajah Wudlu" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah eksplorasi mendalam mengenai ritual wudlu sebagai simbol pembersihan spiritual dan refleksi pribadi. Dalam puisi ini, ritual wudlu tidak hanya berfungsi sebagai upacara kebersihan fisik tetapi juga sebagai metafora untuk pembaruan jiwa dan hubungan dengan Tuhan.

Makna Ritual Wudlu

Puisi ini dibuka dengan deskripsi ritual wudlu, "setiap membasuh wajah dengan air wudlu / setiap itu pula bersyahadatlah hati," yang menunjukkan bagaimana tindakan fisik ini menjadi momen refleksi spiritual. Wudlu, dalam Islam, adalah pembersihan fisik sebelum beribadah, tetapi di sini, Abdul Wachid B. S. mengaitkannya dengan pembaruan spiritual. Proses ini mencerminkan upaya untuk meninggalkan dosa dan memperbaharui niat, berharap pada doa-doa untuk mendapatkan belas kasih Tuhan.

Kondisi Hati yang Berubah

Pernyataan "betapa hati bagai kapal selam yang / kadang melaju di permukaan / kerap tenggelam di tengah gelap" menggambarkan keadaan hati yang tidak stabil. Hati yang "kadang melaju di permukaan" menggambarkan saat-saat kejelasan dan kedekatan dengan Tuhan, sementara "tenggelam di tengah gelap" dan "terpuruk ke dasar makar" menunjukkan saat-saat kelemahan dan dosa. Ini menyoroti kompleksitas perjalanan spiritual dan tantangan dalam menjaga kesucian hati.

Niatan dan Belas Kasih Tuhan

"Ku perbarui niatan / agar Tuhan punya alasan / untuk curahkan belas-kasih" mencerminkan kesadaran akan pentingnya niat yang tulus dalam hubungan dengan Tuhan. Pembaruan niatan menjadi kunci agar Tuhan memberikan belas kasih dan perlindungan. Ini adalah pengakuan bahwa tindakan fisik saja tidak cukup tanpa niat yang murni.

Kehidupan Sehari-hari dan Keberadaan Tuhan

"Selalu saja hamba lupa / tersesat jalan pulang / tersesat di dalam terang" menggambarkan sifat manusia yang sering kali melupakan tujuan spiritual mereka dan tersesat meskipun berada dalam situasi terang atau pencerahan. Meskipun demikian, penulis menyadari bahwa Tuhan adalah Maha Kuasa yang selalu ada dan tidak terpengaruh oleh kelemahan manusia.

Transformasi Doa dan Kebaikan

Puisi ini juga mencerminkan keindahan spiritual melalui pernyataan, "doa-doa menjelma menjadi kupu-kupu yang / kepaknya abadi, berterbangan dari bibir mawar." Doa yang diterima dan dipenuhi menjadi sesuatu yang indah dan abadi, seperti kupu-kupu yang terbang. Ini menunjukkan transformasi doa menjadi sesuatu yang membawa kemuliaan dan pengaruh positif untuk generasi mendatang.

Kesadaran akan Keabadian Jiwa

Penutup puisi, "orang pergi, tetapi manusia kau aku tidaklah pergi / jiwa yang senantiasa berjaga / raga yang senantiasa menjaga / wajah abadi," menekankan bahwa meskipun fisik manusia dapat pergi, jiwa tetap ada dan abadi. Ini mencerminkan keyakinan akan keabadian jiwa dan pentingnya menjaga kebersihan dan kesucian jiwa melalui ritual dan doa.

Refleksi Spiritual melalui Ritual

Puisi "Wajah Wudlu" menyajikan refleksi mendalam tentang bagaimana ritual wudlu berfungsi sebagai sarana untuk pembersihan spiritual dan pembaruan niat. Abdul Wachid B. S. mengaitkan praktik ritual dengan proses spiritual yang lebih besar, mencerminkan perjalanan pribadi dalam menjaga hubungan dengan Tuhan, meskipun mengalami kelemahan dan kekurangan.

Melalui penggunaan simbolisme dan metafora, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan pentingnya kebersihan jiwa, keabadian doa, dan kesadaran akan kehadiran Tuhan dalam kehidupan sehari-hari. Ini adalah sebuah karya yang menghubungkan dimensi fisik dan spiritual dari ritual, menunjukkan bagaimana praktik keagamaan dapat mendalam dan berfungsi sebagai penghubung antara manusia dan Tuhan.

Puisi
Puisi: Wajah Wudlu
Karya: Abdul Wachid B. S.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.