Puisi: Sebuah Peta Buta (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Sebuah Peta Buta" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan perjalanan emosional dan intelektual seorang individu dalam merenungkan masa ...
Sebuah Peta Buta

Masih terkenang masa kanak
kau aku mempelajari sebuah peta buta
hanya ada pulau-pulau kota-kota
semua tanpa nama

Kau begitu fasih menyebutkan
pulau-pulau dari Sabang ke IVlerauke
dari Sangihe Talaut hingga
Nusakambangan

Tetapi engkau selalu bertanya kepadaku
bagaimana nenek moyang sampai
ke mandagaskar melepas jangkar
bahkan sempat berjaya raja-raja

Tetapi engkau selalu mengiri kepadaku
dan menguji tanya bagaimana
Sriwijaya dan Majapahit
menundukkan bandar-bandar kota raja

Hingga negara-negara di Nusantara
bertabik kepada daulat
bhineka tunggal ika
kau aku saling mengagumi sejak bocah

Seperti mengagumi sebuah peta buta
tetapi kubayangkan wajahmu saja
aku tidak mampu
hanya bertahun kemudian
ketika kukunjungi kota-kota
bandar-bandar yang
dulu pernah kau tanyakan
aku menjadi heran mengapa

Semua tempat yang sempat
kau aku sebutkan dalam mainan khayalan
masa kecil semua dan segala menjadi
bukan sekadar impian

Sekarang aku ingin mengambar
kembali tokoh-tokoh yang
ada di dinding kelas dasar kita
Hadratus Syekh Hasyim Asy’ari
Kiai Haji Ahmad Dahlan
Soekarno, Hatta, Natsir, Buya Hamka
agar di masa tua kau aku semua dan
segala menjadi bukan sekadar impian

Sekarang kau dan nama-nama ada di mana
selain di dalam kenangan
air mata kita?

Yogyakarta, 24 Oktober 2017

Analisis Puisi:

Puisi "Sebuah Peta Buta" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan perjalanan emosional dan intelektual seorang individu dalam merenungkan masa kecil, pertumbuhan, dan hubungan dengan seseorang yang penting dalam hidupnya.

Nostalgia Masa Kanak-Kanak

Penyair memulai puisi dengan melukiskan kenangan masa kanak-kanaknya, di mana dia belajar tentang dunia melalui sebuah peta buta. Ini mencerminkan rasa penasaran dan keingintahuan yang tidak terbatas yang dimiliki anak-anak terhadap dunia di sekitar mereka.

Metafora Pulau-Pulau dan Kota-Kota

Penyair menggunakan metafora pulau-pulau dan kota-kota yang tidak memiliki nama dalam peta buta sebagai representasi dari berbagai pengalaman dan peristiwa dalam hidupnya. Hal ini menyoroti kompleksitas dan kekayaan perjalanan hidup seseorang, yang sering kali sulit untuk diartikan atau dipahami dengan jelas.

Hubungan dengan Figur Otoritas

Penyair merenungkan tentang pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh figur otoritas atau mentor dalam hidupnya, yang tampaknya memiliki pemahaman yang lebih mendalam tentang sejarah dan peristiwa-peristiwa penting. Ini mencerminkan hubungan yang penuh kekaguman dan rasa hormat terhadap mereka yang memiliki pengaruh positif dalam perkembangan intelektual dan emosional seseorang.

Pengalaman Pribadi vs Sejarah Bangsa

Puisi ini menyajikan kontras antara pengalaman pribadi penyair dan sejarah besar bangsa, seperti Sriwijaya dan Majapahit. Ini menunjukkan bagaimana pemahaman akan sejarah dan identitas nasional berkembang seiring dengan waktu, dan bagaimana pengalaman individu dapat tercermin dalam narasi yang lebih luas tentang bangsa dan budaya.

Kesimpulan yang Reflektif

Penyair mengakhiri puisi dengan merenungkan tentang kenangan bersama dan bagaimana hubungan itu tetap hidup dalam ingatan dan air mata. Ini menyoroti kekuatan kenangan dan hubungan emosional dalam membentuk identitas dan persepsi seseorang tentang diri mereka sendiri dan dunia di sekitar mereka.

Puisi "Sebuah Peta Buta" adalah refleksi yang dalam tentang perjalanan hidup, hubungan interpersonal, dan identitas nasional. Dengan menggunakan bahasa yang kaya dan metafora yang kuat, penyair berhasil menyampaikan kompleksitas emosi dan pikiran yang mewarnai perjalanan hidup seseorang.

Puisi
Puisi: Sebuah Peta Buta
Karya: Abdul Wachid B. S.
© Sepenuhnya. All rights reserved.