Puisi: Ode bagi yang Jauh (Karya Agit Yogi Subandi)

Puisi "Ode bagi yang Jauh" karya Agit Yogi Subandi mengungkapkan rasa kehilangan, rindu, dan kejauhan dalam hubungan.
Ode bagi yang Jauh

Petir menyala di dada musim hujan
sore makin remang, aku tahu kau tak akan datang.
awan berjalan,
angin kesekian telah menjauh.
kau tak akan mendengarku,
sebab petir yang menyala di dada musim hujan ini
tak pernah sampai kepadamu,
waktuku, tak pernah sama dengan waktumu
kebisuanku tak pernah kaupecahkan.
engkaulah lebah yang menyengat jantungku
kemudian terbang perlahan bagai asap rokok
yang menghilang diterpa angin pertama.

Hujan,
hujan di musim ini,
mungkin tak pernah jatuh di matamu
karena matamu
menampik musim yang datang.
matamu dalam,
dingin seperti lorong bawah tanah
namun bunga dan kembang merekah
terkadang, serpihan cahaya matahari jatuh di situ
aku sering tidur dan membaca kisah cinta kuno.
tapi mengapa aku merasa jauh?
entahlah.

Petir menyala lagi di dada musim hujan
sore makin remang, aku pastikan, kau tak datang.
khayalku, cerita yang hilang selepas subuh
kau tak akan mendengarku,
jarak, terasa lebih jauh dari yang kita hitung.
jika kau mendengar petir di langit musim hujanmu
bersahut-sahutan,
percayalah, bahwa itu adalah suaraku yang geram pada langit
karena tak bisa menjumpaimu
dan jika kaulihat kilatan cahaya di langitmu,
itu adalah usahaku untuk merobeknya
agar dapat keluar dari balik langit:

menjumpaimu.

Kedaton, 2008

Analisis Puisi:
Puisi "Ode bagi yang Jauh" karya Agit Yogi Subandi adalah sebuah karya yang mengungkapkan rasa kehilangan, rindu, dan kejauhan dalam hubungan. Puisi ini menggambarkan perasaan kesepian dan kehampaan yang muncul ketika seseorang merindukan kehadiran seseorang yang jauh darinya.

Gelombang Emosi: Puisi ini menggambarkan gelombang emosi yang terjadi di dalam diri penyair. Di awal puisi, petir yang menyala di dada musim hujan menggambarkan kekuatan emosi yang terbakar di dalam diri penyair. Namun, dengan berjalannya waktu, emosi ini semakin memudar karena kesadaran bahwa orang yang dicintai tak akan datang.

Ketidakdatangan dan Jarak: Puisi ini menciptakan perasaan ketidakdatangan yang kuat. Penyair merasa yakin bahwa orang yang dicintainya tak akan datang, sehingga membuatnya merasa terisolasi dan sepi. Jarak fisik dan emosional yang terasa semakin jauh ditekankan dalam baris-baris seperti "awan berjalan, angin kesekian telah menjauh." Hal ini juga tercermin dalam perasaan bahwa waktu mereka tak pernah bersama ("waktuku, tak pernah sama dengan waktumu") dan perasaan ketidakmampuan untuk berkomunikasi ("kebisuanku tak pernah kaupecahkan").

Perbandingan dengan Alam: Penyair menggunakan gambaran alam seperti petir, hujan, dan langit untuk menciptakan analogi dengan perasaannya. Ini menciptakan suasana yang mendalam dan memperkuat perasaan yang ingin disampaikan. Misalnya, petir yang menyala di dada musim hujan digambarkan sebagai ekspresi emosi dalam diri penyair.

Konsep Jarak dan Harapan: Puisi ini menciptakan perasaan konflik antara jarak fisik dan emosional dengan harapan untuk bisa bersama lagi. Meskipun penyair merasa jauh dan tak mampu menjumpai orang yang dicintainya, tetapi ada usaha untuk tetap berhubungan dan berkomunikasi ("percayalah, bahwa itu adalah suaraku yang geram pada langit").

Rasa Kehampaan: Puisi ini juga mencerminkan rasa kehampaan dan ketidakpastian. Penyair merenungkan perasaannya dengan khayalan dan cerita yang hilang. Hal ini menciptakan nuansa melankolis yang lebih dalam dalam puisi.

Puisi "Ode bagi yang Jauh" karya Agit Yogi Subandi adalah sebuah pernyataan tentang rindu, kejauhan, dan perasaan ketidakdatangan dalam hubungan. Melalui penggambaran alam dan emosi yang kuat, puisi ini menggambarkan perasaan kesepian dan perjuangan untuk menjaga hubungan meskipun dalam kondisi yang sulit.

Puisi: Ode Bagi yang Jauh
Puisi: Ode bagi yang Jauh
Karya: Agit Yogi Subandi
© Sepenuhnya. All rights reserved.