Gugusan Angin
Yang Menggerai Rambutmu
Kau, seorang pendaki yang merintih di kaki bukit
hening di wajahmu seperti melawan kebencian.
lalu luka-luka menyeretmu
dan menghempaskannya ke malam basah.
di langit, luka-luka itu terbentang:
persis mimpi di dalam tidurmu
kemudian kaupandangi dengan mata lebam.
tanganmu bergetar menggenggam bongkah-bongkah kenangan
yang siap dilemparkan ke danau-danau.
kau seperti puing yang dihuni oleh iblis.
matamu memerah, semerah mata penembak jitu
pada konflik Vietnam.
suaramu petir di musim dingin
dan nafasmu diseret-seret sepi.
pada keringat langit, kaupajang kembali ingatan
ingatan yang kerap mengucurkan darah.
darah dari rongga-rongga tubuh.
tubuh yang kembali dibersihkan keringat langit.
seusai pendakian, kaupandang jalan yang tertinggal
dengan mata yang kembali putih
namun menyimpan serpihan kaca.
engkau tahu benar, kematian yang picik mengendap-endap
berkelindan di lembar-lembar angin
yang kerap menggerai rambutmu.
tapi kau tetap setia:
mendaki,
turun lagi,
mendaki kembali,
dan akhirnya
mati sebagai pendaki.
Gunung Betung/Kedaton, 2008
Puisi: Gugusan Angin yang Menggerai Rambutmu
Karya: Agit Yogi Subandi