Puisi: Di Singapura (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Di Singapura" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan pengalaman pribadi penyair ketika berada di Singapura, sebuah negara yang sering ...
Di Singapura

sejak turun dari garuda di bandara changi
hatiku dihinggapi oleh rasa sepi
tiba-tiba tidak ada lagi ulas senyummu
seperti orang lalu-lalang itu membeku

sekalipun karpet merah terhampar
di bandara ini hati kau aku tidak tergelar
tanpa suara hanya jam dan pusat informasi yang
bicara selebihnya perasaan gusar

tidak banyak tanda larangan di negeri ini
tetapi kau aku merasa di setiap tempat cctv
semakin sempit ruang bercinta
semakin terjepit waktu kita sebagai manusia

apakah patung sepasang sayap itulah
satunya cara kau aku berselfi menjadi diri
sendiri terbang dari dewa kebersihan yang keji
seorang kawan tertahan oleh imigrasi

dan kamu juga masih tertahan senyum
sangat mahal seperti harga aqua yang
tidak di setiap jalan ada gadis lalu-lalang
seperti manekin la pascualita pucat tanpa senyum

bagiku senyuman adalah solidaritas
tetapi bukan bunga kertas yang getas
tetapi kamu bunga alami yang
bersedekah wewangian saban hari

keluar bandara aku masih memikirkan
senyumanmu yang menghilang
sedang kau aku telah terbang jauh sayang
melewati perbedaan jam juga pulau-pulau menghijau

apakah engkau sudah habis solidaritas yang
sekadar bunga kertas di resto ini
sedap dipandang
tetapi tidak memberi hati

seperti segala pandangan bersih megah di sini
seperti semua makanan yang
lezat di lidah
tetapi tidak sampai ke hati

Jumat, 13 Mei 2016

Analisis Puisi:

Puisi "Di Singapura" karya Abdul Wachid B. S. menggambarkan pengalaman pribadi penyair ketika berada di Singapura, sebuah negara yang sering dikaitkan dengan modernitas, teknologi, dan ketegasan dalam aturan.

Rasa Sepi dan Kekakuan Emosi

Penyair menggambarkan perasaan sepi dan kekakuan emosi yang ia rasakan setelah tiba di Singapura. Meskipun berada di tengah-tengah keramaian bandara Changi yang megah, penyair merasa hampa dan sepi karena kehilangan sosok yang dicintainya.

Pengawasan dan Keterbatasan Kebebasan

Penyair merasa terkekang oleh pengawasan yang ketat di Singapura, terutama melalui penggunaan CCTV yang tersebar di mana-mana. Hal ini membuatnya merasa semakin sempit ruang bercinta dan terjepit oleh aturan dan waktu yang membatasi kebebasannya.

Kehilangan Keaslian dan Solidaritas

Penyair menyampaikan rasa kehilangan atas keaslian dan solidaritas di tengah kesibukan dan modernitas Singapura. Ia merindukan senyuman dan kehangatan yang kini mulai hilang, digantikan oleh kekakuan dan kesejukan dalam interaksi sosial.

Perlawanan Terhadap Kebotakan Emosi

Meskipun merasa terkekang dan kehilangan, penyair masih menunjukkan perlawanan terhadap kebotakan emosi dengan mencari keindahan dan kehangatan dalam hal-hal sederhana seperti senyuman dan kebaikan alami.

Refleksi atas Modernitas dan Materialisme

Puisi ini juga menyiratkan refleksi atas modernitas dan materialisme yang dominan di Singapura. Penyair merasa bahwa meskipun segala sesuatu terlihat megah dan mewah, namun hal-hal tersebut tidak mampu menyentuh hati dan memberikan kepuasan yang mendalam.

Puisi "Di Singapura" karya Abdul Wachid B. S. adalah sebuah pengamatan kritis terhadap pengalaman individu dalam sebuah lingkungan yang terkenal dengan modernitas dan ketegasan aturan. Melalui bahasa yang kuat dan gambaran yang tajam, penyair berhasil menyampaikan perasaan kekosongan, keterbatasan kebebasan, dan kerinduan akan keaslian dan solidaritas di tengah kesibukan dan materialisme yang dominan.

Puisi
Puisi: Di Singapura
Karya: Abdul Wachid B. S.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.