Puisi: Agustus (Karya Iswadi Pratama)

Puisi "Agustus" karya Iswadi Pratama membahas tema tentang kenangan, perasaan melankolis, dan perbandingan antara realitas dan harapan.
Agustus

Di Timur pagi, Agustus seperti sebaris eucalyptus di lereng bukit yang mulai tandus. Hampir rebah dan tersia. Tinggal jubah kemarau yang berdebu itu membungkus bahu legamnya. Bahu Agustus yang penuh cidera oleh kenangan. Di jantungnya, kita masih bisa meraba denyut musim yang harum, sisa musim hujan yang tak lagi bisa menepati janji.

Kenangan yang membuatnya terlunta di sepanjang jalan Cavenagh. Di lorong-lorong pertokoan yang bersih, yang menampik Si Hitam atau para Gypsi, setiap orang tampak baik dan welas asih Itulah permukaannya. Kelaziman yang acap membuatmu bisa berharap ada getar dari penerimaan yang sekadar.

Tak seorang pun ingin menetap dalam kepura puraan. Tapi hari ini, pura pura adalah pakaian yang kian mewah membungkus tubuh kita, tubuh Agustus yang kian kurus.

“Seharusnya kita bisa berbahagia seperti pagi, seperti Agustus yang membersihkan diri dari kebencian pada kemarau panjang. Menunjukkan kebahagiaan, sedikit humor pada kenyataan.”

”Humor adalah dahak hitam seorang gypsi yang mati di sudut jalan. Dan kenyataan adalah orang orang antre menyelamatkan seekor burung yang jatuh dari ketinggian.”

Di Timu pagi, matahari baru saja menggosok matanya. Mata yang tak sempat menyaksikan Agustus yang berlari ke lereng bukit, di lampus sebaris eucalyptus. Mendatangi sebuah gereja yang tersingkir ke pinggir kota. Gereja yang bersikeras menerima debu, dan kadang memberi kita pertanyaan; manakan yang lebih berharga, seekor burung atau sebuah bangku kosong untuk berdoa?


Darwin, 2016

Analisis Puisi:
Puisi "Agustus" karya Iswadi Pratama adalah karya yang penuh dengan gambaran dan emosi yang kuat. Puisi ini membahas tema tentang kenangan, perasaan melankolis, dan perbandingan antara realitas dan harapan.

Deskripsi Visual Agustus: Puisi dimulai dengan gambaran visual Agustus sebagai "sebaris eucalyptus di lereng bukit yang mulai tandus." Ini menciptakan gambaran tentang bulan Agustus yang sedang berlangsung, dengan alam semesta yang mengering dan tengah memasuki musim kemarau.

Tema Kenangan: Puisi ini mencurahkan perhatian pada tema kenangan, di mana bulan Agustus menjadi personifikasi dengan "jubah kemarau yang berdebu." Kenangan tentang musim hujan yang indah yang kini tinggal dalam jantung Agustus, meskipun kering dan tandus.

Penggunaan Metafora: Penyair menggunakan metafora seperti "bahu legam" Agustus yang "penuh cidera oleh kenangan." Metafora ini menggambarkan perasaan melankolis dan ketidakbahagiaan yang mendalam.

Kesan Terlunta: Kata-kata seperti "tersia" dan "rebah" menciptakan kesan bahwa Agustus terlunta, hampir seperti kehilangan semangat atau keinginan.

Perbandingan Antara Permukaan dan Realitas: Puisi ini membandingkan permukaan, di mana setiap orang tampak baik dan welas asih, dengan realitas yang lebih rumit dan berat. Ini menciptakan kontras yang kuat antara citra sosial yang dibentuk oleh orang-orang dan realitas yang lebih dalam.

Penggunaan Humor dan Ironi: Penyair menyentuh tema humor dan ironi dalam puisi ini. Meskipun Agustus menginginkan kebahagiaan dan humor, realitas yang dihadapinya, seperti humor dan kenyataan yang lebih rumit dan pahit, mengungkapkan kontras ini.

Makna Simbol Burung dan Gereja: Puisi ini menggunakan simbol burung yang jatuh dan gereja yang berdebu untuk mengeksplorasi konsep yang lebih dalam tentang kehidupan, kematian, dan agama. Pertanyaan di akhir puisi mengundang pembaca untuk merenungkan makna hidup dan pilihan yang dibuat.

Puisi "Agustus" karya Iswadi Pratama menciptakan atmosfer melankolis dan refleksi tentang perasaan dan kenangan, serta kontras antara harapan dan realitas. Dalam penggunaan bahasa dan citra, puisi ini menyajikan perasaan kebingungan dan kebijaksanaan tentang makna kehidupan dan eksistensi manusia.

Iswadi Pratama
Puisi: Agustus
Karya: Iswadi Pratama

Biodata Iswadi Pratama:
  • Iswadi Pratama lahir pada tanggal 8 April 1971 di Tanjungkarang, Bandar Lampung, Lampung, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.