Puisi: Panorama September 1998 (Karya Abdul Wachid B. S.)

Puisi "Panorama September 1998" karya Abdul Wachid B. S. membawa pembaca pada sebuah panorama yang penuh dengan kekacauan, ketegangan, dan ...
Panorama September 1998

kita akan bercinta
orang-orang akan terus ngomong
anjing-anjing liar menggonggong
kartu-kartu berloncatan dari tangan
gadis dan janda gentayangan
malam menebar racunnya hingga larut
ke subuh, seperti
menolak cahaya dinihari

lalu matahari pagi
embun-embun mengubah warna darah di daun
sepagi itu, seorang politisi berpeluh
di podium. orang-orang akan terus ngomong
batu-batu masih berterbangan
di jalanan. para serdadu gaduh
bermain letusan senapan, menambah
tetesan embun merah di tembok-tembok

seorang lelaki mengigaukan nama kekasih
sepanjang gang, berujung masih
”kita akan bercinta, habis-habisan”

batu-batu beterbangan ke arah perut
anjing-anjing lapar. orang-orang meranggas
mereka berduyun ke senjakala
lalu malam mengatupkan korden raksasanya
tanah menghamparkan ranjang tanpa tepian
dan kita bercinta habis-habisan
barangkali ini satunya cahaya yang tersisa

serupa arus mataair dari bawah tanah
yang menuntut ruang.

1998

Analisis Puisi:

Puisi "Panorama September 1998" karya Abdul Wachid B. S. membawa pembaca pada sebuah panorama yang penuh dengan kekacauan, ketegangan, dan keresahan yang membentuk lanskap sosial-politik pada waktu itu. Abdul Wachid B. S. menggunakan metafora yang kuat dan imaji yang tajam untuk menggambarkan situasi yang mengguncang, mencampurkan elemen cinta dengan kekerasan, dan memadukan romantisme dengan realitas pahit yang menyelimuti masa Reformasi di Indonesia.

Latar Belakang dan Tema

  • Latar Belakang Sejarah Reformasi 1998: Puisi ini berlatar pada masa-masa Reformasi di Indonesia pada tahun 1998, periode yang ditandai dengan krisis ekonomi, kerusuhan sosial, dan ketidakstabilan politik. Puisi ini menyinggung kekacauan yang melanda Indonesia saat itu, di mana rakyat turun ke jalan untuk menuntut perubahan dan keadilan. Abdul Wachid B. S. dengan cerdik menangkap perasaan kolektif masyarakat yang terpecah antara harapan dan keputusasaan, serta antara cinta dan kebencian.
  • Tema Ketegangan Sosial dan Romantisme di Tengah Kekacauan: Tema utama dalam puisi ini adalah kontradiksi antara kekacauan sosial-politik dengan elemen cinta yang bergejolak. Frasa seperti "kita akan bercinta" dan "barangkali ini satunya cahaya yang tersisa" mencerminkan keinginan manusia untuk mencari keintiman dan harapan di tengah-tengah kehancuran dan kekerasan. Puisi ini menggambarkan bagaimana cinta bisa menjadi bentuk perlawanan atau pelarian dari kenyataan yang penuh dengan kebrutalan.

Analisis Simbolisme dan Makna

  • Simbol Anjing dan Batu-Batu Terbang: Dalam baris "anjing-anjing liar menggonggong" dan "batu-batu masih berterbangan di jalanan", Abdul Wachid B. S. menggunakan simbol anjing liar dan batu terbang untuk menggambarkan keadaan kacau dan tidak terkontrol di jalanan. Anjing liar yang menggonggong bisa diartikan sebagai simbol ancaman atau ketakutan yang terus ada, sementara batu-batu terbang menandakan aksi kekerasan dan perlawanan yang sedang terjadi. Kedua simbol ini menegaskan suasana mencekam dan tidak aman pada masa itu.
  • Gambaran Malam dan Pagi yang Penuh Ketegangan: Puisi ini juga menggunakan simbolisme waktu untuk menggambarkan ketegangan dan perubahan suasana hati masyarakat. Misalnya, "malam menebar racunnya hingga larut ke subuh, seperti menolak cahaya dinihari" menunjukkan betapa ketakutan dan kekacauan tidak berakhir dengan datangnya pagi. Begitu pula, "embun-embun mengubah warna darah di daun" menunjukkan bagaimana pagi yang biasanya menenangkan justru menjadi saksi akan darah dan kekerasan yang terus berlanjut.
  • Kehadiran Politisi di Tengah Kekacauan: Baris "seorang politisi berpeluh di podium" mencerminkan ketidakmampuan atau ketidaksungguhan politisi dalam menghadapi situasi yang genting. Sementara itu, "orang-orang akan terus ngomong" menunjukkan bahwa meskipun banyak yang berbicara, hanya sedikit yang benar-benar bertindak atau memberikan solusi nyata. Ini menyoroti kritik terhadap kepemimpinan dan sistem politik pada masa itu.
  • Motif Cinta di Tengah Kekacauan: Salah satu motif paling kuat dalam puisi ini adalah gagasan tentang cinta di tengah-tengah kekacauan. Frasa "kita akan bercinta, habis-habisan" diulang beberapa kali, menciptakan kontras yang tajam dengan adegan kekerasan dan kerusuhan yang digambarkan. Cinta di sini bukan hanya tentang keintiman, tetapi juga bisa dilihat sebagai bentuk pelarian, pemberontakan, atau bahkan satu-satunya harapan yang tersisa di tengah kehancuran. "Tanah menghamparkan ranjang tanpa tepian dan kita bercinta habis-habisan" bisa diartikan sebagai simbol ketidakpastian dan pencarian makna di tengah dunia yang terus berubah dan tidak menentu.

Gaya Bahasa dan Struktur Puisi

  • Penggunaan Repetisi dan Kontras: Abdul Wachid B. S. menggunakan repetisi dalam puisi ini, seperti pada frasa "kita akan bercinta" dan "orang-orang akan terus ngomong". Penggunaan repetisi ini memberikan efek ritmis sekaligus menegaskan situasi yang berulang dan stagnan—di mana cinta dan kekerasan, harapan dan keputusasaan terus berulang tanpa solusi yang jelas. Kontras antara tema cinta dan kekerasan memberikan kedalaman emosional dan membuat puisi ini terasa lebih dramatis.
  • Bahasa yang Kaya dengan Imaji dan Metafora: Bahasa dalam puisi ini kaya dengan imaji yang kuat, seperti "anjing-anjing liar menggonggong", "batu-batu masih berterbangan di jalanan", dan "embun-embun mengubah warna darah di daun". Metafora dan imaji ini bukan hanya menambah kedalaman puisi, tetapi juga membangun suasana yang sangat visual dan nyata bagi pembaca. Mereka bisa merasakan ketegangan, ketakutan, serta gairah cinta yang menyelimuti suasana tersebut.
  • Struktur yang Mengalir Bebas: Puisi ini tidak terikat oleh struktur yang kaku, mencerminkan ketidakpastian dan fluiditas situasi yang digambarkan. Setiap bait terasa seperti aliran pemikiran yang reflektif, mengalir dengan bebas namun tetap penuh makna dan kekuatan emosional.
Puisi "Panorama September 1998" karya Abdul Wachid B. S. adalah karya yang kompleks dan berlapis, menggambarkan bagaimana cinta dan kekerasan, harapan dan keputusasaan, bisa hadir berdampingan dalam satu waktu yang sama. Melalui simbolisme yang kaya, gaya bahasa yang penuh imaji, dan tema-tema yang relevan dengan sejarah sosial-politik Indonesia, puisi ini menghadirkan pandangan yang mendalam tentang kondisi manusia di tengah krisis.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang sifat manusia, tentang bagaimana kita menemukan cinta dan cahaya di tengah kegelapan dan kekacauan. Pada akhirnya, Abdul Wachid B. S. menyampaikan bahwa di tengah ketidakpastian dan kekacauan, selalu ada ruang untuk cinta dan harapan—seperti "arus mataair dari bawah tanah yang menuntut ruang."

Puisi
Puisi: Panorama September 1998
Karya: Abdul Wachid B. S.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Baju Amat sayang mencuci bajuku karena telah melekat air mata kekasihku. Sagan, 1958Sumber: Puisi-Puisi Cinta (2018)Analisis Puisi:Puisi "Baju" karya W.S. R…
  • MimpiDalam tidurku aku bermimpi,Rasa nenekku hidup kembali,Arwahnya menjelma ke alam faniMenemui daku di hutan suni...Nenek bersabda: cucuku,Dengar gerangan nasihat nenekmu,Simpank…
  • Hongkong Di Hongkong kita tersenyum, menegur sapa, tapi mereka memandang kita dengan curiga. Bagai si pandir atau si gila dihina. Di kota ini setiap orang jad…
  • Setengah Jalan Antara kaki dan puncaknya di situ daku duduk sebentar, melepaskan lelah badanku penat, di sebelah kanan karang semata, di ar…
  • Yang Tinggal dan Yang Pergi Yang perempuan rindukan Detik dan waktu yang lalu dan tua Kembali lagi yang sealun karam Di linangan air mata …
  • Derita Di keheningan waktu, yang begitu menghimpit, engkau derita datang lagi, meski kedatanganmu, untuk mencabik-cabik sisa-sisa hidupku,…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.