Analisis Puisi:
Puisi "HPH HPHH" karya AA Manggeng menawarkan kritik tajam terhadap praktik perusakan lingkungan yang dilakukan oleh manusia, terutama yang diakibatkan oleh kebijakan HPH (Hak Pengusahaan Hutan). Puisi ini mencerminkan ironi antara kemajuan yang dibanggakan dan kerusakan yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut.
Struktur dan Gaya Bahasa
- Struktur Berbentuk Narasi: Puisi ini berbentuk naratif, menggambarkan pergeseran dari keindahan dan kesuburan alam Indonesia menuju kehancuran yang disebabkan oleh kebijakan yang tidak bijaksana. Tiap bait mencerminkan tahap-tahap perubahan tersebut.
- Bahasa Kiasan dan Simbolisme: Manggeng menggunakan bahasa kiasan dan simbolisme untuk menggambarkan kerusakan alam. "Nyiur hijau" adalah simbol kesuburan dan keindahan alam Indonesia, sementara "badut-badut" melambangkan para pelaku yang merusak alam dengan kepentingan ekonomi semata.
- Kontras dan Ironi: Penggunaan ironi sangat kuat dalam puisi ini. Lagu-lagu syukur yang dinyanyikan di televisi dan gambaran keindahan alam menjadi kontras dengan kenyataan perusakan alam yang terjadi di lapangan.
Tema dan Makna
- Kritik Terhadap Perusakan Lingkungan: Tema utama puisi ini adalah kritik terhadap perusakan lingkungan yang diakibatkan oleh kebijakan HPH. AA Manggeng menunjukkan bagaimana kegiatan industri dan eksploitasi hutan telah mengusir suara-suara alam dan mengakibatkan kerusakan ekosistem.
- Ironi Pembangunan: Puisi ini menyoroti ironi antara pembangunan dan kemajuan yang dibanggakan dengan kehancuran lingkungan yang diakibatkan oleh pembangunan tersebut. Meskipun lagu-lagu syukur dan gambar-gambar alam ditampilkan di televisi, kenyataannya adalah sebaliknya.
- Kepalsuan dan Munafik: Puisi ini juga mencerminkan kepalsuan dan kemunafikan para pengambil kebijakan yang digambarkan sebagai "badut-badut". Mereka menandatangani surat keputusan yang merusak alam tanpa mempertimbangkan dampaknya.
Karakter dan Perspektif
- Penyanyi Alam dan Badut-Badut: Karakter utama dalam puisi ini adalah "penyanyi alam", yang melambangkan makhluk hidup dan elemen alam yang terancam oleh kerusakan hutan. Di sisi lain, "badut-badut" adalah karakter yang mewakili para pelaku kerusakan lingkungan, orang-orang yang menggunakan topeng kepalsuan untuk menutupi niat merusak mereka.
- Putra-Putri Bangsa: Masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, diwakili oleh "putra-putri bangsa" yang memiliki impian tentang keindahan alam tetapi terjebak dalam realitas perusakan lingkungan.
Simbol dan Metafora
- Nyiur Hijau: Simbol kesuburan dan keindahan alam Indonesia. Kehilangannya mencerminkan kehancuran lingkungan yang terjadi akibat aktivitas manusia.
- Badut-Badut: Simbol dari para pelaku kerusakan lingkungan yang menggunakan kepalsuan dan tipu daya untuk mencapai tujuan mereka. Mereka menandatangani surat keputusan yang merusak tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.
- Surat Keputusan: Melambangkan kebijakan-kebijakan resmi yang memberikan izin untuk eksploitasi hutan. Surat ini adalah alat yang digunakan oleh "badut-badut" untuk menyumbat mulut penyanyi alam dan mengabaikan suara alam.
Emosi dan Suasana
- Kesedihan dan Keprihatinan: Suasana puisi ini dipenuhi dengan kesedihan dan keprihatinan terhadap kondisi lingkungan yang semakin memburuk. Ada rasa kehilangan dan penyesalan yang mendalam terhadap kehancuran alam yang dulu indah dan subur.
- Kemurkaan dan Kepedihan: Ada juga elemen kemurkaan terhadap para pelaku kerusakan yang digambarkan sebagai "badut-badut". Penggunaan kata-kata seperti "suara sumbang" dan "membeo isi kertas" menunjukkan kemarahan terhadap kepalsuan dan kebodohan mereka.
Puisi "HPH HPHH" karya AA Manggeng adalah kritik sosial yang kuat terhadap perusakan lingkungan akibat kebijakan HPH. Melalui simbolisme dan bahasa kiasan, Manggeng menggambarkan ironi antara kemajuan yang dibanggakan dan kehancuran alam yang ditimbulkannya. Puisi ini mengingatkan kita akan pentingnya menjaga alam dan mengkritik para pelaku kebijakan yang tidak bertanggung jawab. Ini adalah seruan untuk kesadaran lingkungan dan tindakan nyata untuk melindungi keindahan dan kesuburan alam Indonesia dari kehancuran lebih lanjut.
Karya: AA Manggeng