Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Peradaban (Karya Sulaiman Juned)

Puisi "Peradaban" karya Sulaiman Juned bercerita tentang kondisi peradaban yang tidak lagi menjunjung kemanusiaan. Penyair menyaksikan ladang ...
Peradaban

Aku menyaksikan peradaban
dipenuhi kisah oportunistik
pasukan iblis membakar ladang
mencari duri dalam tumpukan jerami
apa arti hukum dan pengadilan
bila kuburan dijadikan penjara.

Aku menyaksikan rakyat dipelototi moncong
senapan. Peluru berdesing menembus dada
beralamatkan tanah leluhur - setiap derap sepatu
mendekati kampung - ada bulan diperkosa
sementara matahari dimalamkan. Aku padamkan
asap yang mengepul di hati agar tak jadi api.

Banda Aceh, 1999

Analisis Puisi:

Puisi "Peradaban" karya Sulaiman Juned menggambarkan wajah peradaban yang sarat konflik, penindasan, dan kepalsuan nilai kemanusiaan. Dengan bahasa yang lugas, namun tetap puitis, penyair melukiskan situasi di mana hukum kehilangan makna, rakyat tertindas, dan kekuasaan menjadi alat penindasan.

Tema

Tema utama puisi ini adalah kritik sosial terhadap peradaban yang rusak akibat kekuasaan, penindasan, dan hilangnya nilai keadilan.

Puisi ini bercerita tentang kondisi peradaban yang tidak lagi menjunjung kemanusiaan. Penyair menyaksikan ladang kehidupan dibakar, hukum tidak berfungsi, rakyat hidup dalam teror senjata, dan simbol-simbol alam seperti bulan dan matahari ikut "diperkosa" serta "dimalamkan". Semua itu menjadi cerminan kehancuran moral dan kemanusiaan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah bahwa peradaban yang seharusnya menjadi puncak kemajuan justru bisa berubah menjadi wajah kebiadaban, ketika dikuasai oleh kekuatan oportunis dan represif. Penyair menyindir bahwa hukum, pengadilan, dan institusi sosial menjadi tidak berarti jika hanya dijadikan alat kekuasaan.

Suasana dalam Puisi

Suasana yang tercipta adalah mencekam, kelam, dan penuh amarah tertahan. Ada rasa getir ketika rakyat digambarkan dipelototi moncong senapan, bulan diperkosa, dan matahari dimalamkan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Amanat yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah bahwa peradaban sejati harus menegakkan keadilan, kemanusiaan, dan kebenaran. Jika tidak, yang tersisa hanyalah tirani, ketidakadilan, dan penderitaan rakyat. Penyair juga menyiratkan pentingnya menahan diri agar amarah tidak berubah menjadi api yang merusak segalanya.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji yang kuat:
  • Imaji visual: “pasukan iblis membakar ladang”, “kuburan dijadikan penjara”, “peluru berdesing menembus dada”.
  • Imaji auditif: “setiap derap sepatu mendekati kampung” menghadirkan ketegangan bunyi langkah-langkah tentara.
  • Imaji perasaan: penderitaan rakyat, rasa teror, dan getir yang dialami.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora: “pasukan iblis” melambangkan kekuatan jahat yang menindas rakyat.
  • Personifikasi: “bulan diperkosa” dan “matahari dimalamkan” memberi sifat manusiawi pada alam untuk menggambarkan kehancuran moral.
  • Hiperbola: “kuburan dijadikan penjara” untuk menegaskan betapa hukum dan keadilan telah kehilangan makna.
  • Simbolisme: bulan dan matahari sebagai lambang cahaya, harapan, dan kehidupan yang dihancurkan oleh kekuasaan.
Puisi "Peradaban" karya Sulaiman Juned adalah sebuah kritik tajam terhadap realitas sosial-politik yang tidak adil. Dengan bahasa yang padat makna, penyair berhasil menggambarkan bagaimana peradaban bisa menjadi gelap ketika manusia mengkhianati nilai kemanusiaannya. Melalui puisi ini, pembaca diajak untuk merenungkan kembali arti sejati dari peradaban: bukan hanya kemajuan fisik, tetapi juga keadilan, kebenaran, dan penghormatan terhadap hidup.

Sulaiman Juned
Puisi: Peradaban
Karya: Sulaiman Juned
© Sepenuhnya. All rights reserved.