Puisi: Menunggu Pengantar Surat (Karya Iyut Fitra)

Puisi: Menunggu Pengantar Surat Karya: Iyut Fitra
Menunggu Pengantar Surat


Lama tak kaukirim seulas tawa ke berandaku. Selain cawan penuh airmata tentang rumahmu di pinggir jalan dan cuaca yang sesak. Selalu kauisakkan rindu kanak-kanak yang menggelantung di susu ibu yang dusun. Burung-burung pulang senja dan kau berbagi kisah dengan lembah tentang seorang putri “Setiap hari, setiap saat darah seolah menjilati tangga rumah. Rinduku penuh untuk pulang!” Keluhmu di sebuah stasiun pertemuan kita. Rambutmu tak lagi panjang tapi kenangan kecil ketika aku mencium jemarimu masih tersimpan matamu yang kini tawar seolah tak membiarkan jarum jam merampas waktu.

Sejak itulah. Tiba-tiba aku ingin jadi pintu yang menunggu sepucuk surat. Berharap ada kabar dari buruh-buruh tua di stasiun bahwa kau melintas dengan sebuah jinjingan, barangkali sedikit oleh-oleh bagi penantianku, dan berkata “Rumahku telah terbakar. Adakah mimpi kutinggal di dusun ini juga sudah hangus?” Kubayangkan orang-orang berlarian dengan bendera-bendera dan teriakan berharap di antara perempuan-perempuan bertangisan pilu itu kau tak ada tapi jam demi jam kian tajam. Matahari melepuh waktu jadi tua. Pengantar surat itu tak pernah datang.

Payakumbuh, November 2008

Puisi Menunggu Pengantar Surat
Puisi: Menunggu Pengantar Surat
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat, pada tanggal 16 Februari 1968.

Anda mungkin menyukai postingan ini

  • Bohong Pada sudut rekontruksi Aceh Engkau telah membohongi dunia luka hati anak negeri luka hati siapa-siapa yang terbohongi. Pada senyum simpulmu rekontruksi Aceh engkau …
  • Terali Sepi - episode pertama matamu lesat memantulkan cahaya dari balik tirai kelambu, sedang aku masih sibuk menjaga malam yang sedang mengambil ancang-ancang untuk lar…
  • Mantra Kematian O, aku sudah melangkah ke masjid, gereja, pura, dan wihara Tak kudapati sebuah pun kitab yang mendidik saling tusuk dan tembak jua membunuh Lalu kubalik lemba…
  • Sajak RamadhanHampir waktu. Mampirlah duluDahaga bukan hanya kata-katadan rindu pada-Mu makin menggebuseperti setiap detik menjadi barauntuk merapatdengan seluruh hayatDi sini tak …
  • Getir Di simpang jalan peminta-minta menadah sendawa dari getir ruang tanya di arena perang genderang lerai radang memilih bungkam usai d…
  • Pemancing Dengan kail kecil, dan umpan cacing, kunanti kau makan umpanku, pada jam pertama, aku belum gelisah. karena memburumu, mesti paham waktu. Tapi ketika matahari m…
© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.