Puisi: Lagu Burung Nuri (Karya Iyut Fitra)

Puisi "Lagu Burung Nuri" karya Iyut Fitra mengangkat tema kembalinya seorang tokoh setelah mengalami pembuangan dan penyesalan. Tokoh Magek ...
Lagu Burung Nuri

Setelah lama pembuangan. tersesal juga sabung dan dadu
diri yang tercampak. kini kembali tersentak
magek manandin yang dihidupkan burung nuri. di rimba-rimba senyap
dari mimpi dan lagu pilu puti. masih teruskah kepedihan?
aku pulang, subang bagelang!

Maka ketiadaan yang serimbun pantun. berjalan ia sepanjang asing dusun
lubuk buaya dan padang serai. tiga dengan kampung koto tengah
orang yang kaya bermaksud sampai. orang yang miskin patah di tengah
terbayanglah segala rupa. juga pertunangan yang malang
hari pagi. matahari tegak tali dan petang yang telah datang
ia lecut bayang-bayang
si biring yang disabung. gundu di genggaman janang
magek manandin terusir dari kampung sendiri
aku pulang, subang bagelang!

Sungguh hidup sekali masing-masing
yang terbujur akan lalu. yang terbelintang akan patah
maka berhilir-hilir waktu. berdesah sepoi angin
entah berapa musim rabab berbuai-buai. serta kucapi tingkah bertingkah
di gelanggang adat tak ditinggalkan
magek manandin telah kembali. menaruhkan laku orang berbudi
melunasi janji subang bagelang

Dan di antara pertarungan biriang sanggonani dan gadih godanggo
di antara sayup lagu burung nuri. ia merasa telah bertemu ilahi.

Payakumbuh, 2013

Sumber: Tempo (2 Maret 2014)

Catatan:
Diangkat dari kaba Magek Manandin.

Analisis Puisi:

Puisi "Lagu Burung Nuri" karya Iyut Fitra adalah sebuah karya yang mengangkat tema kembalinya seorang tokoh setelah mengalami pembuangan dan penyesalan. Tokoh Magek Manandin, yang dihidupkan oleh burung nuri, kembali ke kampung halamannya dengan membawa beban masa lalu dan harapan akan masa depan. Melalui penggunaan bahasa yang kaya akan simbolisme dan imaji, puisi ini menggambarkan perjalanan fisik dan emosional tokoh utama dalam menghadapi kehidupannya.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari empat bait dengan panjang baris yang bervariasi, dengan masing-masing bait menggambarkan tahap-tahap perjalanan dan refleksi tokoh utama. Gaya bahasa Iyut Fitra dalam puisi ini penuh dengan metafora, simbolisme, dan personifikasi. Penggunaan bahasa yang khas dan kaya ini membantu menciptakan suasana yang mendalam dan emosional, mengajak pembaca untuk merenung dan merasakan perjalanan tokoh utama.

Tema dan Makna

  • Penyesalan dan Kembali: "Setelah lama pembuangan. tersesal juga sabung dan dadu" menggambarkan perasaan penyesalan yang mendalam setelah melalui masa pembuangan. Penggunaan kata "tercampak" dan "tersentak" menunjukkan perubahan mendadak yang dialami oleh tokoh utama. Kembalinya Magek Manandin ke kampung halamannya mencerminkan upaya untuk mencari kembali identitas dan kedamaian.
  • Kehidupan dan Perjuangan: "Maka ketiadaan yang serimbun pantun. berjalan ia sepanjang asing dusun" menggambarkan kehidupan yang penuh dengan perjuangan dan ketidakpastian. Tokoh utama berjalan melalui desa-desa yang asing, mencerminkan perjalanan hidup yang penuh dengan tantangan dan rintangan. Kontras antara orang kaya yang mencapai tujuan dan orang miskin yang patah di tengah jalan mencerminkan ketidakadilan sosial.
  • Nostalgia dan Harapan: "magek manandin terusir dari kampung sendiri" dan "aku pulang, subang bagelang!" menunjukkan perasaan nostalgia dan harapan akan masa depan yang lebih baik. Kembalinya Magek Manandin ke kampung halamannya adalah simbol dari pencarian kembali identitas dan kedamaian. Harapan ini tercermin dalam keinginan untuk melunasi janji dan menaruhkan laku orang berbudi.
  • Kehidupan yang Terus Berjalan: "Sungguh hidup sekali masing-masing yang terbujur akan lalu. yang terbelintang akan patah" menggambarkan bahwa kehidupan terus berjalan, meskipun ada yang jatuh dan patah. Waktu yang berhilir-hilir dan sepoi angin yang berdesah mencerminkan perjalanan waktu yang terus berlanjut. Kehidupan di gelanggang adat yang tak ditinggalkan menunjukkan kekuatan tradisi dan nilai-nilai yang terus bertahan.
  • Pencarian Spiritual: "ia merasa telah bertemu ilahi" di akhir puisi menunjukkan bahwa perjalanan fisik dan emosional tokoh utama akhirnya membawa kepada pencarian spiritual. Pertemuan dengan ilahi adalah simbol dari pencapaian kedamaian dan pemahaman yang mendalam tentang kehidupan.
Puisi "Lagu Burung Nuri" karya Iyut Fitra adalah sebuah karya yang kaya akan simbolisme dan makna, menggambarkan perjalanan fisik dan emosional seorang tokoh yang kembali ke kampung halamannya setelah mengalami pembuangan dan penyesalan. Melalui penggunaan bahasa yang khas dan penuh dengan imaji, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung dan merasakan perjuangan, nostalgia, dan pencarian spiritual tokoh utama. Karya ini menggambarkan kekuatan tradisi, ketidakadilan sosial, dan harapan akan masa depan yang lebih baik, serta memberikan pesan tentang pentingnya menemukan kedamaian dalam diri sendiri.

Iyut Fitra
Puisi: Lagu Burung Nuri
Karya: Iyut Fitra

Biodata Iyut Fitra:
  • Iyut Fitra (nama asli Zulfitra) lahir pada tanggal 16 Februari 1968 di Nagari Koto Nan Ompek, Kota Payakumbuh, Sumatra Barat.

Anda mungkin menyukai postingan ini

© 2025 Sepenuhnya. All rights reserved.