Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Suara-Suara (Karya Mustafa Ismail)

Puisi "Suara-Suara" karya Mustafa Ismail menyoroti bagaimana penderitaan manusia sering diabaikan atau bahkan dijadikan tontonan.
Suara-Suara

Kita mendengar suara-suara di malam kosong
serupa jerit, juga histeria. Ada wajah yang berdebu
dan tangan mengepal ke udara

Ini sebuah panggung: tempat kesedihan, pun keperihan
ditonton dengan wajah sumringah
langit bukan milik bersama

Matahari makin mengkontraskan suara-suara
dalam perahu yang sama. Senyum dan air muka kita
melukiskan masa depan masing-masing

Nasib tak bisa dibagi, mungkin itulah yang tertoreh
dalam hatimu kini, setelah lift membawamu jauh
membikin rumah di udara.

7 September 2002

Sumber: Tarian Cermin (2007)

Analisis Puisi:

Puisi "Suara-Suara" karya Mustafa Ismail merupakan salah satu karya yang sarat dengan simbol, kritik sosial, serta refleksi mendalam terhadap kondisi manusia dalam kehidupan modern. Melalui larik-lariknya, penyair menghadirkan perenungan tentang penderitaan, kesenjangan, dan keterasingan dalam masyarakat yang kian kompleks.

Tema

Tema utama dalam puisi ini adalah keterasingan sosial dan ketidakadilan hidup. Penyair menyoroti suara-suara yang muncul dari penderitaan manusia, namun suara itu seolah hanya menjadi tontonan tanpa kepedulian nyata.

Puisi ini bercerita tentang suara-suara penderitaan manusia yang muncul di tengah kehidupan sosial. Suara itu bisa berupa jeritan, histeria, atau simbol dari keresahan batin. Namun ironisnya, suara-suara tersebut hanya dipandang sebagai tontonan. Kehidupan yang seharusnya dimiliki bersama (“langit bukan milik bersama”) justru berubah menjadi ruang yang dipenuhi kesenjangan dan perebutan kepentingan.

Makna tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah kritik terhadap individualisme dan ketidakpedulian sosial. Penyair ingin menyampaikan bahwa meskipun manusia berada dalam “perahu yang sama”, setiap orang tetap sibuk dengan kepentingannya sendiri. Masa depan dilukiskan bukan sebagai sesuatu yang kolektif, melainkan milik pribadi. Larik “nasib tak bisa dibagi” menggambarkan betapa kehidupan modern sering melahirkan jurang pemisah, bahkan di antara mereka yang seharusnya saling menopang.

Suasana dalam puisi

Suasana dalam puisi ini penuh dengan kesuraman, keterasingan, dan ironi. Ada nada muram ketika suara penderitaan digambarkan hanya menjadi pertunjukan. Bahkan ketika matahari hadir, bukan memberi harapan, tetapi justru mempertegas perbedaan dan kontras dalam kehidupan sosial.

Amanat / Pesan yang disampaikan

Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini adalah pentingnya empati dan kesadaran sosial. Puisi ini mengingatkan kita agar tidak hanya menjadi penonton penderitaan orang lain. Kita diingatkan bahwa meskipun nasib manusia berbeda, ada nilai kemanusiaan yang seharusnya menyatukan.

Imaji

Mustafa Ismail menghadirkan imaji yang kuat:
  • Imaji pendengaran → “suara-suara di malam kosong, serupa jerit, juga histeria”.
  • Imaji penglihatan → “ada wajah yang berdebu dan tangan mengepal ke udara”, serta “warna-warna beraneka beterbangan”.
  • Imaji suasana → menghadirkan kesan muram, getir, dan penuh kontras antara penderitaan dan kepura-puraan.
Imaji ini menegaskan suasana getir dari realitas yang dikritisi penyair.

Majas

Beberapa majas yang tampak dalam puisi ini antara lain:
  • Metafora → “suara-suara di malam kosong” sebagai simbol keresahan sosial.
  • Personifikasi → suara-suara yang diperlakukan seperti aktor di atas panggung.
  • Ironi → penderitaan ditonton dengan wajah sumringah, menggambarkan kepedihan yang justru dijadikan hiburan.
  • Simbolisme → “perahu yang sama” sebagai lambang kehidupan bersama yang sesungguhnya rapuh.
Puisi "Suara-Suara" karya Mustafa Ismail adalah refleksi puitis tentang realitas sosial yang tidak adil, penuh keterasingan, dan minim solidaritas. Dengan bahasa yang padat makna, penyair menyoroti bagaimana penderitaan manusia sering diabaikan atau bahkan dijadikan tontonan. Melalui tema, imaji, serta majas yang digunakan, puisi ini mengajak pembaca untuk lebih peka terhadap suara-suara kehidupan yang sering terpinggirkan.

Mustafa Ismail
Puisi: Suara-Suara
Karya: Mustafa Ismail

Biodata Mustafa Ismail:
  • Mustafa Ismail lahir pada tanggal 25 Agustus 1971 di Aceh.
© Sepenuhnya. All rights reserved.